Lagi dan lagi. Aksi perundungan remaja terulang kembali. Tidak tanggung-tanggung, aksi tersebut disiarkan secara langsung di akun medsos. Aksi perundungan yang dilakukan di Kota Bandung ini viral di media sosial Instagram. Seperti yang diberitakan idntimes.com, 27/4/2024, pelaku melakukan perundungan dengan cara memukul hingga korban menjerit, dan menyiarkannya secara langsung di akun Tiktok.
Pada video lainnya, pelaku mengaku, punya paman yang merupakan seorang jenderal. Ia juga mengatakan tidak takut berurusan dengan hukum dan siap untuk dibui (penjara). (Detik, 28/4/2024).
Terkait perundungan, pelaku akan dijerat Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jucto Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Sementara pelaku yang melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap anak akan dipidana dengan penjara maksimal tiga tahun enam bulan atau denda paling banyak Rp 72 juta. Jika korban mengalami luka berat, hukuman dapat bertambah menjadi penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. (Kompas.com, 28/4/2024).
*Maksiat Ditayangkan, Buah Busuk Sistem Sesat*
Sejatinya perundungan adalah tindakan kejahatan. Saat perundungan ditayangkan, menunjukkan bahwa kezaliman telah dipertontonkan secara terbuka, ini telah menggambarkan bahwa kejahatan tidak lagi dianggap perbuatan tercela. Standar baik buruk telah berubah hanya pada kesenangan semata. Senang viral, senang unjuk kekuatan, senang berbangga-bangga dengan kemaksiatan.
Berulangkalinya perundungan, bahkan disiarkan menunjukkan tak ada jera untuk hentikan perbuatan nista (note: pelaku pernah dipenjara dengan kasus yang sama). Perundungan terus berlangsung bahkan kian parah.
Tak ada api tak ada arang. Perilaku perundungan tentunya tak muncul dengan sendirinya. Ada pemicu yang mendorong perilaku tersebut bebas merdeka. Ada cara pandang keliru atas perbuatan tersebut. Cara pandang serba bebas serba boleh telah memantik api maksiat perundungan. Terlebih sistem buruk sekularisme menjadikan suasana dan standar kehidupan sangat jauh dari aturan Islam sangat tidak sesuai fitrah kebaikan manusia.
Lemahnya ketakwaan individu, rapuhnya keluarga, rusaknya sistem pendidikan, masyarakat yang permisif serta jauh dari kepedulian untuk amar makruf nahi mungkar, serba bebasnya media massa, aparat yang lamban, serta sistem sanksi yang tidak tegas, sangat berkorelasi dengan terjadinya berbagai aksi perundungan yang tiada henti.
Dampak sistemis telah menerjang generasi bagai badai tornado di gurun kerontang. Generasi terpelanting, jauh dari jaminan perlindungan keamanan dalam kehidupan. Cara pandang mereka teracuni pemisahan agama dari kehidupan sehingga standar kehidupan mereka menjadi sangat nisbi, semu, dan palsu jauh dari kata membanggakan.
Monster kapitalisme telah merenggut standar hakiki kehidupan generasi sehingga mereka terperosok jatuh ke dalam jurang kemaksiatan. Deras dan bebasnya informasi di media sosial khususnya yang bersifat visual yang memiliki daya penyesatan yang kuat dalam rangka memicu terjadinya perundungan, tak mampu mereka tolak. Mereka menikmatinya bagai hidangan yang melenakan.
Sungguh buah busuk dari permasalahan perundungan ini berakar dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Asas sekularisme selanjutnya melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan Allah disingkirkan, telah menyesatkan generasi hingga maksiat tak lagi dianggap sesat. Dengan ini maka buruknya kehidupan dalam sistem sekuler kapitalisme merupakan realitas yang harus diungkap.
Selain itu, fenomena maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak generasi didik yang berkepribadian mulia yang disebabkan oleh asas pendidikan yang menjauhkan agama dari kehidupan. Generasi hanya menerima materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Tak ada bentukan untuk mewujudkan takwa. Walhasil, generasi saat ini berbuat suka-suka sebebas-bebasnya termasuk aksi perundungan.
*Butuh Islam Untuk Selesaikan Masalah Perundungan*
Tak dimungkiri lagi maraknya aksi perundungan saat ini disebabkan penerapan sistem yang menuhankan kebebasan. Sistem sekuler membuat generasi merasa bebas untuk berbuat sesukanya, tanpa ada rasa takut akan dosa, azab neraka pun mereka jadikan canda tawa.
Berbeda dengan Islam. Dalam Islam, sistem yang efektif telah ditentukan sehingga mampu mencegah perbuatan merundung. Islam telah mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh agar jauh dari siksa neraka, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
Dalam Islam pun sistem ekonomi Islam diterapkan hingga mampu mewujudkan kesejahteraan sehingga para orang tua akan bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal.
Demikian pula terkait sistem sanksi. Pelaku kejahatan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan apa yang dia lakukan. Setiap kejahatan yang diperbuat balasan setimpal akan didapat.
Firman Allah Ta'ala,
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).
Tak terlewatkan, Islam pun menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam sehingga akan menghasilkan generasi didik yang berkepribadian Islam, terealisasi dalam perilaku saleh yang agung.
Memang benar, butuh Islam agar maksiat tak lagi menjerat. Dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan, perundungan tak akan terus berlangsung. Sistem Islam dengan segala perangkatnya akan mampu wujudkan generasi saleh terbaik penuh Iman dan takwa hingga senantiasa menebar kasih sayang, bukan menyebar kemaksiatan, salah satunya perundungan.
Wallaahu a'laam bisshawaab.
Post a Comment