REMISI ATAU REMAH: APAKAH EFEKTIVITASNYA DALAM MEMBANGUN EFEK JERA TERHADAP KEJAHATAN?

 


Oleh : Yesti Mulyanani


Dalam era yang terus berkembang, tantangan kejahatan menjadi semakin kompleks bagi masyarakat dan negara. Hal ini tidak terkecuali bagi negara-negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia. Sistem sanksi yang tidak memberikan efek jera semakin terlihat jelas, seperti adanya pemberian remisi pada momen-momen tertentu. Tindakan seperti ini seakan-akan tidak memberikan efek jera yang cukup kuat, bahkan bisa memberikan sinyal yang salah kepada pelaku kejahatan, bahwa mereka bisa terhindar dari hukuman dengan mudah.


Contoh yang terbaru adalah pemberian remisi menjelang Hari Raya Idul Fitri yang lalu. Banyak lembaga pemasyarakatan yang memberikan remisi kepada narapidana atau warga binaan. Ada dua jenis remisi yang diberikan, yaitu Remisi Khusus (RK) 1 yang mengurangi masa hukuman antara 15 hari hingga 2 bulan, dan Remisi Khusus (RK) 2 yang langsung memberikan kebebasan kepada narapidana. Data menunjukkan bahwa ada ribuan warga binaan yang mendapat remisi, seperti di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Padang.


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, menyatakan bahwa remisi dan Program Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan (PMP) adalah bentuk apresiasi negara terhadap mereka yang berusaha memperbaiki diri dan kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna. Namun, dalam kenyataannya, remisi bukanlah solusi yang cukup efektif untuk menciptakan efek jera terhadap pelaku kejahatan. Ada kemungkinan bahwa remisi diberikan bukan karena perbaikan diri, tetapi karena adanya praktik suap-menyuap di dalam lembaga pemasyarakatan.


Perlu diakui bahwa sistem remisi tidak selalu berhasil dalam menciptakan efek jera yang diinginkan terhadap pelaku kejahatan. Faktor-faktor seperti praktik suap-menyuap yang terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan mengancam integritas dari proses pemberian remisi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem pengawasan dan penegakan hukum di dalam lembaga pemasyarakatan, sehingga pemberian remisi dapat dilakukan dengan lebih adil dan transparan.


Masalah ini menyoroti bahwa sistem hukum yang digunakan saat ini belum mampu memberikan efek jera yang memadai. Sebaliknya, hukum yang berubah-ubah dan tidak selalu sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan seringkali dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Di sinilah pentingnya penerapan hukum Islam, yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta dan tidak dapat diubah-ubah oleh manusia sesuka hati.


Hukum Islam menawarkan sistem sanksi yang khas, tegas, dan menjerakan. Ketika diterapkan dengan benar, sistem ini dapat berfungsi sebagai penegak keadilan yang efektif. Namun, untuk menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, diperlukan keberadaan khilafah yang tegak. Khilafah memberikan jaminan terhadap keadilan dan keamanan bagi seluruh masyarakatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Pendidikan Islam juga memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kejahatan. Dengan mengedepankan nilai-nilai iman, pendidikan Islam mampu mencetak individu yang taat kepada ajaran agama dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Keimanan yang kuat pada setiap individu akan menjadi landasan utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga segala tindakan yang diambil akan selalu didasarkan pada keridhaan Allah SWT.


Ketika khilafah tegak, hal itu tidak hanya memberikan solusi untuk masalah-masalah konkret dalam masyarakat, tetapi juga menawarkan pandangan yang holistik terhadap kehidupan. Khilafah mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan, politik, sosial, dan budaya. Dalam bidang ekonomi, misalnya, khilafah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan keadilan dan keberpihakan kepada kaum miskin dan lemah. Pendekatan ini tidak hanya memberikan solusi untuk ketimpangan ekonomi, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat.


Dalam pendidikan, khilafah menempatkan Islam sebagai landasan bagi pengembangan pengetahuan dan karakter individu. Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan materi agama, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai moral dan etika yang berkembang dalam masyarakat. Hal ini membantu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi.


Di bidang politik, khilafah menawarkan sistem yang berbasis pada prinsip syura (musyawarah) dan keadilan. Khilafah memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, sehingga menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Sistem politik yang demikian membawa kestabilan dan keadilan dalam pemerintahan, serta mengurangi risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.


Sementara itu, dalam aspek sosial dan budaya, khilafah mendorong harmoni antar-etnis, antar-agama, dan antar-kelompok dalam masyarakat. Khilafah mempromosikan sikap toleransi dan saling menghormati di antara warga masyarakat, serta menghargai keragaman budaya sebagai kekayaan yang perlu dilestarikan. Dengan demikian, khilafah menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan harmonis.


Selama periode khilafah berkuasa selama 1400 tahun, tingkat kejahatan sangat rendah karena sistem hukum yang diterapkan memberikan efek jera yang nyata. Hukum Islam memberikan sanksi yang tegas dan adil terhadap pelanggaran hukum, serta mempromosikan pemenuhan hak-hak individu dan keadilan dalam semua lapisan masyarakat. Dengan tegaknya khilafah, kita dapat kembali menuju kepada sistem hukum yang efektif, yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membawa manfaat besar bagi seluruh umat manusia. Hukum Islam, dengan prinsip "Rahmatan Lil Alamin"-nya, membawa rahmat dan keadilan bagi seluruh alam semesta, menjadi landasan bagi sebuah masyarakat yang adil dan sejahtera.


Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post