Peran Negara Dipertanyakan dalam Berantas Pornografi


Penulis: Virgandhi Y Putri


Indonesia masuk peringkat ke-4 global dan peringkat ke-2 di regional ASEAN dalam hal konten kasus pornografi anak. Namun data tersebut bisa saja melebihi dari itu, melihat fakta yang terjadi di lapangan karena banyak korban yang menutupi dan tak mau melaporkan kejadian sebenarnya. 

 

Rata-rata usia anak yang menjadi korban aksi pornografi secara online itu mulai 12-14 tahun. Namun, ada juga yang masih duduk di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan kelompok disabiitas. Termasuk juga anak di Pondok Pesantren dan pelakunya justru orang terdekat.


Pemerintah lewat Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto ingin membentuk satuan tugas di mana melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, KPAI, Kejaksaan Agung, LPSK dan PPATK untuk menangani permasalahan ini dan menyinergikan lintas kementerian dengan merumuskan rencana aksi. Mulai dari melakukan aksi pencegahan, penanganan, penegakan hukum, hingga paska kejadian. 


Bukan hanya itu, melihat data dari National Center For Missing Exploited Children (NCMEC) telah ditemukan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun terakhir sebanyak 5.566.015 kasus dan per tangga 14 September 2023 telah memutus akses terhadap 1.950.794 dimana semuanya telah di-take down. Membaca data ini, langsung terlintas dalam benak, bagaimana kita akan melindungi anak-anak dari serbuan masif pornografi ini? 


Kasus kekerasan seksual terhadap anak makin marak ini pun ditengarai merupakan salah satu akibat dari tidak terkendalinya nafsu setelah mengonsumsi konten-konten pornografi. Sistem demokrasi-Sekuler membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Selama ada permintaan, Kapitalisme akan memproduksi meski itu merusak generasi, termasuk pornografi bahkan menjadi sesuatu yang legal. 


Apalagi, dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi dipastikan, dibiarkan bahkan dipelihara. Di sisi lain, sistem hari ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat. Terlebih peraturan tidak menyentuh akar persoalan, sementara sistem sanksi tidak menjerakan. 

Islam memandang pornografi adalah kemaksiatan. Kemaksiatan adalah kejahatan yang harus dihentikan. Apalagi industri maksiat jelas haram dan terlarang dalam Islam.


Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga akan mampu memberantas secara tuntas. Sebenarnya bukan hal mustahil untuk memberantas adanya pornografi. Namun melihat kondisi masyarakat dalam sistem yang ada sekarang hal tersebut seperti jauh dari jangkauan. Kurangnya perhatian orang tua terhadap pengetahuan seksual dini untuk anak. Lingkungan dan masyarakat yang abai terhadap hal-hal yang melanggar syariat. Serta tidak adanya peran pemerintah dalam mengatur bagaimana pergaulan antara lawan jenis. 


Dalam Islam sendiri setidaknya ada 5 adab yang harus diperhatikan dalam beretika dengan lawan jenis. Pertama tidak berduaan di tempat sepi karena dapat menimbulkan fitnah. Yang kedua menjaga pandangan sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nur ayat 30 yang artinya: 

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang mereka perbuat. (QS An-Nur: 30). 


Ketiga menjaga diri. Keempat menghindari pembicaraan tentang lawan jenis. Dan yang kelima berbusana sopan dan menutup aurat. Betapa detail Islam mengatur adab kita dalam bergaul dengan lawan jenis. Jika adab-adab tersebut diterapkan tentu kemungkinan terjadinya pornografi sangat kecil.  


Namun dapat kita lihat sendiri dalam sistem kita sekarang yaitu sistem kapitalisme mungkin hanya ada segelintir orang yang menerapkan adab-adab tersebut. Jika sistem yang ada tidak bisa mengatasi persoalan pornografi lalu dengan apa masyarakat bisa dilindungi? 


Jawabannya tentu hanya dengan menerapkan sistem Islam. Karena dalam sistem Islam tidak hanya adab bergaul tapi hukum bagi pelanggarnya pun jelas. Maka jelaslah tidak ada alasan apapun yang membenarkan pornografi untuk ditoleransi. Oleh karena itu, sebagai upaya meredam laju pornografi, sedikitnya tiga sektor berikut harus diberdayakan. 

Pertama, peran individu yang bertakwa. Suatu aturan Allah akan bisa diterapkan oleh setiap  individu yang bertakwa yang memiliki keimanan yang kokoh. Ketakwaan dan keimanan yang kokoh didapat dengan cara pembinaan yang intensif dalam rangka membentuk kepribadian Islam (syakhsiyyah islamiyyah) melalui penanaman tsaqafah islamiyyah (ilmu-ilmu keislaman) yang memadai, dengan menjadikan aqidah dan syariat Islam sebagai pijakannya. 


Kedua, peran masyarakat. Para ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan komponen-komponen lainnya yang ada di masyarakat hendaklah secara bersama-sama dan bersinergi mengontrol setiap kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, peran negara. Dalam pandangan Islam, negara bertanggung jawab untuk memelihara akidah Islam dan melaksanakan hukum-hukum Allah secara sempurna di tengah-tengah kehidupan termasuk melaksanakan sistem pengaturan yang dapat mengatasi pornografi yang terjadi di masyarakat. Wallahu alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post