Gula pasir merupakan kebutuhan pokok masyarakat di kehidupan sehari-hari. Sehingga hampir setiap hari masyarakat membelinya. Namun harga gula pasir tak semanis rasanya. Kian hari harganya semakin melangit beterbangan.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, harga gula kristal putih premium merek Rose Brand dipatok Rp22.800 per kilogram (kg) di toko online Shopee.
Lalu harga gula premium merek Gulaku dibanderol Rp18.400 per kg di toko lain dalam e-commerce yang sama. Bahkan di beberapa toko lain harga merek Gulaku premium warna hijau dibanderol Rp22.750 per kg.
Kemudian harga gula tebu kuning merek Gulaku berada di level Rp22.750 per kg.
Bergeser ke e-commerce Tokopedia, harga gula tebu kuning merek Rose Brand dibanderol Rp18.100 per kg. Kemudian gula premium dengan merek yang sama ada di harga Rp18.200 per kg.
Sedangkan harga gula premium merek Gulaku dipatok Rp19.250 per kg dan harga gula tebu kuning di harga Rp19.350 per kg.
Sebelum nya, Badan Pangan Nasional (BAPANAS) merelaksasi harga gula dengan menaikkannya di tingkat konsumen menjadi Rp17.500 per kg hingga Mei mendatang.
Harga itu naik Rp1.500 per kg di wilayah Jawa jika dibandingkan kenaikan yang dilakukan pada akhir 2023 lalu.
Kenaikan itu terjadi di sebabkan adanya permintaan dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terhadap harga acuan pembelian (HAP) bahan-bahan pokok seperti beras dan gula.
Namun katanya, kenaikan harga gula itu hanya bersifat sementara.
"Sudah kita berikan relaksasi gula jadi Rp 17.500 per kilogram sampai 31 Mei," ucap Kepala BAPANAS Arief Prasetyo di kantor BAPANAS, Kamis (18/4).
"Dengan begitu (harga yang naik) kita pastikan gula tersedia dan nggak akan hilang, karena ada relaksasi," lanjutnya.
Dengan melonjaknya harga,gula pun ditemukan langka di sejumlah minimarket di Jakarta beberapa waktu belakangan ini
Pendapat berbeda di katakan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengungkap biang kerok penyebab kelangkaan gula di ritel modern belakangan ini terjadi karena pelaku usaha kesulitan mendapatkan stok gula dari impor dan harga yang tinggi.
"Ya karena lebih kesulitan memperoleh gula di sana (dari impor) dengan harga yang boleh di Indonesia kan. Harganya kan di luar tinggi," kata di Kementerian Perdagangan, Jumat (19/4) seperti dikutip dari detikfinance.
Ia mengatakan saat ini harga gula internasional sebenarnya sudah turun. Namun, pasokan yang saat ini diimpor didapatkan menggunakan harga sebelum mengalami penurunan. Dan saat ini pabrik gula juga belum melakukan penggilingan.
Sementara itu, petani tebu desak pemerintah buruan tumpuk stok gula.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, pemerintah harus segera membuat cadangan gula nasional. Sehingga pemerintah bisa dengan cepat melakukan intervensi jika harga gula di dalam negeri bergejolak.
Dia menilai, kebijakan relaksasi Harga Acuan Penjualan (HAP) gula yang saat ini diberlakukan pemerintah kurang tepat untuk mengatasi permasalahan lonjakan harga gula saat ini.
"Pemerintah dalam hal ini BUMN secara faktual tidak pegang stok gula. Jadi buffer stock (cadangan nasional) itu nggak pegang. Walaupun BUMN disuruh beli, tapi mereka ini tidak dalam rangka kemandirian untuk bisa intervensi pasar, maka mereka begitu impor langsung dijual begitu saja. Jadi gak ada pikiran untuk buffer stock," kata Soemitro kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).
"Kelemahan kita itu sebetulnya memang secara riil pemerintah tidak pegang stok gula nasional, dan kita tidak punya stok untuk intervensi pasar. Jadi kalau sekarang ini direlaksasi lagi itu bukan keinginan petani. Kalau relaksasi HAP itu sebetulnya pemerintah nggak pegang komitmen sendiri," sambungnya.
"Sehingga ketika harga di pasarnya naik, mestinya cadangan ini bisa dipakai untuk intervensi pasar dalam rangka pengendalian harga. Nyimpen gula itu jauh lebih aman ketimbang beras. Karena gula tidak dimakan kutu. Gula kita ini bisa disimpan sekitar 2-3 tahun," jelasnya.
Dengan mahalnya gula disebabkan karena Tataniaga yang sangat kacau, yang memungkinkan adanya praktek permainan harga oleh ritel, penimbunan dan monopoli.
Mirisnya solusinya adalah pematokan harga dan membuka keran impor. Semua itu mengakibatkan ketidakstabilan harga pangan.
