Oleh; Naimatul-Janna, Aktivis Muslimah Asal Ledokombo-Jember
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyebut Indonesia masuk peringkat keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Data tersebut diungkap oleh National center for missing exploited children (NCMEC). Korbannya tidak tanggung-tanggung, yakni dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD. (Liputan 6).
“Temuan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Indonesia masuk peringkat keempat secara internasional dan peringkat kedua dalam regional ASEAN,” ujar Hadi dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Kamis (18-4-2024).
Namun, ia menuturkan jumlah tersebut belum menggambarkan kondisi di lapangan. Pasalnya, masih banyak korban yang enggan mengungkap kasusnya. Ia juga menegaskan pemerintah tengah berupaya mengatasi kasus pornografi pada anak. Salah satunya dengan menurunkan atau melakukan takedown konten terkait itu di media sosial.
Sehingga solusi yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto membentuk satuan tugas (Satgas) yang melibatkan 11 lembaga negara untuk menangani kasus pornografi yang libatkan anak-anak. Keputusan ini dihasilkan usai Hadi menggelar rapat bersama dengan para menteri dan kepala lembaga negara di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (18/4) petang.
Sebanyak 11 kementerian/lembaga negara yang masuk dalam Satgas ini di antaranya Kemendikbud, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA),Kemenag, Kemensos, Kemenkominfo, Polri, KPAI, Kemenkumham, Kejaksaan, LPSK dan PPATK. Meski begitu, Hadi belum merinci output akhir dan sampai kapan Satgas ini akan berkerja. Hadi beralasan pembentukan Satgas dilakukan karena tak mungkin para kementerian terkait bekerja secara sendiri meski sudah memiliki regulasi masing-masing.(cnnindonesia.com)
Fakta Menyanyat Hati
Seakan menjadi bisnis yang tidak pernah padam, industri pornografi memang menjanjikan perputaran uang. Parahnya, konten yang kerap dilabeli sebagai konten dewasa itu kini menjadikan anak sebagai objek visualisasi. Di lapangan, pornografi juga berdampak pada mahalnya perlindungan sosial bagi anak.
Betapa banyak kasus pemerkosaan maupun pelecehan seksual pada anak. Menyedihkannya, tidak sedikit pelaku kasus asusila ini adalah orang terdekat korban. Ada ayah kandung, kakak kandung, kakek, paman, maupun teman dekat. Orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi singa yang menerkam anak sendiri.
Pemicu tindakan tersebut beragam. Mulai dari pengaruh pergaulan bebas, minuman keras, konten pornografi yang mereka akses, hingga tuntutan ekonomi. Tentu realitas ini membuat kita miris.
Belum lagi kemajuan teknologi dan digitalisasi media, telah membuat industri pornografi berkembang berkali-kali lipat dari tahun sebelumnya. Saat ini, banyak aplikasi yang berkonotasi seksual dengan konten 18+.
Di sisi lain, media dan pergaulan bebas seakan berkolaborasi merusak generasi. Pada usia anak yang masih belia, di kehidupan mereka hadir predator seksual. Tidak cukup melakukan pelecehan, perilaku bejat mereka direkam lalu diunggah demi meraup cuan. Meski menjadi objek eksploitasi, si anak yang tidak memahami hukum terkadang hanya pasrah hingga kasus tersebut menguap begitu saja. Ironisnya!
Beragam langkah antisipasi dan upaya mereduksi kasus telah pemerintah lakukan. Sayang, semuanya seakan tumpul mengurai problem pornografi anak. Peringkat empat dunia dalam kasus pornografi anak sejatinya menunjukkan betapa negeri ini memiliki masalah sosial yang kompleks.
Buah Sistem Sekuler Kapitalisme
Jika kita cermati, maraknya konten pornografi dan porno aksi negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai tolok ukur terhadap segala sesuatu, tanpa peduli halal dan haram.
Perbedaan pandangan pun lazim terjadi karena negeri kita memang tidak memiliki aturan baku. Aturan yang diberlakukan di negeri ini adalah aturan buatan manusia yang lemah dan terbatas.
Namun, andai negara berpikir ke depan terkait betapa buruknya pengaruh konten ataupun game yang mengandung porno bagi generasi muda kita, selayaknya negara segera mengambil langkah dan sikap tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini dan tidak berlama-lama. Bahkan, dengan segala kuasa yang dimilikinya, negara bisa memberi sanksi terhadap pelaku, serta menutup pintu semua konten berbahaya yang bisa merusak generasi yang ada di medsos.
Sayangnya, sekali lagi, kita memang tidak bisa berharap dengan sistem sekuler kapitalisme yang mencengkeram negeri ini. Penguasanya saja justru abai terhadap kepentingan rakyatnya.
Lalu, bagaimana solusi tuntas untuk menyelesaikan persoalan ini? Satu-satunya jalan adalah kembali pada Islam, din yang datang dari Allah Swt. Sang Khalik Al-Mudabbir yang memiliki aturan baku yang sesuai fitrah manusia dan memuaskan akal, serta pada akhirnya menenteramkan jiwa.
Walhasil, hal ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyerukan pentingnya edukasi seks atau sekadar memeriksa kondisi psikologi pelaku. Sungguh tidak cukup! Ini karena realitas di lapangan menyajikan fakta bahwa nyaris semua kasus konten pornografi anak dipicu oleh stimulus seksual yang bertebaran di mana-mana, baik berupa visual dalam tontonan, gambar, lukisan, hingga di kehidupan sosial masyarakat.
Entah bingung mengurai masalah atau khawatir melanggar prinsip kebebasan, negara terkesan setengah hati menyelesaikan problem sosial ini, padahal masa depan generasi terancam dengan merebaknya kasus serupa. Jikapun terlihat mendiskusikan masalah ini, perdebatan mengenai batasan antara nilai-nilai moral seakan mental di tengah konsep kebebasan yang masyarakat anut.
Ketika kasus pornografi anak membludak, misalnya, seampuh apa edukasi seksual pada anak jika kondisi sosial luput dari penelaahan? Pemeriksaan psikologi pelaku tentu tidak boleh mengabaikan kondisi sosial dengan stimulus seksual yang bertebaran.
Bagaimana Islam Mensolusi ?
Kita sadar bahwa kita sedang terkungkung oleh sistem sekuler kapitalisme yang rusak dan merusak, padahal sebagai seorang muslim seharusnya kita menjadikan Islam sebagai pijakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Oleh karenanya, yang harus kita lakukan adalah mencabut sistem sekuler kapitalisme hingga ke akarnya dan menggantinya dengan sistem Islam. Sebagai sistem kehidupan, Islam akan mampu mencegah dan mengatasi segala kemaksiatan secara sempurna. Islam memiliki standar baku yang bersandar pada akidah Islam sehingga semua kemaksiatan, termasuk konten yang melanggar syariat, tidak akan ada dalam sistem ini.
Untuk mewujudkan ini semua, harus dengan menempuh melalui tiga pilar. Pertama, membangun ketakwaan individu atas dorongan akidah Islam. Saat pemikiran seseorang dibangun atas dasar akidah Islam, ia akan menyadari bahwa setiap tindak tanduknya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
Kedua, kontrol masyarakat sangat berperan penting. Lingkungan masyarakat yang memahami Islam secara utuh akan otomatis menjadi filter konten pornografi di tengah umat. Ketika ditemukan konten yang melanggar syariat, ia akan langsung melapor ke negara.
Ini merupakan aktivitas mencegah kemungkaran dan termasuk dalam perbuatan takwa. Allah Swt. berjanji akan mendatangkan keberkahan, Allah Swt. berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).
Ketiga, keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah bagi semua warga negaranya tanpa pandang bulu. Negara akan mendakwahkan semua hukum Islam ke tengah umat, sekaligus memberikan sanksi bagi pelaku pelanggaran.
Di samping itu, negara akan mengatur dan mengawasi ketat seluruh media sehingga tidak akan membiarkan adanya konten maksiat, seperti pornografi dan porno aksi yang jelas merusak moral bangsa. Negara juga akan menjaga segala bentuk maksiat tidak hanya untuk anak-anak di bawah umur, tetapi untuk rakyat secara keseluruhan.
Waallahu A'lam Bis showab
Post a Comment