Waspada Ancaman Tanah Longsor Dan Banjir


Nur Inayah


Memasuki musim penghujan saat ini, Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Bandung terus mengingatkan masyarakat   agar selalu mewaspadai potensi ancaman bencana longsor atau gerakan tanah yang kapan saja bisa terjadi. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri, hingga bulan Maret 2024 ini masih berpotensi tingginya  curah hujan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat sejumlah kejadian bencana longsor maupun gerakan tanah yang dipicu oleh curah hujan yang cukup tinggi. Kepala pelaksana BPBD kabupaten Bandung yakni Uka Suska Puji Utami menyebutkan, bahwa potensi ancaman bencana longsor atau gerakan tanah sering terjadi di kawasan pegunungan, perbukitan, terutama masyarakat yang rumahnya berada di kawasan lereng kaki gunung, maupun perbukitan , pungkas Uka Suska dalam keterangannya di Soreang, Kamis (7/3/2024). Uka Suska juga menerangkan telah terjadi pergerakan tanah di kampung Cikahuripan RT 01/ RW 09 Desa Nagrog,Kec Cicalengka Kab Bandung, Rabu (6/3/2024) pukul 15.30 WIB. Penyebab terjadinya pergerakan tanah itu sendiri diduga akibat setelah turun hujan dengan intensitas deras dan labilnya kontur tanah di wilayah tersebut, yang mengakibatkan satu rumah mengalami rusak ringan ,akibat karena dinding rumah tidak kuat menahan gerakan tanah setelah turun hujan deras.


Memang tak dapat dipungkiri, bencana longsor ini menjadi salah satu hal yang ditakutkan oleh masyarakat, terutama masyarakat yang pemukimannya berada di daerah yang rawan terjadinya bencana longsor atau pergerakan tanah ini. Lalu, sebenarnya apa yang membuat bencana longsor ini acap kali sering terjadi di negeri ini?


Tentu saja bencana longsor ini terjadi, selain merupakan kehendak Allah SWT, namun juga ada  penyebab lain, salah satunya adalah akibat alih fungsi lahan, terutama di daerah pegunungan dan perbukitan, berupa pembangunan perumahan-perumahan , atau kawasan industri dan juga pariwisata. Lahan yang awalnya berfungsi sebagai hutan, kebun, atau pertanian, yang berfungsi di atas kawasan produktif atau merupakan daerah konservatif, akhirnya berubah hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai daerah resapan air, untuk menahan arus air jika musim penghujan tiba. Mengapa alih fungsi ini terus terjadi?


Di dalam sistem sekulerme-kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, hal semacam itu diperbolehkan dan dibiarkan selama ada kemanfaatan secara materi, terutama oleh orang-orang yang memiliki modal besar (pengusaha atau kapitalis). Dengan dalih pembangunan infrastruktur bagi rakyat berupa pemukiman, jalan, rel kereta api, atau destinasi wisata untuk memajukan pariwisata di negeri ini, hal tersebut sah-sah saja tanpa memikirkan akibat yang dihasilkannya, berupa munculnya berbagai  kerusakan, semisal bencana longsor dan banjir. 


Sistem sekularisme -kapitalisme yang menganut empat kebebasan, salah satunya adalah kebebasan berkepemilikan, telah mebolehkan seseorang untuk membeli dan memiliki gunung  ataupun  pantai, yang dikelola sesuai dengan keinginannya, walaupun akan memungkinkan merugikan banyak orang. Hal ini menunjukkan bahwa, sistem buatan manusia ini lemah dan rusak, dengan bukti kerusakan, salah satunya kerusakan lingkungan. Hal ini telah diingatkan oleh firman Allah SWT, yang artinya:

"Telah nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)(QS Ar-Rum:41).


Nampak jelaslah kerusakan-kerusakan yang terjadi saat  ini, diakibatkan oleh dicampakkannya syariat Allah dalam mengatur segala aspek kehidupan , termasuk dalam hal tata kelola lingkungan. Hal ini karena syariat Allah bukan hanya sekedar mengatur ibadah ritual saja, namun  mengatur seluruh aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan kehidupan manusia yang barokah, sebagaimana janji Allah SWT dalam firman-Nya: 

" Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, niscaya Kami akan limpahkan berkah dari langit dan bumi..." (TQS. Al-'Araf;96)


WaIlahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post