Kartini Perempuan Tempo Dulu Menginspirasi Masa Kini


Oleh : Delvia

(Pemerhati Masalah Umat)


Belum lama ini Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (DPKD) Kaltim berkolaborasi dengan Gerakan Permasyarakatan  Minat Baca (GPMB)  menggelar talkshow membahas soal perempuan saat ini. Dalam acara ini turut hadir penasehat (GPMB) Kaltim Encik Widyani Sjaraddin. Beliau mengajak seluruh masyarakat benua Etam menyadari peran perempuan dalam mewujudkan perempuan yang mandiri secara pemikiran dan tindakan. Beliau juga mengatakan, perjuangan perempuan dimulai dari sadar terhadap pentingnya sebuah literasi. Misalnya Kartini yang merupakan sosok perempuan yang memiliki akses pendidikan dan banyak literatur.

Tidak hanya tanggapan  dari GPMB, di acara ini juga turut mendapatkan partisipasi dari Wakil Ketua Komisi X RI, Hetifah Sjaifudian melalui aplikasi zoom meeting. Di sana, sosok Hetifah berharap perempuan tidak hanya diperkenalkan secara teori namun bisa menjadi inspirasi di Kaltim. Menurutnya acara ini mampu menjadi wadah aspirasi bagi perempuan dalam berkarya dan berkembang.

Sosok Kartini memang patut dijadikan inspirasi dalam keilmuan. Dengan ilmunya itu, beliau mampu memberikan akses pendidikan untuk perempuan pada masanya yang terbelakang pendidikannya. Namun narasi kartini yang ada saat ini sangat berbeda dengan apa yang diperjuangkan Kartini tempo dulu. 

Kartini ala Feminisme 

Saat ini narasi yang berkembang adalah narasi Kartini ala femenis yang mengarahkan perempuan untuk bekerja bahkan menjadi penopang ekonomi keluarga. Walhasil kaum perempuan dijauhkan dari kewajibannya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Tentu berbagai problem rumah tangga akan muncul seperti perceraian, perselingkuhan, anak-anak terlibat pergaulan bebas dan sebagainya.

Kaum perempuan ala femenis juga melibatkan perempuan di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan pemerintahan. Mereka mengaruskan berbagai program kepemimpinan perempuan. Mereka juga mengader para perempuan untuk dapat diberdayakan di berbagai posisi strategis di pemerintahan. Ke depannya, diharapkan mereka bisa menjadi eksekutor dan pelaksana penyusunan atau pembuatan berbagai kebijakan negara, terutama terkait persoalan perempuan.

Padahal sejatinya, ide kaum feminis mengenai kepemimpinan perempuan pada sektor pemerintahan sebagai upaya memperjuangkan kesetaraan gender yang lahir dari akidah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, termasuk kekuasaan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan tidak memberikan ruang bagi agama untuk mengatur pemerintahan dan justru menjauhkan agama dari pembuatan undang-undang dan peraturan.

Walhasil undang- undang yang akan ditetapkan tentu akan menguatkan dan melanggengkan kaum perempuan untuk terlibat dalam pemerintahan dan pemangku kebijakan. Tentu ini dilarang dalam Islam. 

Sebagaimana  hadist diriwayat Imam Bukhari dikatakan, “Lan yufliha qawmun wallaw amrahum imra‘atan  (Tidak akan pernah berjaya suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada perempuan).”

Walhasil, narasi “Kartini masa kini” menjadi bahan propaganda dan kendaraan untuk merekonstruksi pemikiran Islam dan melawan paradigma Islam. Kaum feminis menolak hukum Syara’ yang melarang perempuan untuk menjadi pemimpin negara. Hal  lainnya juga akan membuat kaum perempuan terutama ibu lalai dari tugas utamanya sebagai pendidik generasi sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi yang lemah. Tentu ini sangat menguntungkan bagi barat, mereka tetap dengan leluasa menjarah dan mengukuhkan hegemoninya di negeri-negeri muslim.

Oleh karena itu semestinya yang diperjuangkan untuk menyolusi berbagai persoalan dihadapi perempuan dan umat secara keseluruhan bukanlah mewujudkan kesetaraan gender atau pemberdayaan perempuan dalam perspektif feminisme. Segera campakkan sistem hidup sekuler kapitalisme neoliberal yang menjadi biang kerok penderitaan umat manusia secara keseluruhan adalah perjuangan saat ini.

Kembali Perjuangkan Islam

Islam adalah satu-satunya solusi bagi seluruh problem kehidupan, termasuk permasalahan yang menimpa laki-laki maupun anak dan perempuan. Islam datang dari Zat yang Menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Dialah Yang Maha Tahu, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

Sejarah menunjukkan, penerapan aturan Islam secara kafah terbukti mampu melahirkan kebaikan. Masyarakat tidak terkecuali kaum perempuan dan mereka yang disebut kelompok rentan bisa menikmati kehidupan yang sejahtera dan penuh berkah.

Dalam Islam, kaum perempuan menempati posisi tinggi, yakni sebagai arsitek peradaban. Seluruh haknya dijamin sedemikian rupa sehingga mereka bisa mengoptimalkan peran strategisnya tanpa halangan. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan dijamin melalui mekanisme yang jelas, mulai dari jalur wali atau suami hingga oleh negara dengan standar tinggi. Sementara itu, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin oleh negara sebagaimana rakyat lainnya.

Walhasil, kaum perempuan punya kesempatan banyak untuk memastikan tupoksinya berjalan dengan baik hingga sejarah peradaban Islam diwarnai kegemilangan dengan lahirnya generasi cemerlang dari tangan kaum perempuan. Hal ini sebagaimana sudah dicontohkan oleh para istri-istri nabi  dan para shohababiyah, bukan kartini ala femenis.

Oleh karena itu, para muslimah  harus memahami bahwa paradigma gender yang diserukan oleh kaum feminis sesungguhnya ilusi atau tipuan belaka. Muslimah  harus bisa memahami akar masalah dan keterpurukan kondisi perempuan dan kehidupan manusia hari ini adalah akibat paradigma sekuler kapitalisme yang hanya akan bisa dibenahi dengan penerapan hukum  Islam secara kafah. Wallahualam

Post a Comment

Previous Post Next Post