Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional, Kemana Arah Pendidikan Indonesia?


Oleh: Ratu Amalia Sari, S.Pd.

(Parktisi Pendidikan)


Kurikulum Merdeka telah diresmikan menjadi kurikulum nasional oleh Mendikbud Nadiem Makarim melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Kurikulum Merdeka akan diterapkan di Indonesia mulai tahun ajaran 2024/2025 mendatang. Satuan Pendidikan mulai dari Tingkat PAUD, SD, SMP, hingga SMA diharapkan dapat menerapkan kurikulum Merdeka. Adapun masa transisi penerapan Kurikulum Merdeka sebagaimana yang tercantum dalam Permendikbudristem Nomor 12 Tahun 2024 yaitu 2 tahun sampai dengan tahun ajaran 2026/2027.

Harapan diterapkannya kurikulum Merdeka dapat membantu pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Selain itu, kurikulum Merdeka bertujuan untuk menumbuhkan cipta, rasa, dan karsa murid untuk belajar sepanjang hayat. Nadiem Makarim menyatakan bahwa kurikulum Merdeka akan memberikan kemudahan bagi guru dan murid dalam proses pembelajaran. Guru tidak dituntut untuk mempercepat materi pembelajaran, karena bisa menyesuaikan dengan kebutuhan murid. (Klikpendidikan.id, 30-03-2024)

Pemerintah melalui Kemendikbudristek mengkalim 80% satuan Pendidikan di Indonesia telah memilih dan mengimplementasikan kurikulum Merdeka secara sukarela sebagai kurikulum satuan Pendidikan. Ini juga salah satu yang menjadi acuan diterapkannya kurikulum Merdeka secara nasional. 

Pemerintah terlihat optimis menjadikan kurikulum Merdeka sebagai kurikulum Nasional. Namun, bukankah perlu untuk merefleksikan kembali seberapa berpengaruhnya kurikulum ini dalam membentuk generasi berkualitas, berkarakter mulia, dan bertakwa? Bukankah Pendidikan yang berkualitas itu adalah yang mengutamakan bagaimana menjadikan generasi ini terdidik dengan benar dan tepat? Karena Pendidikan yang baik itu bukan hanya bicara soal capaian-capaian dalam angka dan materi belaka.

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel dari kurikulum sebelumnya, kemudian juga berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Adapun karakteristik utama dari kurikulum ini, yaitu sebagai berikut.

Pertama, berfokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam. Kedua, waktu lebih banyak digunakan untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, capaian pembelajaran per fase dan jam Pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan Pendidikan. Keempat, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar Pendidikan dan melaksanakan pembelajaran berkualitas. Kelima, mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi kurikulum Merdeka. (Sumber: Situs Kemdikbud).

Selama diterapkan dan dikembangkannya kurikulum Merdeka, memang meningkatkan nilai PISA dengan adanya peningkatan skor  literasi dan numerasi siswa. Namun, pemerintah luput dari perhatian utama bahwa seberapa hebat kurikulum ini menjawab persoalan problematik pendidikan? 

Dunia pendidikan kita hari ini masih sangat miris terhadap kerusakan genarasi. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Sementara itu menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67% kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. Ini hanya angka-angka yang tampak, belum termasuk kasus yang tidak dilaporkan.

Dampak dari penerapan kurikulum ini dapat kita lihat pada kualitas peserta didik atau output Pendidikan saat ini. Karakter kepribadian mulia siswa tidak terbentuk dengan baik, perundungan dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual baik yang menimpa pelajar atau yang pelajar lakukan. Kriminalitas di dunia Pendidikan masih sering terjadi, guru maupun siswa terlibat dalam kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Ada guru yang melecehkan siswanya, ada siswa merundung temannya, ada orang tua yang melaporkan gurunya hanya karena tidak terima anaknya ditegur guru. Lebih parahnya lagi, ada siswa menganiaya guru hingga meninggal. Lalu, apakah kurikulum Merdeka mampu menuntaskan problematika ini? Namun, di sisi lain kurikulum ini yaitu potensi peserta didik justru lebih terserap sebagai mesin penggerak industri kapitalis yang kemudian melahirkan pekerja-pekerja yang siap diberdayakan oleh asing dan para pemilik modal.

Persoalan Pendidikan memang seharusnya menjadi prioritas utama pemeritah/penguasa, karena pendidikan merupakan jantung sebuah negara. Namun, sayangnya pemerintah hari ini terlihat tidak menjaga kesehatan jantung sebagai alat vital dengan baik. Alih-alih memikirkan kesehatan jantung negara, pemerintah hanya disibukkan dengan kesehatan perut dan kesehatan kantong masing-masing. Lalu, Bagaimana dengan Islam? Loh! Kenapa Islam? Ya, karena Islam adalah solusi yang solutif, solusi yang mampu menjawab semua permasalahan yang ada di dunia ini, Islamlaa yang pantas menjadi role model/acuan untuk memperbaiki sesuatu.

Satu-satunya sistem yang mampu melahirkan generasi cerdas dan beradab adalah Islam. Islam memprioritaskan Pendidikan sebagai modal awal dalam membangun sebuah peradaban. Adapun mengenai kurikulumnya, pendidikan dalam islam dibangun berdasarkan akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya disesuaikan dengan asas tersebut. Kemudian gurunya harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, menjadi uswah bagi murid, bukan sekedar transfer ilmu namun juga membimbing dengan baik.

Maka dari itu, guru sebagai tokoh utama dalam merawat kesehatan jantung negara (Pendidikan) mereka diberikan fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, sarana dan prasarana yang menunjang metode dan strategi belajar, serta menjamin kesejahteraan sebagai tenaga professional, yaitu gaji yang memadai. Namun, bagaimana dengan hari ini? Apakah penguasa memperhatikan guru? Kebijakan-kebijakan yang dibuat apakah benar-benar menguatkan posisi guru?

Selain itu, bukti-bukti gemilangnya sistem Pendidikan Islam adalah lahirnya ilmuan-ilmuan muslim yang tidak hanya cerdas dengan ilmu dunia, tetapi mereka mampu mengimbanginya dengan iman dan takwa. Seperti, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, yang Perempuan ada Fatimah Al-Fihri, Maryam Al-Asturlabi, dan lain-lain.

Semua ini tidak bisa dilakukan tanpa peran negara sebagai penyelenggara utama Pendidikan. Negaralah yang memiliki power untuk menyelesaikan persoalan Pendidikan yang problematik ini, negara berkewajiban mengatur segala aspek terkait Pendidikan, mulai dari kurikulum, kesejahteraan guru, sarana dan prasarana, hingga hak untuk mendapatkan Pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Hal-hal pokok seperti ini akan sulit ditemukan di negara yang mengadopsi kapitalisme sebagai ideologi.

Post a Comment

Previous Post Next Post