Film Dua Hati Biru baru saja dirilis. Film ini merupakan kelanjutan dari film Dua Garis Biru yang tayang pada 2019 lalu. Film ini disutradarai oleh Gina S. Noer bekerja sama dengan Dinna Jasanti.
Film ini tayang di bioskop mulai Rabu (17/4/2024). Film Dua Hati Biru menceritakan tentang kelanjutan kisah Bima dan Dara yang berpisah karena Dara yang menuntut ilmu ke Korea Selatan, dan meninggalkan Bima serta bayinya.
Dari trailer resmi yang dirilis melalui kanal YouTube StarvisionPlus, menceritakan kelanjutan mengenai kisah keluarga Bima dan Dara dengan anak semata wayangnya bernama Adam.
Dalam film ini memperlihatkan Dara yang kembali setelah menyelesaikan pendidikan di Korea Selatan serta Bima yang merawat anak semata wayangnya sendirian dan dibantu dengan orang tuanya. Disajikan pertemuan haru antara Bima dan Dara setelah lama tidak berjumpa serta usaha Dara untuk dapat membuat Adam dekat dengannya.(detikSumbagsel,18/4/2024)
Edukasi soal pengasuhan atau parenting disampaikan dengan begitu apik sehingga tidak membuat segala pesan tersebut terkesan menggurui penonton.
Apalagi, satu karakter dalam film ini sejatinya punya peran ganda, seperti selayaknya manusia dalam kehidupan nyata. Misalnya Bima yang bukan cuma menjadi sosok ayah muda, tetapi juga suami dan anak.
Kompleksitas peran itulah yang memiliki sudut pandang, fungsi, dan masalahnya masing-masing sehingga membuat unsur humanisme dalam film ini begitu kental.(cnnindonesia.com, 19/4/2024)
BKKBN pun merekomendasikan film ini sebagai tontonan yang mengandung banyak hikmah hidup. Salah satu hikmah yang dimaksud ialah berpikir matang sebelum merencanakan pernikahan dan rumah tangga yang penuh persiapan. Akan tetapi apakah film ini akan mengedukasi generasi muda tentang pernikahan dan rumah tangga ataukah justru dijadikan tuntunan dalam gaya hidup pergaulan saat ini? Inilah fenomena tontonan jadi tuntunan.
Faktanya, saat ini pacaran menjadi hal yang lumrah. Kebanyakan masyarakat dan orang tua justru malah khawatir jika ada anak perempuan usia dewasa belum punya pacar. Padahal pacaran adalah jalan menuju zina. Dan jika terjadi zina sudah bukan lagi aib atau sesuatu yang tabu. Naudzubillahi min dzalik
Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15.212 kasus. Dari jumlah itu, 80 persen di antaranya karena para pemohon telah hamil. (cnnindonesia.com, 15/1/2023)
Maka di dalam sistem kapitalis sekuler, sangat berpotensi tontonan yang dimaksudkan menjadi tuntunan kearah kebaikan malah akan menjadi tuntunan kearah kemaksiatan karena pola pikir yang dianut masyarakat saat ini sangat sekuler.
Islam tidak mengenal kata kebebasan mutlak. Bagi seorang muslim, setiap perbuatannya terikat dengan aturan Allah Swt. Film Dua Hati Biru adalah contoh hasil dari perbuatan dua remaja yang lebih mengagungkan cinta dibandingkan Allah Swt. Maka generasi harus diajarkan tentang matangnya ketauhidan kepada Allah Swt ketika dirinya akan memasuki usia akil balig. Sehingga pola pikir dan pola sikapnya sudah terbentuk ke arah Islam.
Pada usia baligh, mereka pun diarahkan agar senantiasa terikat dengan perintah dan larangan Allah Taala. Namun, sistem pendidikan hari ini tidak mengarah pada hal tersebut, sehingga tidak mampu membentuk generasi berkepribadian sholih dan sholihah. Alhasil, banyak generasi kita yang sudah dewasa secara penampilan fisik, akan tetapi secara psikologis masih tergolong kanak-kanak.
Untuk itu, dalih pendidikan seks dalam sebuah tontonan di era kapitalis sekuler seperti saat ini sangatlah rentan. Karena dikhawatirkan generasi saat ini malah akan bergaya hidup liberal, sekuler, hedonis, dan permisif.
Untuk melakukan edukasi tentang pendidikan seks sebetulnya ia tidak perlu berdiri sendiri. Pendidikan tentang tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan seharusnya cukup membentuk pola pikir masyarakat dan generasi.
Untuk itulah perlunya negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Islam tidak melarang umatnya untuk menonton suatu tayangan, hanya saja negara harus melakukan pengawasan dan kontrol atas tayangan, tontonan, konten, informasi, dan media yang beredar di masyarakat. Setiap tayangan yang beredar, ia harus memiliki fungsi edukasi dan dakwah untuk syiar Islam. Selama tidak melanggar syariat Islam, maka ia diperbolehkan untuk ditayangkan.
Demikianlah, Islam mengatur sedemikian rupa agar generasi terlindungi dari kerusakan. Karena generasilah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan Islam. Untuk itu pemerintah harus serius dalam menjaga generasi dari kerusakan. Karena Generasi yang unggul, cerdas, bertakwa, dan berkepribadian mulia akan menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin. Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment