May day. Bulan Mei sengaja dipilih untuk memperingati hari buruh Internasional karena banyak peristiwa mengenai buruh terjadi pada bulan tersebut. Pertama kali, Mei 1886, para buruh di Chicago Amerika Serikat menuntut pemangkasan jam kerja. Pada saat itu, mereka bekerja 16 jam per hari sehingga meminta pengurangan jam kerja menjadi 8 jam per hari. Mereka juga mengancam mogok kerja. Namun, pada 3 Mei 1886, terjadi kerusuhan. Sebuah bom meledak di antara para peserta unjuk rasa di alun-alun Haymarket, Chicago, Amerika Serikat. Akhirnya banyak korban berjatuhan.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, pertemuan sosialis internasional di Paris membahas May Day sebagai hari libur yang menghormati hak-hak pekerja. Pada Mei 1894, mereka berunjuk rasa memprotes 16 jam kerja dan rendahnya upah di Pullman Palace Car Company yang memproduksi gerbong kereta api di pabrik dekat Chicago. Tuntutan itu akhirnya dipenuhi pada 1926, yaitu memotong jam kerja jadi 8 jam dan menaikkan upah dua kali lipat.
Demikianlah hingga pada 1940-an, banyak negara yang menetapkan Mei sebagai Hari Buruh Internasional serta ikut menetapkan upah minimum dan lama jam kerja. May day menjadi hari di mana buruh turun ke jalanan.
Mengutip Tirto 26/4/2023, setiap tahun, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan tema Hari Buruh Internasional berdasarkan isu global yang sedang hangat diperbincangkan. Mengacu pada laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, dua isu utama yang menjadi sorotan adalah:
*Pertama* , tingkat pengangguran global yang tinggi: Diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur pada tahun 2024.
*Kedua* , Kesenjangan sosial yang semakin melebar: Ketimpangan antara kaya dan miskin semakin parah, dengan 1 persen populasi terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global.
CNN Indonesia 26/4/2024 pun menyampaikan bahwa survei menunjukkan sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyetop merekrut karyawan baru pada tahun lalu lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebenarnya tuntutan buruh pada May Day juga masih berputar pada kesejahteraan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, ada dua isu utama yang diusung pada aksi Hari Buruh tahun ini, yaitu Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM: Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah. (Liputan 6, 29/4/2024).
Artinya tuntutan buruh saat ini sebenarnya tidak beda dengan sebelumnya. Seluruh tuntutan yang diajukan merupakan usaha mereka untuk membuat kehidupan para buruh menjadi sejahtera. Jika saat ini mereka menuntut kesejahteraan, berarti hingga sekarang kondisi mereka tidak ada yang berubah. Nasib mereka tetap sama, bahkan mungkin lebih tidak manusiawi setelah disahkannya UU Cipta Kerja.
*Kapitalisme Biang Kerok Dibalik May Day*
"Mayday Mayday Mayday!". Buruh menuntut. Dan tuntutan itu dari tahun ke tahun tetap sama. Perjuangan buruh yang sudah lebih dari satu abad sepertinya tidak membuahkan hasil signifikan. Bermacam aturan lahir dan menunjukkan keberpihakan pada para pengusaha. Munculnya UU Cipta Kerja, RUU Kesehatan, dsb. begitu nyata ada di pihak mana. Dengan itu, mereka meminta adanya aturan yang dianggap dapat melindungi nasib mereka, seperti RUU PPRT.
Kapitalisme sebagai ideologi yang menguasai dunia saat ini, telah gagal menyejahterakan kaum buruh. Kapitalisme hanya melahirkan para kapitalis yang mengeruk keuntungan besar di atas derita buruh. Mereka memberi gaji rendah dan memperlama waktu kerja buruh agar mendapat laba yang besar. Prinsip usaha dalam kapitalisme menjadikan uang atau materi adalah sumber kebahagiaan. Mereka melakukan apa saja untuk mendapatkannya, sekalipun di atas derita orang lain (buruh).
Kalau pun ada UU Cipta Kerja sebagai dalih memperbaiki nasib para pekerja, realitanya negara berada dalam kendali korporasi yang dengan uangnya dapat “membeli” penguasa dan mengatur sesuai kepentingan mereka. Akhirnya nasib buruh tetaplah keruh, tetap berada pada lingkar nestapa dan duka lara.
*Tanpa Sistem Islam Nasib Buruh Tak Berubah*
Sesungguhnya persoalan buruh akan terus berlanjut selama kapitalisme masih diterapkan di muka bumi. Dalam sistem ini buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi. Dengan spirit kapitalis, perusahaan meminimalkan biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Tak ada pula jaminan dari negara saat ada konflik antara buruh dan perusahaan karena negara hanya berperan sebagai regulator. Walhasil banyak kasus perusahaan tidak memberikan hak buruh, memberi upah tidak sesuai UMR, tidak memberi THR, mudah memecat buruh, dan lainnya. Ketidakberdayaan terus menimpa para pekerja. Nasib buruh pun semakin merana.
Berbeda jika sistem Islam ada. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat yang harus diurus oleh negara. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan tiap-tiap warga negara, tidak terkecuali para buruh.
Dalam politik ekonomi Islam, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.
Dalam Islam, negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat (termasuk buruh), bukan bertumpu pada perusahaan. Negara berupaya kerasa memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang sehingga tiap-tiap rakyat merasakan kesejahteraan. Negara pun melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa tidak ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam sistem Islam secara langsung, negara menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Dan secara tidak langsung, negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat laki-laki yang balig untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Lapangan kerja tersebut bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, maupun yang lainnya.
Dalam sistem Islam negara akan memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas sesuai syarak terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, keselamatan kerja, dll. sehingga kedua pihak merasa rida. Jika ada perselisihan di antara keduanya, negara tampil sebagai hakim yang memberikan keputusan secara adil berdasarkan hukum syarak.
Demikian pula terkait upah. Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan rida antara kedua belah pihak. Standar upah ditentukan oleh para ahli sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dipastikan tiap-tiap pihak merasa senang. Buruh senang karena mendapatkan upah secara makruf, perusahaan juga senang karena mendapatkan manfaat yang baik dari pegawainya.
Demikianlah mayday tak lagi menjadi tanda SOS dari para buruh karena dalam sistem Islam buruh mendapatkan kesejahteraannya. Negara mengurusi buruh. Produk perusahaan bisa memasok kebutuhan masyarakat, hingga perputaran ekonomi pun berputar secara hakiki sangat menggembirakan. Sungguh, sistem Islam mampu meniscayakan kesejahteraan. Tanpanya semua hampa tanpa suka yang ada hanya duka nestapa. Buruh bekerja namun tak bahagia.
Wallaahu a'laam bisshawaab.
Post a Comment