Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencuri diartikan sebagai mengambil milik orang lain tanpa ijin, secara diam-diam dan tanpa diketahui pemiliknya. Dalam perkembangan kehidupan hari ini, mencuri berkembang menjadi perampokan dan aktivitas kejahatan yang lain termasuk korupsi.
Yang terbaru adalah kasus korupsi 271 trilliun yang menggemparkan jagad sosmed negeri ini. Nilai korupsi yang besar, juga pelaku yang selama ini dikenal tak ada cela, menjadikan kasus ini menjadi besar meski bukan yang pertama dan pasti bukan yang terakhir.
Ketenangan pelaku menimbulkan spekulasi netizen bahwa tak akan ada hukuman yang memberatkan pelaku apalagi menimbulkan efek jera. Terbukti kasus korupsi terus berjalan dengan berbagai cara dan macamnya.
Adanya Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan Unadang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan disinergikan dengan KUHP nyatanya juga tidak mampu memberantas korupsi hingga ke akarnya. Karena hukuman yang sangat ringan dari penjara 1 tahun hingga penjara seumur hidup, dengan denda dari 1 juta hingga 1 milliar. Meski ada klausul hukuman mati tetapi hal ini tidak pernah terjadi. Karena hukuman mati hanya bagi pelaku korupsi pada dana yang sangat penting untuk penanggulangan bencana dan kondisi darurat lainnya.
Bayangkan korupsi yang merugikan tidak hanya negara tapi juga rakyat mendapat hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya. Sangat masuk akal jika akhirnya kejahatan merajalela. Tak hanya pencurian kecil kelas teri, tetapi pencurian kelas kakap sekelas korupsi harta triliunan rupiah pun sanagt maklum terjadi.
Faktor pendorong tindak pidana pencurian
Seseorang terdorong melakukan kejahatan kadang bukan hanya berawal dari keinginan. Bisa karena kebutuhan ataupun ada kesempatan yang terbuka lebar. Seseorang melakukan tindak pidana pencurian setidaknya karena beberapa hal :
1. Karena kebutuhan
Untuk seseorang yang melakukan tidak pencurian karena kebutuhan biasanya tidak mencuri dalam jumlah besar. Pelaku berada pada posisi membutuhkan dan tidak memiliki jalan keluar karena buntunya pemikrian. Maka mencuri menjadi solusi. Pencuri tipe ini jika dibiarkan dan tidak mendapat bimbingan ke jalan yang benar, tidak mendapat solusi atas masalah keuangannya, maka mencuri bisa menjadi kebiasaan dan pekerjaan. Lambat laun menjadi hobi dan menjadikannya satu-satunya solusi. Maka hukum negara bisa mengatasinya. Baik dari sisi sanksi maupun menciptakan kondisi pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
2. Karena tekanan
Tekanan ini bisa berasal dari orang dalam bisa juga dari luar. Tekanan pergaulan yang hedonis, mementingkan penampilan, menggunakan barang-barang branded, bisa memunculkan keinginan mencuri jika kondisi ekonomi yang sebenarnya tidak mencukupi untuk gaya hidup hedon ini. Dari orang dalam bisa jadi dari anak dan istri yang menginginkan kehidupan glamour dan berkelimpahan. Tuntutan dari istri untuk menafkahi lebih dari kemampuan bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindak pencurian.
3. Karena keinginan
Tidak ada tekanan dari luar, tidak ada tuntutan dari anak istri tetapi memang dia sendiri ingin mendapatkan harta dengan jalan mudah dan instan, maka mencuri menjadi pilihan. Didukung dengan tidak adanya lapangan pekerjaan menjadikan mencuri menjadi salah satu pekerjaan. Orang-orang semacam ini, berpikir dengan mencuri bisa mendapatkan harta dengan jalan cepat dan mudah meski beresiko jika tertangkap nanti. Tapi dengan ringannya hukuman rasa takut dan khawatir terhadap sanksi bisa jadi terkikis habis tanpa sisa. Apalagi jika ada backingan di belakangnya.
4. Karena ada kesempatan
Seseorang melakukan kejahatan bukan hanya karena keinginan dan tekanan. Tetapi juga karena adanya kesempatan dan kebiasaan lingkungan sekitar. Kesempatan yang terbuka lebar, dengan sistem yang mendorong pencurian, juga karena circle pertemanannya juga biasa melakukan hal yang sama, maka akan mendorog seseorang melakukan tindakan serupa. Apalagi jika keimananya tak kokoh, mudah terpengaruh dengan sekitar.
