Serumpun padi tumbuh di sawah
Hijau menguning daunnya
Tumbuh di sawah penuh berlumpur
Di pangkuan ibu pertiwi
Serumpun jiwa suci
Hidupnya nista abadi
Serumpun padi mengandung janji
Harapan ibu pertiwi
Lagu “Serumpun Padi” merupakan gambaran alam tempat mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia, yakni sawah. Serumpun padi merupakan nadi kehidupan rakyat untuk hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Bila serumpun padi merupakan cita-cita, maka cita-cita adalah untuk diperjuangkan walau beribu tantangan menghadang, rakyat pantang menyerah demi mewujudkan harapan bangsa.(Lagudaerahid, 4/1/2017).
Sangat disayangkan jika saat ini gambaran lagu tersebut tak akan lagi semurni jiwa petani asli bumi pertiwi. Rencana pemerintah menggandeng Cina untuk menggarap sawah di Kalimantan Tengah, sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, telah mengotori kemurnian alami petani negeri ini.
Kesepakatan itu merupakan salah satu hasil dari pertemuan Menteri Luhut dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi di ajang High Level Dialogue and Coorperation Mechanism (HDCM) RI-RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (19/4/2024). Wacana pembukaan sawah padi cina seluas satu juta hektar di Kalimantan Tengah tersebut diungkap Luhut Binsar Pandjaitan pada money kompas 21/04/24 yang dimanfaatkan untuk mengembangkan sawah dengan Cina secara bertahap. Luhut berharap alih teknologi dari Negeri Tirai Bambu tersebut bisa berhasil dengan baik.
Seakan tak pernah belajar dari peristiwa sebelumnya, tanpa kapok hal serupa diulang kembali. Berdasarkan pengalaman, saat negeri ini menjalin kerja sama dengan Cina di bidang tambang, alih-alih mendapatkan keuntungan dan keberhasilan yang menyejahterakan, yang terjadi adalah penguasaan lahan pertambangan oleh Cina. Akankah kita pun membiarkan penguasaan lahan oleh Cina di bidang pertanian? Bukankah kita ingin meraih swasembada pangan tanpa dikadali pihak asing? Bisakah kemandirian didapat jika solusi yang dipakai senantiasa menunjukkan keberpihakan pada asing aseng dengan meloloskan investasi asing? Mengapa tidak mempercayakan pada kemampuan anak negeri untuk atasi teknologi? Untuk apa lembaga pendidikan tinggi membekali generasi dengan pengajaran ilmu dan teknologi jika ujung-ujungnya tetap menjadi budak asing dan aseng.
*Mewaspadai Intervensi*
Mengutip Muslimah News 4 Mei 2024, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky meminta masyarakat agar mewaspadai terkait rencana pemerintah ini. Beliau mendorong publik untuk waspada serta mempertanyakan kenapa harus dengan Cina untuk membuka sejuta hektare lahan.
Melalui kanal Bincang Bersama Sahabat Wahyu Selasa (30/4/2024), beliau menyampaikan beberapa alasan:
Pertama, soal alih teknologi. Kita khawatir justru Cina menjadikan negara kita sebagai market alat teknologi pertanian dari Cina,” jelasnya.
Kedua, ketika rakyat Indonesia dianggap belum mampu mengoperasikan alat-alat pertanian dari Cina, menjadi alasan bagi Cina untuk mendatangkan pekerja dari Cina sehingga tenaga kerja pertanian di Indonesia tergusur.
Ketiga, ketika Cina membawa alat-alat pertanian dari negaranya, itu khawatir dianggap sebagai utang sehingga negara kita makin terjerat utang.
Memperhatikan semua ini, sepertinya bahaya asing sedang mengintai negeri ini. Kepentingan rakyat dan kemakmuran negeri akan menemui kebuntuan dalam hal pemenuhannya secara mandiri. Intervensi asing akan semakin merangsek dan menggusur hak-hak pribumi.
Kewaspadaan seharusnya sudah dipasang sebagai alarm peringatan agar tidak mudah bersepakat dengan kaum ekspatriat yang penuh niat mendominasi negeri ini dengan akal bulusnya. Sehingga kewaspaan seharusnya wajib bagi pemerintah agar tidak semakin jauh memberikan ruang kepada negara asing dan aseng untuk bisa membangun dan menguasai akses-akses di bidang kehidupan masyarakat kita, terutama di bidang yang sangat mendasar, yaitu bidang pertanian.
