Remisi Idul Fitri, Efek Jera Hanya Ilusi

 


Oleh Tutik Haryanti 

Aktivis Muslimah 


Hari Raya Idul Fitri menjadi momen keberuntungan bagi narapidana dan para tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) seluruh Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan remisi pada sejumlah narapidana, tahanan dan anak-anak binaan yang telah menunjukkan perilaku yang baik.


Salah satunya di Lapas Jawa Barat, yang memberikan remisi sebanyak 16.336 narapidana. Remisi tersebut terbagi menjadi dua, yaitu remisi khusus l (RK I) dengan kriteria pengurangan masa tahanan 15 hari-2 bulan, yang berjumlah 16.208 napi. Kemudian remisi khusus II (RK II) yakni dengan kriteria langsung bebas di hari lebaran, yakni sebanyak 128 napi. Ditambah lagi sebanyak 98 anak binaan, yang mendapatkan pengurangan masa pidana (PMP). (media online CNN Indonesia, 10/04/2024) 


Tak terkecuali remisi bagi para koruptor, diantaranya mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto di Lapas Sukamiskin Bandung. Setya Novanto divonis penjara 15 tahun, denda sebesar 500 juta rupiah. Terkait kasus korupsi E-KTP, yang merugikan negara sebesar 7,3 juta dolar AS. Ini belum termasuk dalam bentuk barang mewah miliknya. Ia mendapatkan remisi satu bulan di Hari Raya Idulfitri 1445 H, sama seperti remisi di tahun sebelumnya. (media online Tempo.co, 12/04/2024)


Alasan Obral Remisi 


Obral remisi oleh Kemenkumham, bukan saja diberikan saat Hari Raya Idul Fitri. Tetapi saat hari raya keagamaan lain, bagi agama dari masing-masing napi, dan juga saat HUT RI.


Menurut keterangan dari Kemenkumham Sulawesi Selatan Liberti Sitinjak, pemberian remisi sebagai wujud nyata dari sikap negara dalam mengapresiasi warga binaan dan anak binaan yang senantiasa berbuat baik, memperbaiki diri dan kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna. (media online Tirto.id, 11/04/2024)


Tentu negara memiliki harapan besar melalui pemberian remisi tersebut, agar mantan para napi dapat hidup menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Namun, benarkah harapan tersebut dapat terwujud saat ini? Bagaimana remisi bagi pelaku kejahatan dan sanksi hukumnya dalam pandangan Islam?


Merebaknya Kejahatan 


Makin hari kejahatan yang terjadi di negeri ini, kian tak terkendali. Setiap daerah tak luput dari merebaknya tindak kriminalitas. Seperti pencurian, perampokan, tindak perdagangan orang, pelecehan dan kekerasan seksual, tawuran dikalangan pelajar, pembunuhan hingga mutilasi, dan masih banyak kejahatan lainnya.


Kriminalitas yang makin marak tersebut, dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat yang kian sulit, yang jauh dari kata sejahtera. Dengan terbukti, tingginya pengangguran, minimnya lapangan pekerjaan, serta lemahnya keimanan, menjadi faktor pemicu meningkatnya kejahatan. Sedangkan negara berlepas diri dari tanggung jawabnya dalam menyejahterakan rakyatnya. Maka tak heran bila diantara mereka bertindak kejahatan hanya demi sesuap nasi.


Disisi lain, kejahatan justru dilakukan para pejabat tinggi negara, seperti halnya tindak korupsi yang dilakukan Setya Novanto dan pejabat tinggi lainnya. Baik pejabat daerah sampai di tingkat pusat. Seakan korupsi menjadi ajang bergengsi para pejabat tinggi, untuk memperkaya diri. Padahal, uang rakyat yang mereka embat. Pun kongkalikong para pejabat dan pengusaha membuat negara kian merugi. Akhirnya, rakyatlah yang menjadi korban kerakusan para tikus berdasi.


