Kasus Pengeroyokan karena Cemburu, Sungguh tak Bermutu


Oleh Narti Hs

Ibu Rumah Tangga


Kasus kejahatan warga kini semakin bertambah. Dari mulai bullying, pencurian dengan kekerasan, tawuran, hingga peristiwa pengeroyokan. Usia pelaku pun tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak remaja.


Baru-baru ini, di wilayah Bandung, Jawa Barat, tepatnya di Ciparay Kabupaten Bandung telah terjadi pengeroyokan. Dari peristiwa tersebut, setidaknya 6 orang ditangkap oleh Satreskrim Polresta Bandung. Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan bahwa keenam pelaku tersebut terdiri dari 2 orang dewasa, yakni AP (19) dan A (20). Kemudian 4 lainnya adalah masih berusia 15-16 tahun dan berstatus pelajar. 

Adapun motif kejadiannya dipicu lantaran cemburu. 


Diduga ada  sekelompok orang telah menganiaya 2 orang pemuda. Mirisnya, korban langsung ditinggalkan begitu saja dalam keadaan tak berdaya bahkan kritis. Pemicunya, karena salah satu dari mereka tidak terima kekasihnya berinteraksi dengan korban. Sehingga pelaku bersama rekan-rekannya kemudian menyerang dengan brutal. (Kompas.com, 22-04-2024) 


Miris, saat ini permasalahan sepele bisa menimbulkan permasalahan besar. Hanya karena motif cemburu, seseorang tega melakukan penganiayaan, bahkan menghilangkan nyawa. Emosi cepat tersulut tanpa berpikir akibat. Seolah tidak ada penyelesaian selain dengan kekerasan. Kejadian serupa terus berulang, tak berefek menjadi pelajaran.  

Penyebabnya bisa dari internal atau individu itu sendiri. Lemahnya keimanan mudah terpicu dengan hal sepele. Ketidakfahaman terhadap mana yang benar dan salah, mana yang harus dilakukan dan seharusnya ditinggalkan, seringkali hal ini menjerumuskan individu pada sesuatu yang seharusnya tidak dibela. Hanya mengandalkan setia kawan, pengeroyokan ataupun tawuran kerap kita jumpai.


Selain faktor internal, ada faktor eksternal yang mendominasi. Yaitu penerapan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme yang mengedepankan pemuasan jasadi telah menyuburkan prilaku pergaulan bebas. Pacaran dianggap biasa. Sedangkan sekularisme telah sengaja menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Sengaja tidak dijadikan panduan. Maka wajar kejadian terus berulang karena sistem kehidupannya mendukung. 


Ditambah lagi, pendidikan yang hanya berorientasi pada capaian nilai/skill, tetapi mengabaikan pembentukan kepribadian Islam. Hal ini tidak dapat memberikan bekal cukup bagi masyarakat untuk menghadapi berbagai persoalan hidup. Masyarakat ataupun generasi bermental lemah dan mudah tersulut emosi. 

Media sosial yang menjajakan konten yang tidak pantas diakses seringkali menjadi inspirasi bagi para remaja melakukan tindakan di luar nalar. Namun sayang perhatian negara dalam hal ini minim. Keuntungan atau materi selalu jadi pertimbangan. Keselamatan generasi semakin terancam. 


Maka dari itu, harus ada upaya untuk menuntaskan persoalan mental masyarakat. Dimulai dari mencermati sekuler kapitalisme sebagai penyebab rapuhnya kepribadian seseorang. Tidak hanya pada remaja tetapi semua elemen masyarakat. Itulah sistem Islam. Sebuah aturan yang berasal dari sang Pencipta sekaligus Pengatur semua ciptaannya. Sistem kehidupan yang mampu menciptakan masyarakat khususnya generasi muda agar senantiasa dalam kondisi prima, baik dari segi fisik, psikologis, ekonomi, sosial, maupun spiritual.


Dalam Islam, seorang penguasa adalah seperti perisai yang harus menjalankan tugasnya sebagai junnah (perisai), yakni pelindung dan pengayom umat. Rasulullah saw. bersabda: 

“Sesungguhnya imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya; dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad). 


Sistem Islam kafah telah terbukti mampu mencetak generasi berkualitas yang bermental tangguh dan intelek. Mulai dari masa Khulafaur Rasydin, seperti Ali bin Abi Thalib (sahabat paling cerdas dan bertubuh kuat), Usamah bin Zaid (remaja pemimpin Perang Qadisiyah); hingga era kekhalifahan setelahnya, seperti Imam Syafi'iy (anak yatim yang menjadi ulama besar pada usia yang sangat muda), Imam Abu Hanifah (pemuda yang menghabiskan waktunya dengan banyak membaca), Shalahuddin al-Ayyubi (pembebas Al-Quds), Al-Khawarizmi (penemu angka nol), dan Muhammad al-Fatih (penakluk Konstantinopel).


Islam juga telah memberikan pandangan yang benar dalam menapaki kehidupan, seperti bagaimana menyikapi takdir baik dan buruk. Juga mengatur tentang penyaluran rasa sedih, marah, khawatir, dan sebagainya. Selain itu juga mengajarkan tentang cita-cita hidup yang hakiki, yaitu akhirat. Karena pada hakikatnya, dunia adalah tempat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, tidak seperti pandangan kaum sekuler yang menjadikan kehidupan fana sebagai tujuan akhir. 


Demikianlah gambaran solusi menyeluruh dari Islam dalam mencegah dan mengatasi masalah mental masyarakat hingga akhirnya lahirlah generasi kuat dan tangguh. Semua dilandasi kecintaan pemimpin  kepada rakyatnya yang menjalankan fungsi negara sebagai pelindung rakyatnya. 

Solusi tersebut hanya bisa terwujud apabila aturan sekuler kapitalisme yang ada saat ini dicabut dari akarnya, kemudian menggantinya dengan sistem Islam. 


Semua ini diperlukan usaha dan peran dari seluruh kaum muslim untuk mewujudkannya. Karena hanya syariat Islam yang akan mampu menjaga kehormatan manusia baik laki-laki maupun perempuan. Keduanya akan terlindungi dalam syariat yang Agung. Hal ini akan terwujud nyata apabila aturan Allah Swt. diterapkan secara sempurna dalam sebuah kepemimpinan. 


Wallahu a'lam bish-Shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post