(Pegiat literasi)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta dengan tegas agar Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dapat dengan segera memblokir gim online yang mengandung kekerasan dan seksualitas. (Katadata, 12/april/2024)
Bagaimana tidak, Pasalnya gim seperti itu bisa berdampak buruk pada anak terutama dengan gim yang bergenre battle royale seperti Free Fire yang sangat ini sedang populer. Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan, siap memblokir atau men-takedown gim-gim online tersebut jika terbukti bermuatan kekerasan serta pornografi.
Menurut Komisioner KPAI Kawiyan, baru baru ini mengatakan. “Sudah seharusnya pemerintah dalam hal ini Kominfo bertindak cepat, keluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak menggunakan gim online, terutama gim online yang menjurus kekerasan dan seksualitas,”
Kawiyan menemukan, sudah terlalu banyak kasus yang terjadi, dan hal tersebut merupakan dampak dari gim online ke anak. Mulai dari kasus pornografi anak di Soetta yang dalam perkembangannya juga disangkakan sebagai kejahatan perdagangan orang. Menurut pandangannya, hal ini berawal dari komunitas gim online seperti Free Fire dan Mobile Legends. “Selain kasus di Soetta, ada juga kasus anak yang tega membunuh orang tuanya, akibat dari gim online. Serta, masih banyak lagi kasus-kasus kriminal yang merupakan dampak dari gim online,” tambahnya.
Kawiyan juga meminta, Kominfo agar segera mengeluarkan aturan, apakah itu dengan memblokir gim online yang mengandung kekerasan dan seksualitas atau membatasi penggunaannya.
Dalam masalah ini, pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang peta jalan perlindungan anak pada ranah daring. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk melindungi anak dari konten maupun game online yang dapat berpengaruh buruk pada tumbuh kembang anak.
Menjelaskan Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar, bahwa Perpres tersebut akan memetakan tiga strategi jangka pendek juga menengah untuk memperkuat kebijakan partisipasi multipihak, termasuk anak dan penanganan kasus eksploitasi serta kekerasan terhadap anak pada ranah daring.
“Selain itu, pemerintah juga tengah mempersiapkan rancangan Peraturan Presiden tentang tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik,” kata Nahar saat dihubungi, Minggu (14/4)
Sayangnya, nahar juga memandang bahwa terdapat pula dampak positif dari game online kekerasan, seperti "meningkatkan keterampilan sosial dan kognitif, meningkatkan kemampuan multitasking, dan meningkatkan kreativitas,” ucapnya.
Lebih lanjut, Budi Arie menyatakan Kementerian Kominfo telah mengatur klasifikasi gim melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2 Tahun 2024. Dalam peraturan tersebut menyatakan, bahwa setiap produsen gim memiliki kewajiban untuk memberikan label serta peringatan usia.
Berdasarkan peraturan tersebut, Menteri Budi menekankan pentingnya pendampingan orang tua untuk kategori kelompok usia 3 tahun, 7 tahun, serta kategori kelompok usia 13 dan 15 tahun.
“Orang tua diwajibkan untuk membimbing anaknya. Ya, orang tua juga tanggung jawab lah, begitu di-rating 13 tahun ke atas atau 17 tahun ke atas, kan mestinya orang tuanya jaga-jaga,” tegasnya.
Untuk mempermudah pengawasan, Menkominfo menyarankan orang tua untuk memanfaatkan mode anak (kids mode), yang pada saat ini telah banyak disediakan produsen gawai dan pengembang gim. Apabila mode tersebut diaktifkan di sebuah gadget, akses ke konten-konten yang disediakan merupakan konten yang ramah anak. "Tugas kita bersama kan. Begitu pakai kids mode, supaya melindungi anak-anak khususnya dari beragam gim yang berbau kekerasan dan pornografi," tambahnya. (Media Indonesia, 14/4/2024)
Sudah menjadi rahasia bersama bahwa gim online membahayakan generasi. Maka sesungguhnya pemberantasan gim online membutuhkan keseriusan negara. Bukan berpikiran ambigu, setuju berbahaya namun merasa ada dampak baiknya juga. Ini bukti adanya ketidakmampuan negara membuat aturan seiring dengan perkembangan internet. Sehingga aturannya tumpang tindih, tambal sulam namun tidak memperbaiki keadaan sama sekali.
Maraknya gim online, justru menunjukan adanya kesalahan dalam memanfaatkan digitalisasi. Berbeda dengan Islam yang menetapkan pemanfaatan teknologi untuk kebaikan umat, dan mendekatkan umat pada kemudahan menjalankan hukum syariat.
Dalam islam, setiap anak wajib sejak dini mempelajari dan memahami akidahnya, dilanjutkan dengan adab serta ilmu syariah; tujuanya agar mampu membedakan mana aktivitas yang wajib dilakukan dan mendatangkan ridha penciptanya, mana yg sunnah, mana yang makruh, mana yg mubah, serta mana yang statusnya justru haram untuk dilakukan. Dengan begitu, tidak heran ketika pun teknologi berkembang dengan pesat, faktor iman akan menjadi benteng pertahanan paling kuat agar bisa dimanfaatkan dalam kebaikan, bukan malah disibukan untuk hal mubah, yang justru pada kenyataannya menjerumuskan pada kemaksiatan serta kedzaliman.
Khilafah (sebagai negara yang menerapkan sistem aturan islam) dalam pelaksanaanya akan mendukung penuh pembentukan kepribadian islam generasi, sehingga output sistem pendidikan islam membentuk pelajar yang bersyaksiyah islam dan mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak sesuai hukum syara.
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Wallahu alam bishawab
Post a Comment