Oleh: Anggi Angraini
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
Kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, ada
16.854 anak yang menjadi korban kekerasan pada 2023. Bahkan, anak korban
kekerasan tersebut dapat mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Tercatat,
ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi di dalam negeri pada 2023. Berbagai
kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual,
penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Jenis kekerasan yang
paling banyak terjadi di tanah air sepanjang tahun lalu yakni kekerasan
seksual. Jumlahnya mencapai 8.838 kejadian. Lalu, jumlah kekerasan fisik
terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kejadian. Ada pula 3.800 kekerasan psikis
pada anak yang terjadi pada 2023 (DataIndonesia.id, 23 Februari 2024).
Semakin ke sini kekerasan terhadap anak semakin sering
terjadi dikarenakan beberapa faktor pemicu, mulai dari ketidaksiapan orang tua
dalam mendidik anak seperti tidak ada pembekalan ilmu parenting, orang tua yang
merupakan korban kekerasan di masa lalu sehingga tidak dapat mengelola emosinya
dengan baik atau orang tua yang menaruh harapan yang terlampau yang tinggi
sehingga menjadi beban mental bagi anaknya sendiri.
Faktor lain dari penyebab kekerasan bisa juga datang dari
tingginya angka kemiskinan akibat kurangnya lapangan pekerjaan sehingga banyak
orang tua yang menganggur sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Akibat dari ini, banyak keluarga yang sering bertengkar, bahkan ada yang
melalukan kekerasan baik itu verbal atau fisik yang kerap kali anaklah yang
menjadi korbannya.
Pertanyaannya kenapa anak yang selalu dijadikan
pelampiasan emosi? Hal ini dikarenakan anak dianggap sebagai seseorang lemah
dan tidak akan melakukan perlawanan jika dia diserang, terlebih lagi bila
anaknya masih di bawah umur. Masalahnya tak sampai di situ saja, sikap
hedonisme masyarakat yang berlagak tidak sesuai dengan kemampuan mereka pun
menjadi masalah yang harus diperhatikan karena dengan begitu akan melahirkan
masalah baru lagi seperti terjadinya pinjol, lalu tidak sanggup membayarnya
kemudian ada yang nekat bunuh diri atau bunuh orang, dan lain-lain.
Berulangnya kasus kekerasan terhadap anak ini menjadi
bukti anak tidak mendapat jaminan keamanan bahkan dalam keluarga. Kasus ini
merupakan fenomena gunung es. Yang berarti lemahnya jaminan perlindungan atas
anak di negeri ini, bahkan di tingkat keluarga. Islam telah mengatur kewajiban
orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak. Anak-anak berhak mendapatkan
pendidikan yang baik, lingkungan yang sehat dari orang tuanya.
Namun, faktanya sekarang ini banyak orang tua yang melalaikan tugas mereka tersebut. Mereka menganggap tugas mereka sudah terselesaikan ketika mereka telah mencukupi kebutuhan materi pada anaknya sehingga mereka gila-gilaan dalam mencari uang tetapi malah menelantarkan pendidikan dan pengasuhan anaknya. Banyak di antara mereka yang hanya tinggal beres dengan menitipkan anaknya kepada orang lain, sementara orang tuanya sibuk bekerja mengumpulkan cuan.
Padahal sebenarnya tidak seperti itu, Islam itu
menempatkan posisi perempuan dan laki-laki berbeda. Laki-laki memang
ditempatkan sebagai qawwam atau pelindung bagi kaum hawa. Ayah sebagai
kepala keluarga yang harus mengurus kebutuhan dasar rumah tangga. Sementara,
ibu yang mengurus fungsi rumah tangga. Akan tetapi, pada zaman sekarang banyak
yang salah kaprah. Kita dibenturkan oleh paham Barat hingga muncullah istilah
patriarki yang seolah-olah itu merendahkan pekerjaan perempuan sebagai ibu
rumah tangga. Di sini, bukannya perempuan tidak boleh bekerja tetapi mereka
boleh bekerja selama telah menyelesaikan kewajibannya dalam rumah tangga,
termasuk mendidik anak-anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah.
Perlindungan anak seharusnya juga menjadi tanggung jawab
semua pihak, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Mirisnya hari ini tidak berfungsi dengan
baik. Kehidupan dalam naungan kapitalis sekuler saat ini membuat beban hidup
makin berat, termasuk meningkatkan stres, sehingga mengakibatkan mudahnya
melakukan kekerasan.
Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya
perlindungan anak dan berperan serta mewujudkannya dalam semua lapisan, baik
keluarga, masyarakat maupun negara. Islam memiliki mekanisme terbaik memberikan
perlindungan anak melalui berbagai cara. Asas akidah Islam menjadikan semua
individu memahami kewajibannya melindungi anak. Untuk itu hanya negara Islam
yang dapat menjadi solusi untuk mewujudkan perlindungan yang aman bagi anak
yang akan menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan
tindak kekerasan terhadap anak.[]
Post a Comment