Oleh. Waryati
Seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), beberapa tokoh mengkhawatirkan Indonesia menjadi salah satu negara terdampak. Hal ini tentu sangat rasional, karena sebagian besar kebutuhan industri dalam negeri masih bergantung pada impor.
Artinya, pelemahan rupiah akan berpotensi membuat harga impor melonjak, termasuk bahan baku industri. Sehingga hal ini menambah biaya pokok produksi yang berimbas pada naiknya harga-harga di pasaran dan akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.
Konflik antara Israel-Iran serta sikap The Fed yang bertahan dengan suku bunga tinggi disebut punya andil besar dalam melemahnya rupiah.
Indonesia dan negara-negara lain yang menggunakan dolar sebagai mata uang dunia, mau tidak mau harus mengikuti instrumen The Fed sebagai konsekuensi dari ketergantungannya terhadap dolar. Kondisi ini terjadi karena saat ini dunia secara keseluruhan berada di bawah imperialisme AS.
Dampak dari pelemahan rupiah ini akan meluas serta dirasakan berbagai pihak, salah satunya bagi pengusaha makanan dan minuman yang masih mengandalkan pasokan bahan baku impor. Karena itu, melemahnya kurs rupiah membuat biaya produksi dan ongkos logistik para pengusaha makanan dan minuman melonjak.
Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengatakan, akibat serangan Iran ke Israel berpengaruh pada biaya logistik kita dan akan mempengaruhi harga pokok produksi ikut meninggi. (Kompas, 16/04/2024).
Kalau inflasi cukup besar, ini juga kemudian mendorong penurunan daya beli. Maka penting bagi pemerintah untuk menjaga daya beli karena lebih dari separuh ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga. Seperti disampaikan Teuku Riefky, peneliti Makroekonomi di LPEM Universitas Indonesia. (BBCnewsIndonesia, 21/04/2024).
Menyikapi kondisi ekonomi yang sekarang terjadi, seharusnya pihak pemerintah sesegera mungkin mengantisipasi dampak tersebut dengan cepat. Kalau kondisi ini dibiarkan lama dikhawatirkan perekonomian nasional akan terdampak lebih jauh.
Kondisi melemahnya rupiah akan terus berulang, selama negeri ini masih menerapkan sistem kapitalisme. Karena dalam kapitalisme sistem ekonominya berbasis pada ribawi dan flat money. Ini menjadi sebab pertumbuhan ekonomi bergerak lamban dan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Di samping itu, penggunaan flat money sebagai alat pembayaran yang sah sejatinya sangat rentan inflasi. Menyebabkan nilainya akan mengalami penurunan karena flat money tidak mengharuskan adanya cadangan fisik, seperti emas dan perak.
Sistem Islam dengan sistem ekonominya yang berbasis emas dan perak sejatinya lebih banyak memiliki keunggulan sehingga mampu menjaga perekenomian tetap stabil, aman dan jauh dari krisis. Mata uang emas dan perak bisa digunakan sebagai dasar untuk menilai suatu barang dan jasa. Kemudian peredaran emas dan perak tentunya beredar luas di masyarakat sehingga saat negara menerbitkan mata uang tersebut semua bisa mengakses dengan mudah.
Jika negara menggunakan mata uang emas bisa dipastikan negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi. Mengapa? Karena mata uang emas tidak akan bisa dipermainkan oleh negara lain dan nilai tukarnya cenderung stabil serta tidak terkalahkan oleh uang kertas manapun. Dengan begitu, penggunaan sistem mata uang emas lebih memberikan jaminan terhadap kekuatan ekonomi suatu negara, serta memberikan jaminan ekonomi rakyat berjalan stabil. Sehingga kehidupan masyarakat tidak dihantui oleh krisis ekonomi, resesi, atau pelemahan nilai mata uang.
Wallahu a'lam bishawwab.
Post a Comment