Cara Islam Menjaga Kesehatan Mental Keluarga Muslim


Oleh; Naimatul-Jannah, 
Aktivis Muslimah Asal Lesokombo-Jember



Baru-baru ini viral dimedia sosial seorang suami, Tarsum (50) tega bunuh dan mutilasi istrinya sendiri, Yanti (44) di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Peristiwa itu menggemparkan warga setempat, dikarenakan Tarsum dengan teganya memutilasi jasad Yanti menjadi empat bagian. Bahkan, pelaku mengumpulkan jasad istrinya di sebuah wadah lalu disimpan di depan pos ronda kampung setempat. Usai mutilasi istrinya, pelaku hendak bunuh diri namun berhasil digagalkan warga. Tentunya, beberapa masyarakat menilai ada faktor yang membuatnya membunuh Yanti.


Ternyata yang menjadi  penyebab suami mutilasi istri di Ciamis karena anaknya punya utang judi online Rp150 juta.Sebelumnya, Ketua RT Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Yoyo Tarya menceritakan kronologis seorang suami di lingkungannya yang tega memutilasi istrinya sendiri. la menceritakan Jumat (3/5/2024) pagi, Tarsum membuat heboh karena membawa daging istrinya dalam sebuah baskom dan dibawa ke pos ronda setempat sambil ditawarkan kepada warga.(Tribunnews.com)



Sedangkan didaerah lain juga ada seorang suami di Minahasa Selatan (Minsel) berinisial RL alias Refrain (RL), tega menganiaya istrinya sendiri Rohinda Tompunu (24) dengan menggunakan senjata tajam jenis parang. Akibatnya korban tewas setelah menerima luka potong di bagian kepala dan jari. Tak hanya istri, pelaku RL juga menganiaya mertua laki-lakinya bernama Jerry Tompunu (48). Kini Jerry harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit secara intensif. Adapun kejadian ini terjadi di Desa Temboan, Kecamatan Maesaan, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Jumat (3/5) sekitar pukul 04.30 Wita.



Mendiagnosis Sistem Sosial



Rasanya sulit untuk menafikan realitas sosial yang mengindikasikan bahwa individu dan masyarakat hari ini sedang “sakit”. Kasus mutilasi suami terhadap istri seakan menjadi tren kehidupan hari ini tentu ada pemicunya. Alhasil, kita tidak sekadar mencukupkan diagnosis pada latar belakang kasus. Harus ada upaya membangun sudut pandang dan mencari akar masalah dari realitas ini.


Kondisi hidup hari ini sangat kompleks. Untuk itu, mencari benang merah atas kekusutan hidup hari ini menuntut kita untuk mampu mengurainya. Diagnosis sakitnya masyarakat sekarang sesungguhnya dapat dimulai dari sistem kehidupan, hingga pemahaman personal mengenai makna kehidupan itu sendiri. Secara personal, seseorang tentu akan membangun imunitas individual dalam menjalani hidup. Onak dan duri kehidupan membutuhkan kekuatan sudut pandang dalam menjalani terjalnya kehidupan. 


Di bawah sistem sekuler kapitalisme, standar pencapaian hidup melulu tentang materi. Standar ini ditopang dalam bisnis kapitalistik hingga masyarakat sulit membedakan mana kebutuhan dan keinginan. Masyarakat yang terlanjur meletakkan standar kebahagiaan pada materi pun akhirnya memaknai hidup atas asas keberlimpahan materi. 


Di sisi lain, kian tereduksinya peran negara dalam mengurus rakyatnya membuat siapa pun harus berjibaku untuk bertahan hidup. Secara langsung, sistem kapitalisme telah memproduksi berbagai masalah hidup bagi masyarakat. Sistem ekonomi liberal menjadi monster yang menghasilkan kebijakan yang menyulitkan kondisi ekonomi masyarakat. 


Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya menyerah menjalani kegetiran hidup. Di sisi lain, sistem sosial yang kental dengan aroma individualis, membuat hubungan sosial masyarakat gersang, jauh dari atmosfer keimanan. Berbagi keresahan hanyalah obat penenang untuk menjaga kesehatan mental keluarga. Sayangnya, daya tahan masing-masing individu berbeda-beda. 


Atas dasar ini, solusi tuntas sesungguhnya merupakan linieritas antara pemahaman individu dan sistem yang melingkupi kehidupan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mengikis pemahaman agama pada batasan seruan moral semata. Sementara itu, dalam tataran kenegaraan, negara mencukupkan perannya sebatas regulator, sedangkan aktor utama dalam memenuhi kebutuhan rakyat adalah kaum kapitalis yang tentu saja sarat dengan nuansa untung rugi. 



Cara Islam Menjaga Kesehatan Mental Keluarga Muslim


 Øªَاجٌ عَÙ„َÙ‰ رُؤُÙˆْسِ الْØ£َصِØ­َّاءِ لاَ ÙŠَرَاهَا Ø¥ِلاَّ الْÙ…َرْضَÙ‰ الصِّØ­َّØ©ُ

“Kesehatan adalah mahkota yang dipakai orang sehat, tetapi hanya bisa dilihat oleh si sakit.”

Sebuah ungkapan yang menggambarkan bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, sehingga diumpamakan sebagai mahkota. Hanya saja kita sering kali lupa dan hanya ingat ketika kita terkena gangguan kesehatan, walaupun hanya flu ringan, misalnya. Namun, ketika kita sehat seolah kita melupakannya.

Benarlah apa yang disampaikan Rasulullah saw. bahwa ada dua nikmat yang manusia sering terlena, salah satunya adalah berkaitan dengan kesehatan. Padahal, kesehatan adalah aset yang mahal dalam hidup kita. Satu hal lagi, terkadang kita hanya memperhatikan kesehatan fisik semata, padahal kesehatan mental juga merupakan bagian penting yang mesti dijaga oleh setiap keluarga muslim. Keadaan mental yang buruk sering menyulitkan kita untuk beraktivitas dengan normal.


Sesungguhnya Rasulullah saw. dalam hadis-hadisnya telah memerintahkan keluarga muslim untuk selalu menjaga kesehatan mental, yaitu menjaga kesehatan pikiran, perasaan, serta kecenderungan-kecenderungannya agar sesuai dengan ajaran Islam. Ini semua akan mendukung pula terhadap kesehatan seluruh jasad.

Beliau bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR Muttafaq ‘alayhi)

Apa yang bisa dilakukan keluarga muslim untuk menjaga kesehatan mental di tengah ideologi rusak dan merusak saat ini? Banyak hal yang harus kita lakukan, di antaranya:


1. Senantiasa mengukuhkan iman.


Iman bukanlah sekadar percaya bahwa Allah itu ada dan Maha Pencipta, tetapi meyakini bahwa Allah adalah Maha Pengatur sekaligus Maha Penolong, Maha Pemberi rezeki, Mahaperkasa, Maha Penyembuh, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Allah senantiasa menolong dan memberikan jalan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan tidak akan pernah menzalimi mereka. Keimanan dan keyakinan semacam ini yang akan menjadikan keluarga muslim senantiasa optimis dalam kehidupan, punya harapan besar, bersabar dalam menghadapi musibah dan rintangan serta tak mudah menyerah kepada keadaan. Terus berupaya dan berusaha keras ketika menghadapi berbagai rintangan, yakin bahwa Allah akan selalu bersamanya, menolongnya, serta memberikan jalan keluar terbaik ketika menghadapi masalah apa pun.