Hukum Tak Berarti


Kejahatan demi kejahatan yang makin marak, tak lain dari pengaruh minimnya ketegasan hukum di negeri ini. Hukum di negeri pengusung kapitalisme seperti negeri ini, cenderung tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Kapitalisme yang berlandaskan manfaat, juga telah melemahkan keadilan. 


Inilah akibat dari hukum yang dapat diperjualbelikan layaknya dagangan. Aturan hukum yang dibuat manusia, akan menguntungkan kalangan berduit, tidak untuk rakyat yang ekonominya sulit. Padahal, sudah jelas disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 44 yang artinya,


"Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir."


Demikian pula dijelaskan oleh hadis Rasulullah saw. yang disampaikan melalui Ibnu Abbas,


من جحد ما أنزل الله؛ فقد كفر، ومن أقر به ولم يحكم؛ فهو ظالم فاسق


Barang siapa yang ingkar terhadap hukum yang telah Allah turunkan, dia telah kufur. Dan barang siapa menetapkan hukum Allah tetapi dia tidak berhukum dengannya, dia zalim fasik. (At-Thabari dalam al Jaami' al Bayan)


Maka, sangat wajar bila keadilan hukum di sistem kapitalis hanyalah isapan jempol belaka. Sebab yang diterapkan hukum buatan manusia.


Hukuman bagi pelaku kejahatan juga tidak memberikan efek jera. Berbagai cara dilakukan bagi mereka yang berduit, untuk mendapatkan keringanan hukuman, atau bahkan terbebas dari segala hukuman. Seperti halnya pemberian remisi kepada pelaku kejahatan. Tidaklah menjamin saat keluar penjara, mereka menjadi lebih baik. Bisa jadi mereka akan mengulang kejahatan serupa, bahkan bisa lebih parah lagi.


Hal ini juga disebabkan oleh sekularisme yang menjauhkan manusia dari agamanya. Agama hanya sebatas perihal ibadah rutinitas saja. Tetapi tidak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga moral masyarakat jauh dari keimanan. Mereka berbuat sekehendak hati, tanpa mengikuti aturan dan perintah Illahi Rabbi.


Beginilah, bila negara tidak menerapkan hukum Allah Swt. Kerusakan moral makin parah, kejahatan terus bertambah. Yang ada hanyalah kezaliman, sedangkan keadilan dan kesejahteraan hanya sebatas mimpi. Ini bukti bahwa hukum buatan manusia tak pernah berarti.


Hanya Islam Mampu Memberi Efek Jera


Islam hadir sebagai agama dan ideologi yang sangat sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk dalam mengatur hukum sanksi bagi pelaku kejahatan. Setiap sanksi akan merujuk pada hukum Islam. Sebab hukum Islam memiliki keunggulan yakni, berasaskan wahyu ilahi, komprehensif dan memenuhi tuntunan hidup manusia, lebih memihak kepentingan kolektif, relevan dan bisa diterapkan sepanjang zaman.


Hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Adapun hukuman sesuai nashnya terdiri dari hudud, qishas, jinayah dan kafarah. Contohnya, seperti mencuri hadnya (sanksi) potong tangan, berzina hadnya dirajam, membunuh hadnya dibunuh dan yang lainnya. Allah Swt. menetapkan bahwa sanksi Islam tersebut akan memberikan efek jera. Yakni, pertama bersifat zawajir (pencegah) artinya mencegah manusia dari tindakan kriminal. Yang kedua bersifat jawabir (penebus), artinya menjadi penebus dosa, bebas dari azab Allah Ta'ala di hari kiamat.


Hukum Islam ini hanya dapat diterapkan oleh khalifah ketika menerapkan syariat Islam secara kafah. Sehingga hukum Islam yang praktis, tidak berbelit-belit, dan memberikan efek jera dapat diwujudkan. Inilah konsep hukum Islam yang tiada bandingannya, mampu meminimalisir segala bentuk kejahatan.


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post