(aktivis muslimah peduli generasi)
Tak terasa kita sudah berada di penghujung Ramadhan dan Syawal telah menanti kita. Hampir sebulan berpuasa dan saat nya merayakan hari kemenangan. Suka cita namun rasa sedih akan berpisah dengan Ramadhan juga menyelimuti hati bagi Sebagian kaum muslim. Bagaimana tidak Ramadhan begitu di nantikan kedatangannya karena tidak semua orang bisa bertemu Ramadhan ditahun ini dan menjalankan semua amal ibadah yang Allah lipatgandakan pahalanya di bulan yang mulia ini.
Ramadhan adalah bulan yang istimewa, sangat dinantikan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia. Dimana ada satu malam dibulan Ramadhan yang memiliki keutamaan lebih baik dari seribu bulan yakni Lailatul Qadar.
Ramadhan juga memiliki keistimewaan-keistimewaan yang lain yaitu merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an. Dalam surah Al-Baqarah ayat 185, Allah berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda(antara yang benar dan yang batil)……”.
Selain itu juga Ramadhan adalah bulan pengampunan dosa, dan salah satu cara untuk menghapus dosa adalah dengan menjalankan ibadah puasa. Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan karena iman dan semata-mata mengharapkan ridha Allah, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Qadar karena iman dan semata-mata mengharap ridha Allah, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad).
Ramadhan juga merupakan bulan yang bertabur dengan pahala berlipatganda. Segala amalan dan ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan akan Allah lipatgandakan pahalanya. Sebagai salah satu contoh ibadah umrah, Rasulullah bersabda: “Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan Haji”. (HR.Bukhari Dan Muslim).
Ma syaa Allah, betapa mulia dan agung nya bulan Ramadhan. Dengan berbagai keistimewaan Ramadhan tersebut, sejatinya Ramadhan tahun ini kita lalui dengan bersungguh-sungguh melakukan segala aktivitas dan amal ibadah yang akan menghantarkan kita untuk meraih derajat takwa. Oleh karena itu setelah Ramadhan berlalu ketakwaan kita seharusnya tetap terjaga hingga setelah nya dan sampai kita bertemu Ramadhan di tahun yang akan datang. Itulah kemenangan yang hakiki.
Namun pada kenyataannya seperti biasa kaum muslimin justru terjebak pada kemenangan itu sendiri. Hanya pada bulan Ramadhan mereka taat dan giat melaksanakan segala amal ibadah. Berbagai amal sholih seperti sedekah dan sebar takjil bahkan menjamur diseluruh pelosok negeri. Mereka berlomba-lomba melakukan amal kebaikan tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga terhadap sesama. Tapi begitu Ramadhan berlalu, mereka seperti kembali ke masa sebelum Ramadhan tiba. Disibukkan oleh urusan dunia, bahkan cenderung lalai terhadap urusan akhirat. Bahkan ibadah yang wajib pun mereka tidak ada rasa takut untuk meninggalkannya. Astaghfirullaah.
Inilah buah kehidupan sekuler liberal yang sudah mendarah daging di kehidupan kaum muslim saat ini. Kehidupan sekuler yang menjauhkan mereka dari ketaatan hanya kepada Allah semata. Pemisahan agama dari kehidupan telah menjerumuskan umat kedalam jurang kenistaan. Kemaksiatan dianggap hal yang wajar dan lumrah. Bagi sekularisme, agama dianggap sebagai sumber persoalan sehingga harus dijauhkan dari kehidupan. Agama hanya dipakai untuk mengatur ibadah ritual semata sehingga perbuatan yang Allah haramkan pun tanpa rasa takut dan tanpa merasa berdosa pun mereka kerjakan.
Ramadhan yang dilalui pun tidak berbekas di hati bahkan di amal perbuatan. Padahal setelah berpuasa selama hampir 30 hari dimana tidak hanya menahan lapar dan haus juga mengendalikan hawa nafsu telah diupayakan. Ramadhan sejatinya bulan menempa iman untuk meraih derajat takwa. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”. (TQS. Al-Baqarah: 183). Menurut Imam ath-Thabari, saat menafsirkan ayat diatas, antara lain mengutip Al-Hasan yang menyatakan, “orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka”. (Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Qur’an, I/232-233).
Oleh karena itu, seharusnya buah dari puasa Ramadhan adalah takwa dan setelah Ramadhan setiap pribadi muslim akan senantiasa takut terhadap murka Allah. Mereka akan bersegera melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Dan semua itu akan terwujud dengan cara mengamalkan seluruh syariat-Nya. Bukan hanya melaksanakan ibadah ritual semata seperti sholat, puasa, zakat atau pun haji tapi juga dalam aspek ekonomi, politik, pemerintahan, social budaya serta sanksi hukum seperti hudud, jinayah dan takzir.
Dan tidak bisa dikatakan takwa, jika seseorang biasa sholat, berpuasa Ramadhan bahkan berhaji tapi masih juga bermaksiat, melakukan perzinahan, korupsi, suap menyuap bahkan menolak hukum syariat. Namun pada dasarnya, memang tidak hanya mencukupkan pada ketakwaan secara individu belaka, atau masyarakat yang bertakwa tapi juga ketakwaan secara kolektif dimana butuh peran negara yang menerapkan syariat secara menyeluruh.
Ramadhan dan Idul fitri sejatinya menjadi momentum untuk perubahan yang hakiki. Dari kehidupan sekuler menuju penerapan syariat kaffah oleh negara. Dan hal ini merupakan kewajiban syar’i bagi seluruh kaum muslim untuk kembali menegakkan sistem Islam seperti yang telah dicontohkan Rasulullah Saw yang akan mengantarkan negeri ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman). Mari kita raih keberkahan Ramadhan dan menyambut kemenangan yang Fitri dengan upaya bersungguh-sungguh dalam perjuangan dakwah penegakan syariat kaffah diseluruh aspek kehidupan kita.
Wallahu a’lam.
Post a Comment