”Pupuk bersubsidi hanya dapat ditebus pada kios-kios resmi yang telah ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat dan petani yang menebus telah sesuai dengan kriteria yang diatur oleh Permentan Nomor 10 Tahun 2022,” ujar GM Wilayah 2 Pupuk Indonesia Roh Eddy Andri Wismono di Jakarta (Antara News, 24 April).
Peraturan pembatasan tersebut memang bertujuan agar tepat sasaran disebabkan minimnya stok pupuk. Bahan baku terbatas menjadi alasan untuk impor. Pada akhirnya, menjadi peluang mafia pupuk untuk bermain. Petani kesulitan untuk memperoleh pupuk, pasalnya didalam aturan tersebut pupuk subsidi hanya ditujukan untuk komoditas tertentu.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, asasnya menggunakan untung rugi dan pemisahan antara agama dengan aturan. Hal ini berdampak pada berbagai aturan, termasuk dalam sektor pertanian. Makin kesini, pertanian makin kurang perhatian. Sementara kita ketahui, pertanian seharusnya menjadi tombak utama ketahanan pangan dalam negeri. Semakin sering import, semakin membuat negara bergantung dengan negara lain.
Atas dasar hal itu, sangatlah penting memperhatikan kebutuhan para petani. Sebagaimana yang dikonsepkan dalam Islam yakni menjamin usaha yang dilakukan oleh semua rakyatnya, termasuk petani. Petani adalah pelaku usaha yang sangat dibutuhkan negara. Oleh karena itu negara wajib memperhatikan segala yang dibutuhkan oleh petani dengan membantu petani yang kesulitan modal dan sarana produksi seperti pupuk. Tidak membiarkan para petani kesulitan berjuang menanggung beban produksi yang kian tinggi. Hal ini dicontohkan oleh Khalifah, pemimpin dalam sistem khilafah. Seperti perilaku Khalifah Umar bin Khaththab yang memberi benih pada seorang pria untuk kemudian ia tanam.
Islam juga akan leluasa melakukan revolusi di bidang pertanian agar kedepannya pertanian efektif dan efisien menggunakan teknologi tercanggih. Dengan demikian, hasil pertanian akan melesat sehingga bisa memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Rakyat cukup, kriminalitas akan minim.
Selain itu, negara harus memperhatikan rantai distribusi. Dalam sistem Khilafah. Ada yang namanya Kadi Hisbah, dimana Kadi Hisbah bertugas untuk memantau kondisi pasar agar jangan sampai ada praktik curang, penimbunan, dan berbagai tindakan lainnya yang dapat merugikan banyak pihak.
Menjadi pertanyaan selanjutnya, darimana dana untuk menopang itu semua? Islam dengan aturannya memiliki berbagai ketetapan sumber pemasukan negara. Negara akan mengelola sumber kepemilikan umum, yang mana hasilnya akan dimasukkan dalam lembaga keuangan yang bernama baitul mal. Dari baitul mal, hasil kekayaan negara akan dialokasikan sesuai dengan peruntukkannya, salah satunya untuk menopang kebutuhan petani.
Kekayaan milik umum tidak akan dibiarkan dikuasai oleh individu korporat. Sesuai sabda Rasulullah dalam hadist riwayat Ibnu Majah, bahwasanya kaum Muslim berserikat dalam air, padang rumput dan api. Belum lagi, dari sumber kekayaan yang lain, seperti pada masa kekhilafahan Harun Al Rasyid, sumber pemasukan terbesar dari Kharaj (semacam pajak dari hasil bumi di wilayah penaklukan). Hanya dari hasil kharaj, Khalifah mampu menggaji para hakim dan pejabat dengan nilai yang besar.
Inilah gambaran negara mandiri. Tidak bergantung dengan negara lain membuat negara berjalan tanpa tekanan dari pemilik modal. Fokusnya pada kebutuhan rakyat pun menjadi maksimal. Walhasil, negara akan minim atau bahkan tidak akan butuh aktivitas impor karena mampu menopang segala kebutuhan dalam negeri.
Tentu saja, hal itu semua dapat diwujudkan saat negara menerapkan aturan Islam. Dipimpin oleh Khalifah yang takut akan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pemimpin yang tidak ada unsur kepentingan apapun, fokusnya hanya mencari ridho Allah dan menjadikan masyarakat bertakwa kepada Allah. Mencetak generasi-generasi yang bermanfaat untuk ummat dan agama, bukan sekedar menjadi pekerja yang materialistis dan lupa status sebagai seorang hamba. Wallahualam bish shawwab.
Post a Comment