Hardiknas Tak Cukup Seremonial

 

Oleh: Nurlaela Asuro S.Pd.

Aktivis Muslimah

 

Pagelaran Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang biasa diperingati setiap 2 Mei kali ini yang mengangkat tema "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar", disertai logo yang berbeda dari tahun sebelumnya makin semarak. Banyak sekali acara yang digelar sekolah mulai dari Tingkat PAUD, SD, SMP hingga perguruan tinggi. Acaranya pun beragam dari mulai upacara, pertunjukan seni, kebudayaan hingga konser musikal yang melibatkan musisi dan artis ternama.

 

Namun semaraknya acara Hardiknas tentunya tidak boleh hanya sekadar seremonial tanpa arti dan tanpa makna. Terlebih tahun ini tema yang diangkat terkait dengan program merdeka belajar dan diusulkan menjadi kurikulum merdeka yang diarahkan menjadi kurikulum Nasional (KurNas). Lantas apakah program maupun kurikulum tersebut sudah menjawab berbagai masalah pendidikan negeri ini?

 

Ada hal yang menarik, ternyata tak semua pihak setuju dengan kurikulum Merdeka, salah satu organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) misalnya. Bajik menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas. Mereka juga meminta agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan menyeluruh. Menurut Direktur Eksekutif Bajik Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki. Kurikulum Merdeka belum layak menjadi Kurikulum Resmi Nasional. Hal yang paling esensial yang harusnya ada dalam kurikulum resmi malah belum ada yakni kerangka kurikulumnya. Kurnas apa pun haruslah berdasarkan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual yang jelas (detik.com, 26/02/2023).

Jika dilihat, pendidikan adalah kebutuhan mendasar dalam sebuah masyarakat. Melalui pendidikan inilah masyarakat, dan peradaban dibangun serta kurikulum merupakan salah satu instrumen penting yang dapat membentuk corak pemikiran dan kepribadian suatu bangsa dan masyarakat. Kurikulum merdeka yang digadang-gadang mampu menjadi solusi atas karut marutnya kualitas pendidikan negeri ini  ternyata sangat sarat akan corak pemikiran liberal dan kapitalistik.

 

Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional 2024 dianggap masih belum memberi kejelasan sebagai kurikulum. Peserta didik diarahkan kepada kompetensi/daya saing atas sesuatu yang bersifat materi, namun melupakan aspek pembinaan agama/mental. Apalagi faktanya hari ini makin banyak problem di dunia pendidikan dalam semua aspek, baik guru maupun  siswa yang melakukan berbagai kemaksiatan dan kejahatan serta pelanggaran hukum.  Oleh karena itu,  Kurikulum Merdeka justru akan menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan, melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya, dan menjadikan generasi terjajah budaya Barat yang rusak dan merusak.

 

Padahal, pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan generasi masa depan. Dalam sistem Islam, pendidikan ditargetkan untuk terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver. Islam memiliki sistem pendidikan terbaik berbasis akidah Islam yang terbukti berhasil melahirkan generasi berkualitas, menjadi agen perubahan dan membangun peradaban yang mulia, dan untuk mewujudkannya negara memiliki tanggung jawab penuh untuk mewujudkannya.[]

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post