Oleh: Ummu Almahira
(Aktivis Muslimah)
Pornografi anak makin mengancam dan mengkhawatirkan. Menurut laporan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak di Indonesia selama empat tahun terakhir. Angka tersebut menjadikan jumlah kasus pornografi anak di tanah air menduduki peringkat keempat di dunia dan tertinggi kedua di Asia Tenggara atau negara-negara ASEAN. (mediaindonesia.com, 18/04/2024)
Di ranah hukum, Indonesia memiliki seperangkat regulasi untuk memberantas pornografi. Diantaranya UU tentang Pornografi (UU Nomor 44 Tahun 2008), UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), yang melarang pornografi dalam bentuk apa pun. Selain itu, ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Namun, semua regulasi itu seakan tumpul mengurai problem pornografi. Alih-alih membendung konten-konten pornografi, justru kasus pornografi semakin tumbuh dan bertambah banyak.
Apabila ditelisik penyebab utama maraknya pornografi di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang diterapkan yakni sistem kapitalis sekuler. Kapitalisme sekuler memandang naluri seksual sebagai sesuatu yang harus dipenuhi. Karenanya, wajar jika sarana pemuas hasrat seksual menjadi lebih mudah diperoleh bahkan difasilitasi, diproduksi dan dikemas sedemikian rupa untuk dipasarkan secara massal. Tujuannya adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, tidak heran jika industri pornografi terus berkembang dengan keuntungan yang fantastis dan sulit diberantas.
Salah satu faktor yang melanggengkan industri pornografi adalah sistem sosial dan pergaulan yang sedang berjalan. Industri pornografi sendiri muncul karena adanya “pasar” yang membutuhkan. Pada saat yang sama maraknya pornografi disebabkan karena lemahnya keimanan.
Di sisi lain, meski pemerintah mengaku gigih memerangi pornografi, namun upaya yang dilakukan terkesan tidak serius. Situs-situs pornografi tertentu saja yang diblokir, namun program-program yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk iklan, film, sinetron, musik erotis, komik, majalah dewasa atau bentuk lainnya tetap ada.
Dengan demikian, akar persoalan tidak mampunya negara memberantas pornografi adalah akibat penerapan sistem yang salah, yaitu sistem kapitalis yang berasaskan sekularisme. Selama negeri ini masih menggunakan sistem kapitalis, jangan berharap kasus pornografi dapat diselesaikan, karena selama pornografi bisa digerakkan menjadi sektor "industri" maka di situlah cuan mengalir. Hal ini yang membuat pemberantasan pornografi mustahil dilakukan.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam menyelesaikan segala persoalan manusia tuntas sampai ke akar-akarnya. Di dalam sistem Islam, paling tidak, ada lima hal yang harus dilakukan untuk memerangi pornografi anak.
Pertama, menegakkan hukum secara tegas agar memberi efek jera terhadap segala kejahatan termasuk pornografi anak.
Kedua, menerapkan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum berbasis akidah Islam.
Ketiga, negara memastikan seluruh warga negara terutama laki-laki sebagai pencari nafkah mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini merupakan salah satu solusi untuk menjauhkan masyarakat dari pekerjaan yang dilarang dalam Islam dan membahayakan manusia.
Keempat, negara mengatur media untuk memastikan bahwa semua informasi, berita, pemikiran, dan lainnya di media sosial tidak mengandung konten pornografi atau berbahaya.
Kelima, adanya kontrol masyarakat terhadap semua bentuk kemungkaran, tindakan asusila, pornoaksi, pornograf dan tindakan lainnya yang dilarang di dalam Islam. Demikianlah, gambaran penjagaan hakiki sistem Islam dalam bentuk institusi khilafah Islamiyyah kepada masyarakat dari ancaman pornografi.
Wallahua’lam bishawab
Post a Comment