Oleh : Tuti Sugianti
Praktisi Pendidikan
Meski saat ini Pemkot Samarinda sedang membangun sekolah terpadu bertaraf internasional sebagai model percontohan, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie mengingatkan pentingnya menyelaraskan pembangunan tersebut dengan rehabilitasi sekolah-sekolah lain yang membutuhkan perbaikan. "Jangan sampai kita fokus pada pembangunan sekolah baru tetapi melupakan sekolah-sekolah yang saat ini kondisinya sudah tidak layak. Keduanya harus berjalan bersamaan," ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama. Dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearh (APBD) sekitar Rp5 triliun alokasi untuk sektor pendidikan baru mencapai sekitar Rp900 miliar.
Jomplangnya sarana dan prasarana pendidikan antar sekolah yang bertaraf internasional dan sekolah tak layak membuat akses pendidikan tidak merata diserap, akhirnya taraf dan kualitas pendidikan pun berbeda. Padahal kualitas SDM generasi emas ditentukan oleh pendidikan.
Pemerintah seharusnya tidak sekedar membangun sekolah bertaraf internasional atau perbaikan sarana sekolah tetapi memikirkan bagaimana caranya agar sistem kurikulum pendidikan bisa melahirkan kualitas SDM generasi emas.
Sayangnya paradigma kapitalisme memandang pendidikan hanya sebagai barang dagangan. Akibatnya, biaya pendidikan kian mahal. Ada harga, ada rupa. Jika saja semua sekolah negeri memiliki sarana dan prasarana yang sama, tentu siswa dan orang tua tidak akan pilih-pilih sekolah.
Berbeda halnya dengan Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan primer dan hak warga, negara wajib memenuhinya. Sistem pendidikan dalam Islam tidak hanya memperhatikan sarana prasarana fisik tetapi juga kualitas pendidikan termasuk guru dan hal pendukung lainnya.
Dalam mendukung lahirnya generasi unggul, negara Khilafah akan memenuhi sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar guru dan siswa, di antaranya:
Pertama, semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama. Tujuannya agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Negara akan berperan aktif dalam melengkapi sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, kreativitas, dan inovasi.
Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pernah mendirikan Madrasah an-Nuriah di Damaskus pada abad ke-6 H. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Kedua, membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan perguruan tinggi untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai disiplin ilmu.
Ketiga, mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Para pemilik toko buku didorong untuk memiliki ruangan khusus kajian dan diskusi yang dibina oleh seorang ilmuwan atau cendekiawan. Mereka juga didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya dan hasil penelitian ilmiah para cendekiawan.
Keempat, negara menyediakan sarana pendidikan lain, seperti televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang bermanfaat untuk siapa saja tanpa harus ada izin negara.
Kelima, mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, dan melakukan penyiaran dengan konten yang mendidik dan sesuai ketentuan Islam.
Keenam, memberi sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam, baik disiarkan lewat internet, media sosial, surat kabar, televisi, atau sarana penyiaran lainnya.
Ketujuh, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan di negara Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah 'amah (kepemilikan umum).
Kedelapan, sistem pendidikan Islam bebas biaya untuk seluruh peserta didik. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Mustansiriyyah yang didirikan Khalifah al-Mustansir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa satu dinar (4,25 gram emas) per bulan.
Kesembilan, guru dan tenaga pengajar profesional. Negara berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar atau 63,75 gram emas. Dengan harga 1 gram emas Antam per 2 Oktober 2024 sebesar Rp1.464.000 maka setara dengan Rp93,330 juta per bulan. Gaji ini beliau ambil dari baitulmal.
Sepanjang sejarah, sistem pendidikan Islam pada masa Khilafah berlangsung gemilang. Implikasinya, kemajuan iptek dan perkembangan perpustakaan besar, pusat pembelajaran, dan universitas sangat pesat di beberapa tempat, seperti Baghdad, Cordoba, dan Kairo. Sebagai contoh, Baitul Ilm atau Rumah Ilmu adalah nama perpustakaan umum yang berada di banyak kota di Afrika Utara dan Timur Tengah pada abad ke-9 yang terbuka untuk siapa pun.
Demikianlah, sistem Islam kafah yang diterapkan negara Khilafah memenuhi tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Post a Comment