Dapat kita lihat dengan melangitnya harga gula ini tampak jelas adanya permainan harga. Ketiadaan cadangan gula nasional beserta abainya kendali di pihak pemerintah, maka para pemodal besar malah jadi begitu mudah menekan pemerintah sehingga dengan kata lain lagi-lagi para kapitalis lah yang ternyata berperan lebih kuat mengendalikan fluktuasi harga gula di pasaran.
Tentu saja, persoalan gula bukan lagi sekadar stok dan mahalnya harga. Lebih dari itu, ada persoalan sistemis yang turut mempengaruhi, yakni kacaunya tata niaga gula di pasaran yang ternyata disebabkan intervensi pemodal di tingkat kebijakan politik gula. Tidak heran, solusi yang diambil oleh pemerintah juga pada akhirnya memihak pengusaha, bukan malah rakyat luas.
Industri Strategis
Gula adalah salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Peran strategis ini dapat dilihat dari sisi ketahanan dan keamanan pangan, penyerapan investasi, serta luasnya keterkaitan dalam industri hilir, seperti industri makanan, minuman, gula rafinasi, farmasi, kertas, particle board, dan bio-energy.
Permintaan gula dalam negeri sendiri terus meningkat. Jika dibandingkan dengan negara produsen gula dunia lainnya, tingkat efisiensi industri gula Indonesia pada saat ini menempati urutan ke-15 dari 60 negara produsen gula dunia. Potensi ini tentu menarik bagi dunia bisnis di dalam negeri sendiri.
Demikian halnya, industri gula sejatinya adalah industri yang efektif dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga di wilayah perdesaan. Industri gula juga sangat terkait dengan sumber daya lokal, sehingga dapat dikembangkan sebagai high value commodity bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.
Oleh sebab itu, keberadaan industri gula adalah aset ekonomi dan sekaligus sebagai aset sosial yang penting. Realitas ini semestinya membawa konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan gula di pasar domestik dengan tingkat harga yang terjangkau bagi seluruh kelompok pendapatan masyarakat.
Khilafah dalam Tata Niaga Gula
Secara global, selain sebagai komoditas strategis, gula adalah komoditas yang sarat politis. Tingkat kepentingan terhadap peranan gula tercermin dalam upaya setiap negara di dunia untuk melindungi produksi gula domestiknya dari pengaruh internasional.
Semestinya, pemerintah kita berandil lebih besar dibandingkan saat ini. Namun, besarnya kemaslahatan umat di balik sektor pergulaan, malah membuat pemerintah lebih memihak para kapitalis.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, potensi keuntungan yang dapat dikeruk dari komoditas gula memang sangat tinggi. Belum lagi seputar impor gula yang juga menjadi lahan subur bagi kalangan kapitalis lain yang berperan sebagai importir yang tentu memperoleh rente impor ketika kebutuhan gula nasional mengandalkan impor.
Semua itu jelas berbeda dengan tata niaga gula berdasarkan ideologi Islam yang diterapkan oleh Khilafah Islamiah. Khilafah memahami bahwa gula adalah salah satu bahan pangan pokok yang menjadikannya komoditas strategis. Khilafah akan mengurus gula sebagai bagian dari urusan masyarakat secara keseluruhan.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Melalui mandat ini, Khilafah berperan menjamin terpenuhinya kebutuhan gula rakyat, baik skala rumah tangga maupun industri, sekaligus menjamin ketersediaannya. Khilafah akan memastikan pelaksanaan aspek hulu hingga hilir industri gula, yakni pengelolaan pertanian tanaman tebu serta jaminan peremajaan dan pembangunan pabrik gula.
Khilafah juga memfasilitasi riset teknik produksi gula. Jika memang ada tanaman selain tebu yang juga berpotensi menghasilkan gula, Khilafah tentu akan mendorong riset di sektor ini. Begitu pula riset medis dan nutrisi terkait konsumsi gula per individu. Penting bagi Khilafah untuk memastikan gula tidak hanya berakhir sebagai kambing hitam penyakit degeneratif.
Selanjutnya, Khilafah memastikan kecukupan stok dalam negeri dan pada saat yang sama mengerem arus ekspor untuk sementara. Jika harga gula mahal, Khilafah berperan mengawasi rantai pasok. Jangan sampai ada pedagang-pedagang nakal yang memainkan harga, melakukan penimbunan, bahkan monopoli yang bisa menyebabkan mahalnya harga gula.
Khilafah juga bisa mengambil langkah berupa subsidi kepada industri maupun rumah tangga rakyat, agar mereka mampu membeli/menyetok gula sesuai kebutuhan. Andai memang memerlukan impor gula, Khilafah tentu harus memastikan sifatnya sementara sehingga impor tidak menjadi basis kebutuhan gula di dalam negeri.
Wallahualam bissawab
Post a Comment