Islam mengatasi pencurian
Islam tak sekedar agama tetapi juga berisi seperangkat peraturan kehidupan. Termasuk masalah pencurian. Islam mencegah dan menutup peluang pencurian dengan beberapa mekanisme diantaranya :
1. Menjamin kebutuhna hidup rakyatnya
Kesejahteraan dalam Islam bukan sekedar di atas kertas, hanya dilihat dari angka-angka. Tetapi negara wajib memperhatikan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan hidup rakyatnya dengan sempurna.
Islam mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja dan menafkahi keluarganya. Dengan sistem ekonomi Islam, akan membuka peluang lapangan pekerjaan untuk rakyatnya terutama sektor riil misalnya pertanian, perdagangan dan sebagainya.
Dalam Islam juga ada harta-harta milik rakyat yang tidak boleh dikuasai oleh negara apalagi segelintir orang. Harta-harta milik umum ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan kolektif rakyat seperti penyediaan pendidikan berkualitas, kesehatan dan juga kebutuhan lainnya.
Dalam Islam juga di atur tentang nasab dan perwalian. Dengan hukum ini akan jelas siapa yang menanggung nafkah seseorang sehingga tidak akan merasa sendirian dan terdorong untuk mencuri. Jika penanggung nafkahnya tidak ada sekalipun,maka negra wajib memperhatikan kebutuhannya.
2. Menutup peluang-peluang pencurian
Islam tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya raya. Tetapi kekayaan itu tak seharusnya menjadikannya sombong dan hidup hura-hura hingga membuat iri orang lainnya. Kekayaan dalam Islam mengantarkan manusia pada ketaatan. Membelanjakan harta sesuai kebutuhan dan mendorongnya untuk membantu sesama lewat sedekah-sedekah yang diberikan.
Isalm juga akan “memaksanya” mengeluarkan harta berupa zakat jika ia enggan berbagi dengan sesamanya.
Islan melarang berfoya-foya dan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang tak berguna. Islam mengajarkan qonaah dan hidup sederhana meski bergelimang harta.
Sistem kehidupan Islam juga menutup peluang-peluang pencurian. Kejujuran dan amanah selalu ditanamkan. Halal haram menjadi standar kehidupan.
3. Sanksi yang tegas
Jika negara sudah menjamin kesejahteraan umatnya, masyarakatpun terbentuk dengan keimanan dan ketakwaan, tetapi masih saja ada yang melakukan pencurian, maka sanksi tegas yang berbicara.
Bagi seorang pencuri maka potong tangan adalah hukumannya sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 38 ;
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٣٨
38. Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Ayat ini bersifat umum untuk setiap pencurian yang sampai nisab tertentu maka akan dipotong tangannya. Nisab yang menjadikan pencuri di potong tangannya adalah sebesar tiga dirham atau seperempat dinar atau barang yang senilai dengan itu. 1 dirham = 2, 975 gram perak. Jika harga perak Rp 12.000,- maka seseorang mencuri dengan nilai sekitar 10 juta bisa dipotong tangannya.
Ini pun dihadapan hakim akan di tanya mengapa dia mencuri? Apakah karena keinginan atau kebutuhan. Jika karena kebutuhan maka pencuri tersebut tidak dihukum justru menjadi tanggung jawab Khalifah untuk memastikan mengapa ada rakyatnya yang mencuri karena kebutuhan.
Dengan hukuman yang setimpal ini ada harapan besar mampu memberikan efek jera bagi seorang pencuri. Terlebih bagi koruptor yang mencuri dalam jumlah besar. Maka sanksinya dalam Islam lebih besar lagi. Tidak hanya potong tangan tetapi bisa jadi dijatuhkan dari ketinggian hingga tewas. Apakah hukum ini mengerikan? Tidak bagi orang-orang lurus yang tak berdekatan dengan tindak kriminal. Tetapi bagi orang-orang yang dekat dengan aktivitas pencurian, bisa jadi ini sangat mengerikan dan menimbulkan efek jera yang besar. Wallahu ‘alam bis showab.
Post a Comment