Harga Gula, Tak Semanis Rasanya


Oleh; Naimatul Jannah, 
Aktivis Muslimah Asal Ledokombo Jember



Asosiasi Gula Indonesia (AGI) membeberkan penyebab harga gula pasir makin mahal di pasaran. Tenaga Ahli AGI, Yadi Yusriadi mengatakan kenaikan harga gula pasir saat ini dipicu oleh stok gula yang menipis. Importasi gula yang lambat diperparah oleh produksi dalam negeri yang cenderung stagnan.

Yadi menyebut produksi gula dalam negeri masih di kisaran 2,3 juta ton saat kebutuhan gula konsumsi saat ini sudah mencapai sekitar 3 juta ton. Adapun AGI memproyeksikan produksi gula pada 2024 sekitar 2,1 juta ton. Proyeksi tersebut lebih rendah dari pada produksi pada 2023 sebagai dampak dari El Nino yang menyebabkan protas tebu turun.


Kondisi pergulaan diperburuk oleh pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang saat ini telah tembus Rp16.200. Menurut Yadi, pelemahan nilai tukar itu juga berdampak pada biaya pengapalan gula impor. Akibatnya, biaya logistik hingga harga gula di pasar global yang tinggi menghambat laju pengadaan gula impor.

Di sisi lain, Yadi menilai bahwa langkah pemerintah merelaksasi harga acuan penjualan gula di ritel sudah tepat. Peningkatan harga acuan gula di ritel menjadi Rp17.500 per kilogram dianggap dapat mendorong kenaikan harga gula petani tahun ini di tengah risiko produktivitas yang rendah. Selain itu, penyesuaian harga acuan itu juga diklaim dapat membuat para importir lebih percaya diri untuk mendatangkan gula impor. "Kenaikan hrga acuan gula itu juga lebih menjamin importir gula untuk tidak ragu mengimpor karena risiko rugi," jelasnya.



Sebelumnya, stok gula di ritel modern mengalami kelangkaan imbas harga yang terus meroket sejak Ramadan. Berdasarkan pantauan Bisnis.com di sejumlah gerai ritel Alfamart dan Indomaret di kawasan Bogor, stok gula kosong.




Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan kenaikan harga gula dipicu oleh tingginya harga gula di pasar internasional. Di sisi lain, musim giling tebu baru akan berlangsung pada Mei mendatang. "Harga di luar tinggi," ujar Isy saat ditemui di Kemendag, dikutip Sabtu (20/4/2024). Kendati begitu, Isy mengatakan stok gula secara nasional masih ada sekitar 330.000 ton dan mencukupi untuk kebutuhan 1,5 - 2 bulan ke depan.


Kendati begitu, Isy mengatakan stok gula secara nasional masih ada sekitar 330.000 ton dan mencukupi untuk kebutuhan 1,5 - 2 bulan ke depan. Adapun pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menaikkan harga acuan penjualan gula pasir di ritel menjadi Rp17.500-Rp18.500 per kilogram sejak 5 April 2024. Harga acuan tersebut berlaku hingga 31 Mei 2024.

Bapanas mengatakan, penyesuaian harga gula itu diambil sebagai upaya pemerintah memperlancar stok dan pasokan gula ke ritel-ritel modern seiring harga gula yang terus meroket. Menyitir Panel Harga Pangan Bapanas, rata-rata harga gula per hari ini secara nasional mencapai Rp18.200 per kilogram. Harga gula hari ini telah naik 26,38% (YoY) dibandingkan harga rata-rata pada April 2023 sebesar Rp14.400 per kilogram.



Sistem Kapitalis, Biang Kekacauan Politik Pangan`


Menurut sistem kapitalis kenaikan harga kebutuhan pangan disebabkan kurangnya ketersediaan bahan pangan komoditas tertentu. Kondisi seperti ini dianggap sebagai permasalahan ekonomi karena harga ditentukan berdasarkan supplay (penawaran) dan demand (permintaan) terhadap barang tersebut. Karena itu, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sedangkan permintaannya sedikit, maka harga akan turun. Jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, sedangkan permintaannya besar, maka harga akan naik. 

