Buruh Sejahtera dalam Kapitalisme, Mimpi!

Oleh Neneng Sriwidianti

Pengasuh Majelis Taklim


Hari Buruh Internasional atau May Day diperingati setiap tanggal 1Mei. Mirisnya, sejak awal diperingati hingga detik ini, buruh di berbagai pelosok dunia masih berkubang dengan sejumlah problematika kesejahteraan. Indonesia pada peringatan hari buruh ini mengambil tema "Social Justice and Decent Work for All". Peringatan ini terjadi di tengah berbagai problem buruh, mulai dari upah rendah, kerja tidak layak, hingga maraknya PHK, dan sempitnya lapangan pekerjaan.


Sebuah survei tentang buruh di Indonesia menuliskan, bahwa 68 % perusahaan di Indonesia menyetop perekrutan karyawan baru pada 2023 karena khawatir terjadi PHK. Dari 69% itu, 67% di antaranya adalah perusahaan besar. Industri perhotelan, perbankan, farmasi adalah tiga sektor yang terbanyak membekukan perekrutan pekerja. Hasil laporan juga mengungkapkan bahwa 23% perusahaan di Indonesia melakukan PHK pada tahun lalu, sedangkan rata-rata global sebesar 32%. (CNN Indonesia.com, 24/4/2024)


Persoalan buruh akan terus ada selama negeri ini, umumnya dunia masih menerapkan sistem kapitalisme yang menganggap buruh sebagai faktor produksi. Dengan anggapan inilah,  spirit perusahaan adalah menekan sekecil mungkin biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Ditambah lagi, tidak ada jaminan dari negara karena negara hanya berperan sebagai regulator antara perusahaan dan buruh, itu juga jika terjadi konflik terkait upah dan yang lainnya.


Alhasil, kesejahteraan buruh tergantung pada perusahaan. Dengan tujuan untuk meminimalkan biaya, perusahaan pun asal-asalan dalam memberikan kesejahteraan pada buruh. Akibatnya, banyak kasus perusahaan tidak memberikan hak buruh, memberi upah tidak mengacu pada UMR, tidak memberi THR, malah memberi PHK kepada pegawai, dan lainnya.


Akibatnya, buruh pun tak berdaya. Jika bekerja, upah tidak menyejahterakan, padahal beban kerja amat berat. Jika keluar dari pekerjaan sulit mencari pekerjaan lain karena gelombang PHK menerpa dengan dahsyat. Bak makan buah simalakama. Maka, berharap buruh sejahtera dalam sistem kapitalisme hanyalah mimpi.


Berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa buruh adalah bagian dari rakyat yang harus diurusi oleh negara. Pandangan ini berbeda jauh dengan kapitalisme yang berlepas tangan terhadap kesejahteraan buruh. Dalam sistem Islam, seorang khalifah bertanggung jawab penuh untuk kesejahteraan tiap-tiap warga negara, termasuk para buruh.


Rasulullah saw. bersabda terkait tugas seorang pemimpin rakyat, "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR Bukhari)


Dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Syekh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan bahwa politik ekonomi dalam Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan utama pada tiap individu secara sempurna. Negara juga akan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuan. Kemudahan akan dirasakan oleh seluruh warga negara, karena kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan termasuk keamanan sudah dijamin oleh negara.


Demikianlah, tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya ada di pundak negara bukan perusahaan. Negara akan berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya tanpa kecuali sehingga rakyat merasakan kesejahteraan. Negara juga akan memastikan rakyatnya tidak ada yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.


Negara dalam Islam juga akan memperhatikan hubungan buruh dan pengusaha agar terwujud  akad yang jelas dan syar'i terkait deskripsi pekerjaan, jam kerja, upah, fasilitas, keselamatan kerja dan lain-lain sehingga keduanya sama-sama rida. Ketika ada perbedaan perselisihan tentang upah, maka negara akan memanggil para ahli di dalam menyelesaikannya, sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya.


Oleh karena itu, hanya dalam negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah, kesejahteraan buruh akan terealisasi. Buruh senang karena mendapatkan upah yang  makruf, perusahaan juga senang karena mendapatkan manfaat dari karyawan. Negara yang bisa mewujudkannya hanya Daulah Khilafah Islam, sistem pemerintahan yang pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. dan para khalifah sesudahnya selama 14 abad.


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post