2. Selalu bersyukur atas segala nikmat.


Sesungguhnya setiap muslim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk selalu bersyukur sekaligus diwanti-wanti agar jangan sampai kita tergolong ke dalam firman Allah yang artinya, “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (berterima kasih).” (QS Saba’:13)


3. Senantisa mengingat Allah.


Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa orang yang senantiasa mengingat Allah, maka hatinya akan tenang dan tenteram. Firman Allah yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS ar-Rad: 28)


4. Mempemperbanyak amalan sunah.


Keluarga muslim hendaknya selalu meningkatkan takarub kepada Allah, di antaranya dengan memperbanyak amalan sunah dan amal kebaikan lainnya. Lebih baik lagi jika dilakukan bersama dengan anggota keluarga lainnya. 


5. Bergaul dan berkumpul dengan orang-orang saleh.


Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar pertemanan yang baik berpengaruh baik pada kesehatan mental maupun fisik seseorang. Sebaliknya, pertemanan yang buruk berpengaruh buruk pula pada kondisi mental dan fisik.

Dalam Islam, seorang muslim diperintahkan untuk menjaga pertemanan dengan baik, tentu saja bukan dengan sembarang orang. Bukan juga sembarang pertemanan yang bisa membuat tertawa, tetapi pertemanan yang menguatkan ketakwaan.



Ketakwaan Individu Membutuhkan Dukungan Sistem



Aspek ketakwaan individu di atas sesungguhnya akan sulit berjalan secara ideal ketika sistemnya masih toksik. Individu pada dasarnya bisa membentuk imunitas diri dengan menguatkan keimanan kepada Allah. Dalam Islam, beribadah sendiri merupakan sumber ketenangan hati. Salat, zikir, dan berdoa, sejatinya adalah sumber ketenteraman bagi seorang muslim.


Hanya saja, Islam bukanlah agama yang sebatas mengatur ibadah ritual. Lebih dari itu, Islam adalah sebuah sistem hidup. Islam juga bukan sekadar “obat penenang” bagi individu per individu. Islam adalah sistem yang bertujuan menciptakan atmosfer bermasyarakat dan bernegara yang sehat.


Dalam Islam, salah satu tujuan penerapan syariat adalah mewujudkan pemeliharaan atas jiwa. Jika hari ini masalah kesehatan jiwa banyak kita temui, sesungguhnya ini tidak lepas dari paradigma sistemis. Dalam Islam, negara berperan dalam menciptakan atmosfer yang sehat bagi seluruh warga. Mulai dari sistem sosial, ekonomi, politik, dll. berdasarkan lensa syariat.


Dukungan sistem ekonomi Islam, misalnya, aspek ekonomi menjadi variabel penting bagi sebuah keluarga. Saat ini, salah satu pemicu masalah kesehatan mental dalam rumah tangga, ya ekonomi.


Untuk memutus problem ini, sudah selayaknya negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara optimal. Negara berkewajiban membuka lapangan kerja bagi para wali agar mampu menafkahi tanggungannya. Sementara itu, kaum ibu bisa fokus mengasuh dan mendidik anak tanpa beban ganda seperti saat ini.


Dari aspek sosial, negara memahami betul kontribusi yang bisa diberikan keluarga bagi keberlangsungan peradaban. Sebagai institusi terkecil dalam kehidupan bernegara, keluarga berperan menjadi sekolah pertama bagi generasi. Aspek politis keluarga ini membutuhkan ilmu dan ketangguhan pasangan suami dan istri dalam mendidik anak-anak mereka.


Oleh karena itu, negara bertugas menyiapkan sosok pemuda/pemudi yang siap memasuki jenjang pernikahan dengan ilmu. Ilmu mengenai rumah tangga juga ilmu umum yang mendukung kekalnya institusi tersebut. Dari sosok-sosok inilah, kelak akan lahir generasi sehat dan mewarisi ketangguhan orang tua mereka.


Dengan demikian, problem kesehatan mental keluarga sesungguhnya bukan masalah individu semata. Selain upaya membentuk imunitas individu dengan mengukuhkan keimanan, negara pun berperan besar dalam mencegah dan memutus mata rantai problem kesehatan mental pada keluarga secara mendasar.


 Wallahualam Bissowab

Post a Comment

Previous Post Next Post