(Freelance Writer)
Belum lama ini aksi perundungan remaja di Kota Bandung viral di media sosial Instagram. Pelaku melakukan perundungan dengan cara memukul hingga korban menjerit, dan menyiarkannya secara langsung di akun Tiktok.
Berdasarkan Informasi yang dihimpun, peristiwa itu berlangsung di daerah wilayah Mekarwangi, Kota Bandung. Dari video perundungan viral ini terlihat pelaku mengucapkan kalimat tidak seronok dengan menggunakan bahasa Sunda. Pelaku juga menyatakan diri memiliki paman seorang jenderal dan mengaku tidak takut apabila harus masuk bui atau penjara (Idntimes, 27-04-2024).
Sungguh miris kelakuan remaja, makin ke sini kelakuannya bikin geleng-geleng kepala. Bullying yang dilakukan secara terbuka bahkan live, menggambarkan kejahatan seakan tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk, bahkan wajar dan keren.
Sikap tersebut menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan yang mengindikasikan adanya gangguan mental.
Di sisi lain, bullying saat ini makin parah dan marak. Sebagaimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjag 2023. Hampir separuh, terjadi di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren (Suarasurabaya, 02-03-2024).
Mirisnya lagi sebagaimana yang dikutip dari Pikiran-rakyat, 28-02-2023, dari laman resmi Komnas Anak, Indonesia pada tahun 2018 menempati posisi ke 5 dari 78 negara dengan kasus bullying terbanyak.
Bullying jelas merupakan buah buruk banyak hal, di antaranya minimnya pendidikan karakter mulai dari lingkungan keluarga di mana peran orang tua yang makin terpinggirkan. Hal ini pun disebabkan oleh banyak faktor, seperti orang tua yang terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan perannya sebagai pendidik generasi. Apalagi ibu pun terkadang ikut serta bekerja dalam membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Faktor lainnya seperti lemahnya ketakwaan individu, dari itu individu akan bebas melakukan sesuatu tanpa sandaran agama. Belum lagi kontrol masyarakat yang kian minim, karena masyarakat makin bersifat individual.
Di samping itu, peran negara yang rapuh dalam menerapkan aturan. Hal ini nampak masih begitu banyaknya tontonan yang minim edukasi, berbau kekerasan, bahkan merusak moral generasi yang dengan mudah diakses oleh semua kalangan.
Belum lagi, sistem sanksi yang ada belum mampu menimbulkan efek jera. Ini tampak dari para pelaku kejahatan yang tak jarang keluar masuk bui dengan kasus serupa.
Ini pun diperparah dengan sistem sekuler liberal. Bagaimana tidak, peran agama tak lagi turut andil dalam mengatur kehidupan, sehingga dengan begitu melahirkan perilaku bebas tanpa batas.
Berbeda dengan sistem saat ini, islam memiliki sistem kehidupan terbaik yang mampu mencegah terjadinya perilaku yang buruk. Hal itu di antaranya islam menempatkan peran orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama di dalam lingkungan keluarga. Orang tua pun tidak hanya sebatas mengajarkan terkait pemahaman islam, tetapi lebih dari itu memberikan teladan yang baik, sebab orang tua merupakan contoh terdekat bagi anak-anaknya.
Selain itu, islam juga memerintahkan kepada manusia untuk saling nasihat-menasihati dalam kebaikan. Sebab manusia bukan nabi atau malaikat yang tak luput dari dosa. Apalagi anak-anak yang masih butuh banyak arahan dan bimbingan dari orang dewasa. Karena itu, pentingnya budaya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah lingkungan masyarakat.
Tak kalah penting peran negara. Negara memegang peran penting, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat dan menerapkan aturan. Olehnya itu, dalam islam salah satu upaya mengondisikan masyarakat tak terkecuali anak-anak agar senantiasa dalam ketaatan, yakni negara akan meniadakan tayangan yang minim nilai edukasi, berbau kekerasan dan yang merusak moral generasi.
Pun islam menjadikan kemaksiatan sebagai kejahatan yang wajib mendapatkan sanksi tegas dan membuat jera. Karena sesungguhnya fungsi sanksi dalam islam, yakni sebagai pembuat efek jera baik bagi pelaku dan orang lain yang memiliki keinginan serupa serta sebagai penebus dosa.
Oleh karena itu, kondisi saat ini tidak mudah menciptakan anak yang memiliki akhlak mulia, jika situasi tidak mendukung. Dari itu, sudah selayaknya umat ini kembali pada aturan yang terbaik yang berasal dari Sang Pencipta, karena yang lebih mengetahui yang terbaik untuk hamba, yakni yang menciptakan manusia, Allah Swt. Wallahu a’lam.
Post a Comment