Dispensasi Nikah Semakin Banyak, Salahkah Perkawinan Anak?


Oleh: Kurnia

 

Dispensasi nikah semakin banyak, faktor utama karena hamil di luar nikah. Di Kalimantan Timur (Kaltim), misalnya daerah Bontang pada 2023 lalu mengalami peningkatan kasus mencapai 31 perkara.

 

Dalam rangka pencegahan perkawinan anak usia dini tersebut, Asisten Perekonomian dan Pembangunan kota Bontang, Lukman secara resmi membuka acara Advokasi Pergerakan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan Perkawinan Anak. Kegiatan digelar di Auditorium Taman 3 Dimensi Bontang, Kamis, 2 Mei 2024. Dalam sambutannya, Lukman mengatakan kegiatan advokasi dan sosialisasi ini sangat membantu dalam mengantisipasi dan mencegah perkawinan anak usia dini.


Dari advokasi tersebut sebenarnya secara tidak langsung, praktik perkawinan anak divonis salah. Seolah tingginya angka pernikahan dini adalah masalah yang berdiri sendiri dan terlepas dari problem pangkalnya, yakni liberalisme di bidang sosial, termasuk problem di bidang pendidikan.

 

 *Salahkan Kapitalisme Sekuler* 

 

Tingginya angka kehamilan tidak diinginkan atau secara faktual merupakan penyebab tingginya angka perzinaan remaja akibat pergaulan tidak syar’i inilah biang keroknya, bukan pernikahan dini. Kegagalan mengurai akar masalah dalam sosialisasi pencegahan pernikahan dini lebih mengedepankan tinjauan dampak negatif, seperti menyebabkan stunting, kanker serviks, perceraian, dan KDRT. Sebaliknya enggan memahami akar persoalan mengapa perkawinan anak terjadi.


Padahal perkawinan anak terjadi karena hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas yang berasal dari kehidupan liberal berakar kapitalis sekuler. Sekularisme tidak hanya melahirkan manusia yang tidak bermoral, tetapi juga kerusakan jasmani. Bagaimana tidak, gegara sekularisme remaja bergaul sangat bebas. 


Solusi yang ditawarkan oleh sistem sekularisme sangat jauh dari agama. Agar tidak hamil, maka dianjurkan menggunakan kondom atau tawaran menggugurkan kandungan. Bukannya menyelesaikan masalah, tetapi memunculkan masalah baru, baik bagi fisik maupun mental.


Orang tua, guru, dan masyarakat harusnya memahami ini. Tidak dengan mudah seharusnya memberikan pemakluman karena alasan penyaluran naluri puber remaja. Sungguh, ini juga merupakan cara pandang yang lahir dari sekularisme. Seolah, naluri seksual harus disalurkan, jika tidak dapat menimbulkan kematian.


Paham sekularisme membuka banyak pintu dan jalur mendekati zina. Belum lagi pornografi dan pornoaksi leluasa berseliweran via handphone. Media sosial dan dunia nyata seolah tidak berhenti menjajakan produk yang memicu munculnya rangsangan seksual.


 *Islam Cegah Hamil di Luar Nikah* 


Islam tidak melarang pernikahan dini. Artinya, berapa pun usia calon suami istri, tidak menghalangi sahnya pernikahan, bahkan usia belum balig sekalipun. Di dalam ilmu fikih, balig jika dikaitkan dengan ukuran usia adalah berkisar 15 tahun (laki-laki) dan 9 tahun (perempuan). Tidak tercapainya keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah bukan karena umur mereka yang masih dini, melainkan karena mereka tidak disiapkan secara matang untuk memasuki pernikahan.


Islam mencegah remaja dari hamil di luar nikah dengan aturan pergaulan dalam Islam. Pergaulan Islam tersebut sepaket dengan sistem lain yang tersimpul dalam Daulah Khilafah. Sistem pendidikan dalam Islam misalnya akan membentuk Syaksiyah Islamiyyah. Ortu, keluarga dan masyarakat dengan amar makruf nahi munkar serta negara merupakan pilar pencegah hamil di luar nikah.


Ada beberapa mekanisme dalam Islam sehingga remaja terhindar dari gaul bebas. Pertama, kurikulum di sekolah dan pendidikan keluarga harus mampu menyiapkan anak yang sudah baligh agar mampu menanggung taklif hukum yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satunya berkaitan dengan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan. Ajaran Islam mewajibkan menutup aurat, melarang khalwat, melarang komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar’i antara keduanya, juga mewajibkan untuk menundukkan pandangan, atau dengan kata lain melarang pacaran dan pergaulan bebas. 


Kedua, media seharusnya menjadi media edukasi bagi masyarakat. Artinya, media mendidik dan menjadikan masyarakat makin bertakwa, bukan malah sering mempertontonkan pornografi-pornoaksi yang menjadikan nafsu seks masyarakat makin membara, terlebih remaja yang memang masanya pubertas. Negara harus melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan hal-hal yang mendekati zina. Jika ada yang melanggar, harus mendapat sanksi yang menjerakan.


Ketiga, pemerintah wajib mengeluarkan aturan pergaulan dan haramnya zina, larangan mendekatinya, serta memberikan sanksi sesuai Islam. Bagi pezina yang belum menikah, wajib didera 100 kali cambuk dan boleh diasingkan selama setahun.


Dengan seperangkat aturan pergaulan tersebut Islam dapat menjaga interaksi laki-laki dan perempuan agar tidak mendekati zina. Supaya remaja, orang tua, guru, dan masyarakat muslim paham, maka kajian tentang interaksi atau pergaulan laki-laki dan perempuan ini haruslah berupa kajian intensif sehingga bisa dipahami lebih rinci fakta dan dalil-dalilnya. Dengan demikian, akan membuat siapa pun yang mengkaji menjadi bertambah kukuh keimanannya, lebih taat dan semakin takut akan azab Allah jika berinteraksi dengan lawan jenis tidak sesuai hukum Islam. Wallahu'alam...

Post a Comment

Previous Post Next Post