Kewaspadaan pun seharusnya dimiliki terkait ambisi Cina yang ingin mengembangkan pertanian hingga menjadi lumbung pangan dunia dari sejak bertahun-tahun. Mengikuti bewara media yang ada, dari tahun 2017 lalu Cina sudah terus melebarkan ekspansinya, memburu lahan luar negerinya untuk memenuhi kebutuhan pangan 1,4 milyar penduduknya. Dan kinipun Indonesia mungkin sedang menjadi incaran empuk untuk ambisi Cina tersebut. Sayangnya Indonesia menyambutnya dan menggandengnya sambil menghamparkan karpet merahnya untuk diinjak-injak ambisi aseng Cina.
Seharusnya kita mendengarkan apa yang disampaikan pakar. Salah satunya adalah dari pakar ekonomi Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak. Yang telah sering mengingatkan terkait investasi Cina, di mana setiap kucurannya selalu merugikan rakyat. Menurutnya yang diuntungkan hanya kapitalis Cina dan tenaga kerja Cina serta para pejabat yang menjadi perpanjangan tangan kepentingan Cina,kepada MNews, Rabu (02/11/2022).
Arim mengatakan, secara makro ekonomi Indonesia tumbuh karena masuknya investasi Cina dan terekploitasinya sumber daya alam. Namun tetap tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap rakyat.
*Paradigma Pertanian Dalam Islam*
Dalam Islam terkait lahan pertanian (sawah), negara semaksimal mungkin berupaya mengelola sesuai fungsi utamanya. Tanggung jawab yang melekat pada pengelolaannya harus senantiasa menguatkan perhatian terhadap segala sesuatu yang terkait dengan produksi pertanian, keberlangsungan dan peningkatan produktivitasnya.(Al-Maliki A. Politik Ekonomi Islam, Terj. As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla. Al Izzah).
Dalam Islam terkait optimalisasi pengelolaan tanah (tidak terkecuali untuk pertanian) negara akan mendukung para petani menjalankan segala prosesnya dengan penyediaan alat, mesin, dan sarana pertanian, sehingga petani pun mudah mendapatkannya serta terjangkau harganya. Penyediaan semua kebutuhan pertanian yang memperhatikan jumlah, pemerataan, dan kualitas, sangat diperhatikan.
Terkait optimalisasi ini, negara juga akan mendorong berbagai riset di perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk menghasilkan inovasi terbaik dan unggul, baik menghasilkan benih unggul, pupuk, pestisida, maupun sistem budi daya padi yang terbaik. Sehingga tak perlu intervensi asing untuk menghadirkan teknologi mumpuni seperti yang diwacanakan saat ini. Tak perlu menggandeng asing aseng untuk menggarap tanah pertanian, karena negeri kita pun punya lembaga tinggi (Perguruan Tinggi) yang bisa diandalkan. Untuk teknologi, ada ITB yang mampu merancang dan menciptakan teknologi pertanian. Dan untuk pengembangan pertanian, IPB bisa diminta membuat kajian serius yang fokus mengembangkan pertanian, lahan, varietas unggul, pupuk dan seterusnya.
Tak kalah pentingnya, dalam sistem Islam negara pun selalu memastikan semua infrastruktur publik tersedia merata hingga ke pelosok daerah dan bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat. Mulai dari irigasi pertanian, jalan, jembatan, moda transportasi, gudang-gudang dan tempat penyimpanan, layanan listrik, dll. Tak perlu andalkan asing untuk menghadirkannya.
Sudah seharusnya pemerintah tidak makin jauh menggandeng asing dan aseng untuk membangun bidang apa pun. Pemerintah tidak boleh membiarkan mereka menguasai akses-akses di bidang kehidupan masyarakat terutama di bidang yang sangat mendasar di negeri kita yaitu bidang pertanian. Karena jika sektor pertanian ini akhirnya dikuasai asing maupun aseng, tamatlah riwayat negeri agraris ini. Rakyat dan negeri ini pada akhirnya hanya menjadi budak di tanah tumpah darahnya sendiri. Dan itu tidak boleh terjadi.
Wallaahu a'laam bisshawaab.
Post a Comment