(Pegiat Literasi & Media)
Indonesia di tahun 2024 ini tampaknya tak jua lepas jeratan hutang penuh riba dari negara barat. Dikutip dari halaman tempo[dot]co, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumumkan utang pemerintah mencapai Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024. Angka ini naik sekitar 1,33 persen bila dibandingkan per Desember 2023 sebesar Rp 8.144,69 triliun. Adapun rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah batas aman 60 persen. Rasio utang per Januari 2024 berada di level 38,75 persen.
Dalam hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah itu ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, artinya setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp 30,5 juta.
Bhima memperkirakan beban utang yang ditanggung warga kemungkinan meningkat menjadi Rp 40 juta. Sebab, postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan.
"Sekarang kita lihat realistis saja, rencana defisit APBN mau dinaikkan pada 2025, sementara tahun ini pendapatan dari pajak dan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding kenaikan utang," kata Bhima kepada Tempo, Kamis, 29 Februari 2024.
Adapun pemerintah merencanakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2025 berada di rentang 2,45 persen sampai 2,8 persen dari produk domestik bruto.
Bhima menjelaskan, PNBP pada tahun ini jelas merosot karena terlalu bergantung pada swing harga komoditas nikel yang juga oversupply, sehingga harganya anjlok. Selain itu, kata dia, negara tujuan ekspor sedang melemah permintaannya.
Dia melanjutkan, belanja negara untuk proyek infrastruktur sangat agresif. Belum lagi beban BUMN Karya yang sebagian utangnya ditanggung negara.
Pemerintah selalu berdalih, mengeluarkan pembelaan-pembelaan akan kebijakan yang mereka lakukan agar tak tersudutkan. Walau fakta kebijakan yang mereka lakukan hampir membawa negara ke dalam lubang kehancuran. Dan Utang membahayakan kedaulatan negara karena dapat menghantarkan pada dominasi asing atas negara atau penjajahan serta utang sesungguhnya adalah pintu awal kehancuran sebuah negara, terlebih lagi utang dengan sistem ribawi yang penuh bunga dan bunga.
Utang Penghancur Negara
Berbicara tentang utang tak akan pernah habisnya, sebab utang negara pun tak pernah habisnya. Negara di era sistem kapitalisme senantiasa menggantungkan hidup dan keberlangsungan negaranya kepada Negara Imperialis penjajah. Ketika ingin membangun infrastruktur, maka utang luar negeri adalah ladang modalnya. Sumber daya alam serta pajak yang pemerintah pungut dari rakyat, nyatanya tak jua cukup untuk menyokong keuangan negara, mewujudkan kemandirian perekonomian, pembangunan tanpa pinjam meminjam dengan asas riba. Ya utang dan pembangunan bagi negara berkembang yang mengemban Mabda kapitalis adalah saudara kembar yang tak terpisahkan.
Utang adalah jeratan yang menghancurkan negara secara perlahan tanpa penguasa negara tersebut sadari. Utang luar negeri menjadi salah satu cara barat menjerat para negara jajahannya untuk tetap ada di bawah kekuasaan mereka tanpa bisa lepas serta utang luar negeri ini juga salah satu alat kafir penjajah untuk menanamkan Mabda kufur mereka lewat tangan-tangan agennya di negeri-negeri jajahannya. "Indonesia dijerat utang untuk dijajah” Bangkrutkan negara dan sengsarakan rakyatnya. Semakin besar pinjamannya semakin bagus karena semakin menyengsarakan rakyat dan semakin mudah untuk mengendalikan negeri itu,” demikian tulis John Perkins.
Dari tulisan ini, menambah jelasnya fakta utang yang pinjamkan barat melalui badan IMF asuhan PBB memang sengaja ditawar-tawarkan kepada para penguasa negeri baik muslim ataupun bukan, Indonesia salah satunya. IMF dengan senang hati memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang dalam rangka membangun infrastruktur dengan jangka waktu yang memudahkan tapi tak lepas dari riba, persenan uang tambahan yang akan terus meningkat tiap tahunnya mengikuti utang pokok pun ada dan akan tetap ada.
