Oleh Ninik Rahayu Ningsih
Pegiat
Literasi
Dampak pornografi baik secara online maupun
offline telah tampak nyata dari tahun ke tahun. Masifnya konten pornografi yang
terjadi pada anak-anak membuat Indonesia menempati posisi keempat secara
internasional dan kedua di regional ASEAN sebagai pemroduksi konten pornografi
anak. Berdasarkan data National Center for Missing and Explioted Children
(NCMEC) bahwa ada sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan
anak-anak Indonesia (media online nes.republika.co.id, 19/01/24).
Dari sini membuat Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahjanto, menegaskan
akan membentuk satuan tugas (Satgas) guna menangani permasalahan pornografi
secara online yang menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai korban
(media online news.republika.co.id, 19/01/24).
Tindak kemaksiatan ini seolah tumbuh subur
di negara ini, karena kasus pornografi terkait anak ini seperti fenomena gunung
es. Adanya gurita kasus di balik kasus-kasus yang terkuak ke publik,
apalagi hingga melibatkan oknum-oknum penguasa yang menjadi back-up dari
industri porno ini, menjadikan negara makin susah melibasnya. Selain itu,
karena bisnis pornografi ini termasuk salah satu bisnis yang mampu meraup
profit yang besar, membuat beberapa negara di dunia melegalkan bisnis ini.
Negara tersebut diantaranya Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jerman,
Perancis, Jepang, dan sebagainya. Karena motif ekonomi ini menjadikan industri esek-esek
tidak akan pernah sirna baik dari sisi produsen maupun penikmatnya. Hal ini
sebagai konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme hampir di
seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia.
Menurut ulama besar Syaikh Taqiyuddin An
Nabhani, di dalam buku Nidzamul Iqtishodiy fil Islam, menjelaskan sistem
ekonomi kapitalisme ini berorientasi pada terpenuhinya alat-alat pemuas
kebutuhan yang sifatnya terbatas disaat kebutuhan manusia tidak terbatas. Salah
satu kebutuhan manusia menurut kapitalisme adalah keberadaan naluri seksual
yang harus dipenuhi kepuasannya dengan hal, aktivitas atau alat yang berkaitan
aktivitas seksualitas. Oleh karena itu, dalam sistem ini merupakan sesuatu yang
wajar, menjadikan legal semua yang mampu memuaskan naluri seksual.
Dalam mindset kapitalisme dimana
selama masih ada yang menginginkan barang dan jasa itu, maka barang dan jasa
akan terus tetap diproduksi meskipun barang tersebut bagian dari kemaksiatan
dan keharaman seperti khamr (minuman keras), judi, pornografi dan yang
lainnya.
Selain itu, disisi produsen karena alasan
keuntungan yang menggiurkan ini, menjadikan manusia berlomba-lomba untuk
memproduksi dan rela menjadi aktor pelaku pornografi. Bayangkan saja jika
menurut pantauan toptenreviews.com bahwa pendapatan industri porno ini lebih
besar dibandingkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi
terbesar di dunia seperti Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo, Apple,
Netflik dan EarthLink. Pada tahun 2006 saja industri pornografi sedunia mencapai
97,6 miliar dollar AS (nasional.kompas.com, 09/04/08). Sungguh fantastis dan
siapa yang tidak akan tergiur dengan bisnis esek-esek ini? Adapun
kerusakan akhlak dan moral generasi bangsa menjadi sesuatu yang tidak begitu
penting lagi bagi kapitalisme, asal mendatangkan cuan besar. Nahasnya negara
ini menjadi salah satu negara penerap sistem kapitalis ini. Secara pasti,
tidak akan pernah bisa keluar dari belenggu pornoaksi selama mempertahankan
sistem buruk ini, meski tiap 5 tahun sekali terjadi pergantian pemimpin. Tidak
akan ada perubahan hakiki pada bangsa dan negara.
Berbeda dengan sistem ekonomi islam yang
bersandar kepada akidah Islam yang sohih. Dengan landasan akidah Islam ini, menjadikan
asas sistem ekonomi Islam adalah halal dan haram. Islam memandang bahwa
kebutuhan manusia bersifat terbatas, sedangkan alat pemuasnya (barang dan jasa)
tidak terbatas. Dalam kaidah ushul fiqih, hukum asal benda/sesuatu adalah boleh
(mubah) selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Pornografi dihukumi sebagai
sesuatu yang haram (maksiat) dan berdosa di sisi Allah bagi pelakunya sehingga
tidak diperbolehkan, baik memproduksinya maupun menikmatinya. Selain dosa, bagi
pelakunya akan dikenai sanksi berat dalam Islam. Oleh karena itu, tidak akan
ada orang yang berpikir untuk memanfaatkan kemaksiatan ini sebagai wadah
mengumpulkan keuntungan materi. Orientasi kebahagian hidup seorang muslim
adalah hanya untuk mendapatkan rida Allah SWT. dengan terikat oleh semua hukum
syariat Islam termasuk dalam berbisnis.
Inilah sistem ekonomi yang benar dan
diridai oleh Sang Pencipta, sistem ekonomi Islam. Hanya saja sistem ini tidak
bisa berdiri tegak tanpa support dari sistem Islam lainnya di seluruh aspek
kehidupan dalam wadah bernama Khilafah Islamiyah. Semoga kita diberikan kekuatan
untuk mewujudkan institusi Islam ini.
Wallahualam bissawab
Post a Comment