Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Palembang, Sumatra Selatan mengalami peningkatan pasca-Idulfitri 1445 H. Pengadilan Agama Palembang mencatat ada 91 kasus perceraian yang masuk dalam sepekan terakhir sejak pekan pertama masuk kerja (16—23 April 2024). Artinya, ada 13 kasus perceraian per harinya. (www.detik.com/sumbagsel).
"Usai Lebaran, mulai dari pekan pertama masuk kerja sejak tanggal 16 April 2024 sampai sekarang sudah masuk sebanyak 91 kasus mengajukan perceraian di Pengadilan Agama Palembang," kata Panitera Pengadilan Agama Palembang, Yuli Suryadi. Penyebab terbanyak perceraian itu adalah KDRT dan penelantaran oleh suami. Tak hanya itu saja faktor ekonomi dan perselingkuhan juga menjadi pemicu utama penyebab kasus perceraian makin meningkat
Saat ini peran suami yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga telah beralih pada istri. Sudah banyak fakta yang menunjukkan istri yang mencari nafkah, sedangkan suami hanya duduk diam di rumah dan mengurus anak. Faktor ekonomi memiliki pengaruh yang sangat besar pada kasus kasus perceraian yang terjadi saat ini. Makin tingginya harga-harga kebutuhan pokok ditambah kurangnya lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki menambah petaka bagi rumah tangga hari ini.
Akar Masalah
Tingginya angka perceraian tidak lain disebabkan oleh buah dari diterapkannya sekularisme yang melahirkan kapitalisme dan liberalisme sehingga terbukti tidak mampu mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Sistem sekulerisme membuat keluarga masa ini tidak mendasarkan hubungannya dengan aturan Islam. Hubungan rumah tangga dibangun atas asas untung dan rugi, bukan demi mengejar ridho Allah SWT.
Paham sekulerisme membuat baik suami maupun istri tidak memahami perannya masing-masing. Suami tidak paham tugasnya sebagai pencari nafkah dan pemimpin keluarga. Adapun istri tidak memahami tugas mulianya untuk taat pada suami dan mengurusi rumah tangga. Kondisi ketidakpahaman ini membentuk masyarakat materialistik yang menyandarkan kebahagiaannya pada kepuasan materi.
Solusi Islam
Sistem Islam melindungi keluarga melalui penerapan syariat Islam yang menyeluruh, meliputi sistem ekonomi, sistem pergaulan, juga sistem sanksi. Dalam Islam, suami memiliki tugas sebagai kepala keluarga yang wajib menjamin nafkah keluarganya. Sedangkan istri adalah pengatur rumah tangga yang tugasnya taat pada suami serta menjaga kehormatan diri keluarga maupun suaminya. Dalam Islam, perempuan didorong untuk menunaikan hak-hak suaminya dengan balasan besar yang akan didapatkannya, yaitu surga. Inilah penghalang kuat untuk menghalangi suami menggunakan rukhsah dalam hal talak (cerai). Rasulullah saw. bersabda, “Allah Taala tidak menghalalkan sesuatu yang lebih Dia benci daripada talak.” (HR Abu Daud, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim).
Penerapan sistem Islam tentunya perlu peran negara sebagai instansi yang mengurus permasalahan umat,salah satunya adalah untuk menyelesaikan kasus KDRT dan perceraian. Sebab, hanya negara yang mampu memberikan edukasi sekaligus sanksi bagi suami yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai suami. Butuh kehadiran negara untuk menerapkan sistem ekonomi yang mampu menyejahterakan umat, yaitu negara yang menerapkan sistem syariat Islam. Kenapa harus syariat Islam karena Islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan penciptanya saja, seperti salat, puasa, dan zakat saja (Hablum minallah). Akan tetapi, Islam juga mengatur bagaimana sistem lainnya harus berjalan.
Terciptanya ekonomi yang menyejahterakan rakyat tentu menjadi impian dan harapan setiap umat. Untuk bisa menyejahterakan rakyat, negara harus mengelola seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT yakni dengan mengelola sumber daya alam dan mengembalikan hasilnya untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Hanya negara yang menerapkan sistem syariat Islam yang mampu melakukannya.
Dalam Islam manusia berserikat pada tiga hal yaitu tanah, air, dan api. Ketiga unsur sumber daya alam tersebut tidak boleh dikuasai oleh individu, tetapi dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Negara juga berperan memberikan edukasi pada setiap pasangan agar bisa memahami kewajiban masing-masing seperti yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Adapun sistem sanksi dalam Islam memastikan para suami yang meninggalkan kewajibannya sebagai pencari nafkah dan melakukan penelantaran pada keluarganya akan dihukum. Hukumannya berupa sanksi takzir sesuai putusan hakim. Hukuman ini bertujuan memunculkan efek jera agak perbuatan yang sama tidak diulang.
Jika semua aturan Islam itu diterapkan dalam kehidupan, maka sejahtera dari segi ekonomi dan pergaulan keluarga akan membuat terwujudnya keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah dan kasus perceraian dan KDRT insya Allah akan teratasi .
Hanya islam yang mampu mewujudkan keluarga yang bertakwah
ReplyDeletePost a Comment