Salah urus pemerintah dalam sektor pangan ini tampak pada rendahnya pasokan dalam negeri serta ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga.Tentu masih terngiang di benak kita sikap instan pemerintah yang mengatasi kelangkaan bahan pangan melalui kebijakan impor, kasus impor 500 ribu ton beras tahun lalu yang dinilai tidak efektif dan dirasa aneh serta terburu-buru karena justru pada saat itu negeri ini menghadapi masa panen raya, padahal data dari Kementerian Pertanian mengklaim bahwa saat itu kita mengalami surplus beras sebesar 329 ribu ton. 

Sejatinya, kebijakan impor hanya menguntungkan segelintir pihak mafia yang bermain di sektor ini dan tidak pernah berpihak pada rakyat, bahkan berdampak pada semakin terpuruknya kesejahteraan rakyat terutama petani. Namun sayang, kebijakan pemerintah ini beberapa waktu lalu justru berlanjut  pada komoditas lainnya seperti bawang putih, garam untuk kebutuhan industri serta gula. Oleh karena itu, slogan swasembada pangan di negeri ini hanyalah jargon pencitraan belaka. 

Problem kenaikan harga pangan yang  selalu berulang, adanya mafia pangan dan ketidaksinkronan antara kebijakan impor dengan data kementerian pertanian_seperti pada kasus impor beras tahun lalu_menunjukkan betapa carut marutnya tata kelola dan data pangan di negeri kita ini. Penyebabnya tidak lain adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme dimana pihak penyelenggara pemerintah terfokus pada perhitungan untung dan rugi, bukan pada kesejahteraan rakyat.


 

Sistem Islam, Satu-satunya Solusi



Sebagai satu-satunya dien yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan kehidupan yang mampu memberikan solusi terhadap seluruh problematika kehidupan umat manusia, termasuk masalah kenaikan harga kebutuhan pangan ini. 

Faktor penyebab kenaikan harga pangan ada dua macam: pertama, faktor “alami” antara lain  langkanya ketersediaan bahan pangan tertentu akibat gagal panen, serangan hama, jadwal panen dan lain-lain, kedua, karena penyimpangan ekonomi dari hukum-hukum syari’ah Islam, seperti terjadinya ihtikâr (penimbunan), permainan harga (ghabn al fâkhisy), hingga liberalisasi yang menghantarkan kepada ‘penjajahan’ ekonomi. 

Dalam Islam, jika melambungnya harga karena faktor “alami” yang menyebabkan kelangkaan barang, maka disamping umat dituntut bersabar, Islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain. Jika seluruh wilayah dalam negeri keadaannya sama, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri. 

Namun jika melambungnya harga disebabkan pelanggaran terhadap hukum-hukum syari’ah, maka penguasa harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi. Rasulullah saw sampai turun sendiri ke pasar untuk melakukan ‘inspeksi’ agar tidak terjadi ghabn (penipuan harga) maupun tadlis (penipuan barang/alat tukar), beliau juga melarang penimbunan (ihtikar). Khalifah Umar bahkan melarang orang yang tidak mengerti hukum fikih (terkait bisnis) dari melakukan bisnis. Para pebisnis secara berkala juga pernah diuji apakah mengerti hukum syara’ terkait bisnis ataukah tidak, jika tidak faham maka mereka dilarang berbisnis. Hal ini dilakukan karena setiap kemaksiatan_apalagi kemaksiatan terkait ekonomi_akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi.

Di samping itu pemerintah harus memaksimalkan upaya dan antisipasi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian sehingga negara tidak boleh kosong dari riset dan penemuan baru di bidang pangan. Bahkan, pemerintah seharusnya memberikan perhatian terhadap sarana dan prasarana yang menunjang distribusi hasil pertanian misalnya penyediaan alat transportasi yang memadai serta perbaikan infrastruktur jalan karena pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi negara, bahkan negara bisa mengalami kegoncangan jika pertanian dikuasai ataupun bergantung pada negara lain.

Pemerintah juga akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak mafia rente yang melakukan kecurangan dan tindakan gharar dalam perdagangan tanpa pilih kasih. 

Demikianlah solusi Islam dalam menyelesaikan masalah melonjaknya harga kebutuhan pangan. Hal ini tentu saja akan terkait erat dengan kebijakan lain semisal perdagangan dan perindustrian, sehingga pelaksanaannya harus komprehensif dan mencakup hukum secara keseluruhan. Kondisi seperti ini tidak akan kita jumpai kecuali dalam sistem Islam, satu-satunya sistem yang telah terbukti memberikan jaminan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. 


Wallaahu a’lam bi ash shawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post