Oleh: Qoulan Sadida
(Aktivis Muslimah)
Di tengah gemerlapnya lampu kota yang tak pernah padam, tersembunyi kisah pilu para pejuang tanpa jubah kehormatan; para honorer dan perangkat desa yang setia mengabdi tanpa lelah. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang kesehariannya berjuang demi roda pemerintahan yang terus berputar, namun ketika tiba saatnya penghargaan harus diberikan, mereka hanya bisa menatap iri pada lembaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang tak kunjung hadir di tangan mereka.
Sebuah ironi, bukan? Di satu sisi, negara ini berdiri megah dengan APBN triliunan rupiah yang tercurah untuk THR Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara di sisi lain, ada luka yang terus menganga pada hati para honorer dan perangkat desa yang tak mendapat bagian dari kue pesta tersebut. Mereka yang sama-sama mengabdi, namun tak sama rasa penghargaannya.
Kebijakan ini adalah cerminan dari sistem yang berat sebelah, sebuah kezaliman yang terbungkus rapi dalam eufemisme 'kebijakan'. Bagaimana mungkin, sumber dana yang berasal dari keringat rakyat, hanya dinikmati oleh segelintir orang? Apakah ini bukan bentuk dari kapitalisme yang memilih kasih, yang hanya mengenal kata 'cukup' untuk para pejabat dan ASN?
Dalam bayang-bayang sistem ekonomi yang serakah, terlupakan sudah ajaran Islam yang menetapkan jaminan negara adalah hak atas semua pegawai. Di mana setiap individu yang mengabdi kepada negara, layak mendapatkan akses atas jaminan kesejahteraan dari negara. Khilafah Islam, dengan berbagai sumber pemasukan negaranya, telah menunjukkan bahwa hal itu bukanlah utopia, melainkan sebuah kenyataan yang dapat diwujudkan.
Ketidakadilan THR ini bukan hanya soal angka dan nominal, melainkan soal prinsip dan nilai. Ini adalah tentang bagaimana negara memperlakukan rakyatnya, tentang bagaimana sebuah negara menghargai setiap tetes keringat yang jatuh demi kemajuan bersama. Ketika negara gagal memberikan jaminan kesejahteraan yang merata, maka sudah saatnya kita bertanya: untuk siapakah negara ini berdiri?
Mari kita renungkan bersama, apakah kita akan terus membiarkan ketidakadilan ini berlanjut, atau kita akan bersama-sama membangun sistem yang lebih adil dan berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat, termasuk para pegawai yang telah mengabdikan dirinya untuk negeri ini. Karena pada akhirnya, keadilan adalah fondasi yang akan membuat negeri ini benar-benar kaya, bukan hanya dari sumber daya alamnya, tetapi juga dari kesejahteraan rakyatnya.
Post a Comment