Oleh: Arsiyah
(Aktivis Muslimah)
Makin banyaknya kriminalitas, seperti kasus narkoba, bullying, pembunuhan, perampokan, perampasan lahan dan juga banyaknya kasus yang tidak terselesaikan dengan tuntas menjadi bukti melemahnya hukum di negara saat ini. Seperti yang dilansir oleh IDN Times - Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia Widya Adiwena menilai hukum di Indonesia semakin lemah. Pasalnya, kriminalisasi kerap terjadi, terutama kasus kekerasan dan penangkapan dari aparat kepada masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa.
Laporan tahunan HAM Global Amnesty menyoroti empat isu di Indonesia yang membuat nilai-nilai hukum memudar. Mulai dari pelanggaran hak warga sipil dalam konflik bersenjata, penolakan terhadap keadilan berbasis gender, faktor ekonomi perubahan iklim terhadap kelompok masyarakat terpilih termasuk masyarakat adat, hingga ancaman teknologi baru terhadap pengurusan hak rakyat Indonesia.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) per Maret 2023 menyatakan jika hampir 30 persen publik menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia itu buruk. Penilaian tersebut didasari oleh banyaknya kasus yang melibatkan aparat penegak hukum yang semestinya menjadi pilar utama penegakan hukum itu sendiri. Salah satu contoh kasus yang mencederai nama penegak hukum adalah kasus pembunuhan yang dilakukan Mantan Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Ferdy Sambo.
Selain itu, bukan rahasia umum lagi jika ketidakadilan di muka hukum masih dirasakan oleh masyarakat kecil, sehingga mereka sangat kental dengan istilah “Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Walaupun pemimpin di Indonesia telah berkali-kali berganti, masalah lemahnya penegakan hukum masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah negara ini.
Buah dari Penerapan Hukum Buatan Manusia
Lemahnya hukum saat ini adalah buah dari penerapan sistem hukum buatan manusia yang berbasis sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan). Agama dianggap hanya sekedar mengatur ibadah ritual saja sedangkan untuk aturan kehidupan manusia membuat aturan sendiri seperti yang saat ini sedang berjalan.
Asas dari negara ini adalah demokrasi, yang berasal dari kata demos (kekuasaan) dan kratos (rakyat). Artinya, kekuasaan berada di tangan rakyat. Yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Akan tetapi, pada prakteknya kekuasaan dikuasai oleh segelintir orang, yaitu para kapital atau pemodal (oligarki), sehingga hukum tidak mampu memberikan sanksi tegas dan menjerakan. Apalagi jika yang melakukan kesalahan adalah para oligarki, maka mereka tidak akan tersentuh oleh hukum. Jikalaupun mereka berhadapan dengan hukum, maka hukuman yang dijatuhkan hanya sekedar formalitas. Tapi jika rakyat miskin yang melakukan kesalahan maka akan dihukum seberat-beratnya. Seperti para koruptor yang mencuri uang rakyat ratusan triliun saat ini hanya dihukum beberapa tahun, sedangkan rakyat kecil yang mencuri singkong karena lapar dihukum puluhan tahun.
Sistem Hukum Islam
Berbeda dengan sistem hukum kapitalis (siapa yang kuat dia yang berkuasa). Sistem hukum di dalam Islam menutup celah kejahatan dan memberikan sanksi yang membuat jera. Sistem hukum Islam mengandung efek jawabir dan jawazir. Jawabir (penebus dosa) adalah jika seseorang sudah menjalani hukuman di dunia maka dia tidak akan dihukum lagi di akhirat. Jawazir merupakan sebuah pelaksanaan hukuman atau sanksi pidana yang memiliki tujuan untuk menyadarkan pelaku agar memiliki rasa jera dan tidak mengulangi lagi kejahatannya, serta menjadi pembelajaran bagi orang lain agar tidak berani melakukan tindak kejahatan yang sama.
Sejatinya ketika hukum Islam diberlakukan akan memiliki tiga aspek, yaitu preventif (pencegahan), represif (sanksi), dan rehabilitasi (pembinaan). Ketiganya berlaku secara integral (saling berhubungan).
Upaya pencegahan (preventif) di dalam sistem Islam akan memberi rasa aman diantaranya: pertama, Islam membina individu beriman dan bertakwa dalam balutan akidah Islam. Hal ini menjadi bekal bagi setiap insan dalam beramal. Ia memiliki rasa takut kepada Allah Swt. Kedua, membina masyarakat agar terbiasa beramar makruf nahi munkar, sehingga terbentuk kehidupan islami yang khas. Ketiga, kepolisian berfungsi menjaga keamanan. Siap siaga berkeliling untuk mencegah tindak kriminal di sekitar masyarakat.
Keadilan hukum Islam secara konkrit dapat kita lihat dari kisah Usamah bin Zaid yang memohon keringanan hukuman seorang pencuri wanita yang akan dipotong tangan kepada Rasulullah. Rosul bersabda yang artinya “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong tangannya. (HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, negara memberi jaminan kebutuhan hidup yang layak dan memadai yang terangkum dalam kebijakan ekonomi Islam. kebijakan yang dapat mengatasi kemiskinan , pengangguran dan penyediaan lapangan kerja. Sehingga seseorang tidak akan mudah melakukan kejahatan dengan dalih memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika keempat langkah preventif belum mampu mencegah kejahatan maka dilakukan tindakan represif. Penegakan sanksi yang tegas dan ketat yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai penebus dosa dan memberi efek jera bagi pelakunya. Hukum pidana dalam Islam disebut dengan istilah jarimah. Sedangkan hukuman yang diberikan dibagi menjadi hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat.
Di dalam hudud, ada sanksi yang tegas dari Allah dalam Al Qur'an terhadap kasus-kasus tertentu. Misalnya jika pelaku membunuh korban, maka pelaku akan dikenai qisash (hukuman mati).
Itulah langkah-langkah yang yang diambil negara Islam dalam mensolusikan tindakan kriminal dan pelakunya. Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, keadilan dan rasa aman akan terwujud secara sempurna. Maka satu-satunya yang harus diperjuangkan saat ini adalah mengganti sistem kapitalis sekular dengan sistem Islam yang akan menerapkan aturan Islam secara keseluruhan.
Wallahua’lam bishawab
Post a Comment