Pupuk subsidi kembali memperoleh Nasib buruk. Banyak dari petani di Indonesia mengeluh mengalami kesulitan dalam membeli pupuk. Beberapa hal yang di tenggarai menjadi faktor penyebab nya diantarnya ialah bahan baku, serta distribusi yang masih banyak mengalami kendala. Pada tahun 2024 pemerintah telah menambah alokasi pupuk subsidi dari semula 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Meski ada tambahan aloksi pupuk subsidi, namun petani mengaku, belum sepenuhnya terasa dampaknya ke petani.
Di sisi lain, kondisi kelangkaan pupuk subsidi ditengah-tengah petani di perarah lagi dengan adanya pembatasan petani yang dapat membeli pupuk subsidi, karena hanya untuk komoditas tertentu. Dilansir dari laman situs berita Antara, bahwa GM Wilayah 2 pupuk Indonesia Roh Eddy Andri Wismono menuturkan bahwa pupuk subsidi hanya dapat di alokasikan kepada para petani terdaftar yang dipastikan menggara sembilan komoditad yang telah ditentukan yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, tebu rakyat dan kakao. Dengan kata lain, petani yang menggarap diluar komoditas tersebut tidak lagi berhak mendapat alokasi pupuk bersubsidi.
Selain daripada faktor pendistribusian yang menghambat alokasi pupuk subsidi kepada petani, faktor lainnya yakni bahan baku pupuk yang masih terbatas dan tergantung pada impor. Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia belum mandiri dalam produksi pupuk karena ada bahan baku yang diimpor adalah amonium nitrat. Hal ini jelas akan semakin menghambat pengalokasian pupuk subsidi di tengah-tengah kebutuhan petani yang tiada hentinya.
Kelangkaan pupuk subsidi ini juga menuai buntut hadirnya mafia pupuk yang makin menyulitkan petani. Praktik kecurangan ini kerap ditemukan di lapangan dengan motif penjualan pupuk melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Perihal pupuk sebagai bagian vital dari payung besar penyediaan komoditas pangan yang tidak lain adalah kebutuhan primer rakyat, pengelolaannya tidak semestinya mengandung aspek bisnis, apalagi jual beli menurut model korporasi.
Perlu kita cermati bahwa sistem yang diterapkan saat ini telah menyimpang jauh dari aspek kemaslahatan dan fitrah manusia. Kian hari kian tampak bahwa sistem demokrasi kian memberi ruang bagi kapitalisasi aset negeri di berbagai sisi.
Islam menjamin semua rakyatnya dalam melakukan usaha termasuk petani. Negara akan membantu semua petani yang mengalami kesulkitan baik modal maupun sarana produksi pertanian termasuk pupuk. Apalagi petani memiliki posisi strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri.
Negara Islam sebagai ra’in akan menyediakan sumber dana untuk membantu petani. Sumber pendapatan dalam negara sangat banyak, sehingga sehingga dapat membantu semua petani. Khilafah bertanggung jawab memfasilitasi produksi dan distribusi agar sektor pertanian berjalan sebaik-baiknya. Keberadaan pupuk harus dijamin demi menunjang intensifikasi pertanian. Khilafah juga akan membatasi kuota impor pupuk semata ketika diperlukan saja, bukan dalam rangka ugal-ugalan meraih rente.
Islam juga menjadikan negara mandiri sehingga tidak tergantung pada impor termasuk dalam menyediakan bahan baku pupuk. Khilafah memahami bahwa impor pupuk bukanlah dalih untuk menjaga ketahanan pangan. Bagi Khilafah, kemandirian pangan adalah paradigma utama di sektor pemenuhan kebutuhan pangan, karena pangan adalah kebutuhan asasi publik.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment