KORUPSI SEMAKIN TINGGI BUTUH SOLUSI SHOHIH


Oleh: Khaizuran


Sungguh ironis, kasus korupsi di Indonesia semangkin melangit dan tak kunjung selesai. Mulai dari menyeret para petinggi negeri bahkan pengusaha dan tentunya sudah pasti merugikan negara dan masyarakat.

Seperti kasus korupsi yang terjadi beberapa hari kemarin menambah daftar panjang kasus korupsi di negeri ini. Yaitu kasus korupsi yang melibatkan suami dari aktris cantik Sandra Dewi yaitu Harvey Moeis.

Dilansir dari CNNIndonesia.com “Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menjerat belasan tersangka, termasuk crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis. Ratusan saksi pun telah dimintai keterangan pada kasus yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022 itu. Usut punya usut, kasus dugaan korupsi ini ternyata menimbulkan kerugian yang cukup besar. Kejagung mencatat kerugian ekologis yang disebabkan atas korupsi itu mencapai Rp271 triliun.

Menurut pakar AHLI lingkungan IPB Bambang Hero Suharjo kerugian tersebut belum terhitung dengan kerugian negara. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014 tentang kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kuntadi menerangkan dalam kasus ini nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun. Namun, ia menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Ia menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu. ccnindonesia.com

Bahkan berdasarkan data kasus korupsi menyeret para pejabat juga banyak. Berdasarkan  laporan KPK, selama periode 1 Januari sampai 6 Oktober 2023 mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 29 kasus. Dari segi profesi pelaku, mayoritas kasus korupsi sejak awal tahun ini dilakukan pejabat eselon I, II, III dan IV, yaitu sebanyak 39 kasus. Kemudian yang pelakunya pihak swasta ada 26 kasus, wali kota/bupati dan wakilnya 4 kasus, hakim 2 kasus, dan pengacara 2 kasus. Ada pula perkara korupsi yang pelakunya anggota DPR dan DPRD, kepala lembaga/kementerian, dan gubernur masing-masing 1 kasus,  serta profesi lainnya 9 kasus. Lalu di instansi kementerian/lembaga ada 26 kasus, BUMN/BUMD 20 kasus, dan pemerintah provinsi 10 kasus. Katadata.com

Bak sinetron kasus korupsi di Indonesia yang belum tamat tayang muncul lagi sinetron baru kata netizen, ungkapan ini sebenarnya mengungkapkan kekesalan dan kemirisan masyarakat dalam menghadapi skandal korupsi di negeri ini yang tak kunjung selesai dan semakin meningkat kasusnya. Lantas apa sebenarnya sumber masalah korupsi ini dan seperti apa jalan penyelesaian yang tepat?

/Menelisik Akar Masalah Korupsi/

Dalam melihat sebuah persoalan yang penting diperhatikan adalah melihat persoalan tersebut sampai pada akarnya ibarat pohon tidak hanya sampai pada daun atau batangnya. Begitu juga dengan masalah korupsi pun harus melihat sampai ke akarnya.

Perlu disadari bahwa maraknya korupsi tidak bisa lepas dari sistem yang digunakan dalam mengatur kehidupan. Ya, sistem yang digunakan saat ini termasuk Indonesia adalah sistem sekularisme. Sekularisme adalah memisahkan agama dari kehidupan sehingga pandanganya agama tidak punya ruang sebagai rujukan dalam menjalankan kehidupan. Alhasil agama tidak menjadi sudut pandang seseorang dalam berpikir dan bertindak. Halal dan haram pun dilabrak mereka tidak takut dosa ketika mengambil hak orang lain

Ada beberapa faktor yang mendasari tumbuh suburnya perilaku korupsi akibat dari penerapan sistem sekuler-Kapitalisme. Pertama, mahalnya biaya politik demokrasi yang menjadi jalan suburnya korupsi. Karena untuk menjadi pemimpin dalam demokrasi baik anggota legislatif atau kepala daerah butuh biaya besar. Hal inilah yang kemudian memicu adanya proses pengembalian modal yang telah digunakan seperti biaya kampanye, cetak baliho, biaya operasional timses dan yang lainnya. Maka untuk mengembalikan semua itu korupsi adalah jalan jitu untuk menyelesaikannya.

Kedua, terjadi perselingkuhan  antara penguasa dan pengusaha yang akhirnya semakin melanggengkan legitimasi korupsi. Kekuasaan dikendalikan oleh sekelompok kecil akhirnya terjadi kesenjangan dan kekuasaan dijadikan alat untuk mempertahankan kekayaan. Benarlah apa yang disampaikan oleh pakar geopolitik global review Hendrajit menyatakan demokrasi telah menjelma menjadi pabrik di bidang manufaktur politik, dimana bisnis utamanya adalah korupsi.

Ketiga, mandul dan lemahnya sanksi bagi para koruptor. Banyak koruptor yang melenggang dengan bebas karena bisa membeli hukum. Adapun para koruptor yang ditangkap dan dipenjara mereka tidak bertobat karena hukuman yang diterima tidak menjerakan. Bagaimana jera jika mereka leluasa beraktivitas di lapas dan mendapatkan fasilitas mewah.

Keempat, gaya hidup glamour/mewah akibat konsumerisme demi memenuhi gaya hidup keluarga, bahkan banyak diantaranya juga yang suka flexing. Walhasil, di balik pejabat yang korup selalu ada istri yang gemar hidup bermewah-mewah. Beginilah potret keluarga modern yang sekuler kapitalistik.

/Islam jalan satu-satunya menuntaskan korupsi/

Islam adalah agama yang tidak hanya bersifat ritual belaka tetapi juga memiliki seperangkat aturan yang menyeluruh. Di dalam Islam seruan menerapkan hukum-hukum Islam harus menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan bukan memisahkannya dari kehidupan. Allah Swt. Berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah: 208)

Dalam hal berperilaku, Islam mendasarkannya pada idrak silah billah, kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah Swt. Kesadaran iman ini, manakala ia mampu berdiri kukuh, akan melahirkan takwa, melahirkan benteng pertahanan diri dari perbuatan tercela, serta menjaga perilaku manusia di mana saja, baik ketika sedang dilihat manusia maupun hanya diawasi oleh Allah Swt.

Bahkan, Rasulullah saw. memberi jaminan bahwa orang beriman yang sebenar-benarnya itu tidak akan berbuat maksiat. ”Tidaklah seseorang itu berzina ketika ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu mencuri ketika ia mukmin, dan tidaklah seseorang itu minum minuman keras ketika ia mukmin.” (HR Muslim).

Ketakwaan individu ini akan mampu terjaga dan konsisten jika ada institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, bukan setengah-setengah. Sebab kemuliaan itu ada pada Islam dan Islam bisa diterapkan secara kaffah jika ada negara.

Dalam Islam kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang besar pertanggung jawabannya di hadapan Allah. Maka untuk menjadi seorang kholifah/pemimpin dalam negara Islam kriterianya harus memenuhi syarat in-iqod bukan berdasarkan cuan. Sistem Islam mencegah sedari dini manusia untuk tidak memiliki niat korupsi di awal. Pada titik inilah, Islam memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi.

Dalam Islam, ada sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi, antara lain: Pertama, penerapan Ideologi Islam. Penerapan Ideologi lslam meniscayakan penerapan syariat Islam secara kafah dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam hal kepemimpinan.

Oleh karena itu, dalam Islam, pemimpin negara (khalifah), misalnya, diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunah. Begitu pun pejabat lainnya. Mereka diangkat untuk menerapkan dan melaksanakan syariat Islam.

Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang sesuai dengan ketentuan syariat diantaranya  adalah bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas. Ketakwaan ini yang menjadi standar dan penagkal dalam melakukan perbuatan tercela seperti korupsi

Ketika takwa dibalut dengan zuhud, yakni memandang rendah dunia dan kanaah dengan pemberian Allah Swt., maka pejabat atau pegawai negara betul-betul amanah. Sebabnya, bagi mereka dunia bukanlah tujuan. Tujuan mereka hidup di dunia adalah demi meraih ridah Allah Swt..

Mereka paham betul bahwa menjadi pemimpin, pejabat, atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan izzul Islam wal muslimin. Bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya.

Ketiga, pelaksanaan politik secara syar’i. Dalam Islam, politik itu intinya adalah ri’âyah syar’iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus.

Keempat, penegakan sistem sanksi Islam yang memberi efek jera bagi pelaku termasuk pelaku korupsi. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.

Kelima, sistem Islam memiliki lembaga pemeriksa keuangan yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat sebelum menjabat dan sesudah menjabat. Jika terdapat kelebihan harta miliknya setelah menjabat dan jika tidak dapat membuktikan dari mana harta itu maka jelas ini adalah harta yang di korup. Dari sini para pejabat tidak akan mudah melakukan korupsi.

Dari penjelasan diatas telah jelas bahwa Islam adalah satu-satunya solusi untuk memberantas korupsi, dan semua ini bisa terterapkan jika ada negara Islam yakni khilafah yang menerapkan seluruh hukum-hukum Islam. Waallhu’alam

Post a Comment

Previous Post Next Post