Sistem ekonomi kapitalis tak akan pernah mau rugi, sebab asas berjalannya sistem inipun adalah materi dan keuntungan semata. No free luch, tak ada makan siang gratis dalam sistem kapitalisme ini. Uang yang dipinjamkan kelak haruslah kembali dengan jumlah yang berlipat-lipat nominal nya. Mereka para kapital tak peduli apakah utang dan bunganya menyengsarakan negara lain bahkan dapat menghancurkan negara peminjam. Sebab bagi mereka yang terpenting adalah keuntungan dan keuntungan.
Dan telah banyak contoh negara yang bangkrut bahkan hancur karena utang luar negeri ini, Sebut saja bagaimana Zimbabwe harus menuruti kebijakan cina dengan mengganti mata uangnya dengan yuan sebagai imbalan dari penghapusan utang yang tidak sanggup dibayarkan. Atau Srilanka yang harus rela melepaskan pelabuhan Hambatota dan menjual 70% sahamnya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China. Lalu, apakah Indonesia ingin menyusul jejak negara-negara yang telah hancur ini ? Menumpuk hutang, para penguasa berbangga diri meminjam uang dengan asas riba kepada para negara Kapital. Sebab, tak mampu membayar maka rakyat yang menjadi korban kejahatan penguasa. Subsidi dicabut, semua harga dinaikan dan tak hanya sampai disitu, pajak pun dinaikkan berkali-kali lipat dengan tujuan menutupi utang-utang negara yang telah di ambang batas. Bila terus seperti ini pola kebijakan penguasa, bukankah tak lama lagi Negeri ini akan hancur dan bangkrut sebab utang luar negeri berasaskan ribawi yang tak tertolong lagi.
Sistem Ekonomi Islam Satu-Satunya Solusi Utang Negeri
Islam sebagai ideologi telah memiliki aturan-aturan sempurna tentang segala aspek kehidupan, salah satunya aspek ekonomi. Penerapan hukum-hukum Islam dalam bidang ekonomi akan menjadikan kegiatan ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Islam secara keseluruhan. Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai tujuan yang satu yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh bagi setiap individu rakyat - muslim dan non muslim- yang hidup dalam naungan Institusi Negara Islam. Dalam Negara Islam kegiatan ekonomi yang menjadi perhatian bukanlah hanya sector produksi untuk mengejar pertumbuhan semata.
Sektor ini tetap penting, namun yang lebih penting adalah kegiatan ekonomi yang dapat menjamin terpecahkannya persoalan ekonomi yang sebenarnya, yakni terpenuhinya kebutuhan pokok seluruh individu rakyat serta terjaminnya peluang meningkatkan kesejahteraan melalui pemenuhan pelengkap mereka. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, maka Negara tak akan di bebani dengan meminjam uang kepada luar negeri dengan dalih peningkatan kesejahteraan rakyat atau pembangunan infrastruktur.
Islam juga telah mengatur terkait bagaimana cara pengadaan harta untuk pendanaan pengelolaan Negara, yakni sama halnya dengan pengadaan harta oleh seorang individu. Islam mengharamkan riba dengan angka bunga sekecil apapun. Pengadaan harta oleh Negara Islam diperoleh dari berbagai sumber, seperti pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Negara bukan swasta, harta Ghanimmah (rampasan perang), Zakat, Jizyah (pajak dari kafir dzimmy) dan lain sebagainya. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…”(QS. At-Taubah :103)
Sesungguhnya Islam telah memberikan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga masyarakat ketika aturan-aturan yang Allah SWT turunkan, Rasulullah contohkan diterapkan secara sempurna oleh seluruh kaum muslimin di bawah naungan panji Islam. Islam telah mengatur segala hal dalam aspek ekonomi plus solusi pemecahan problem ekonomi skala Negara sekalipun. Islam mengharamkan riba, artinya tak akan Negara Islam terjerat dalam hutang luar negeri yang penuh riba.
Cara Islam Tuntaskan Utang
Sistem Islam memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah utang, dalam hal ini adalah utang pemerintah. Dikutip dari buku Peradaban Emas Khilafah Islamiyah karya KH. Hafidz Abdurrahman, MA. Langkah yang harus ditempuh antara lain:
Pertama, utang luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya dengan utang yang dilakukan oleh pihak swasta harus dipisahkan. Karena menyangkut siapa yang berkewajiban untuk membayar utang.
Kedua, negara membayar sisa cicilan utang luar negeri hanya pokoknya saja, tidak meliputi bunga. Karena syariat Islam jelas mengharamkan bunga. Firman Allah Swt.,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman.” (TQS. Al-Baqarah: 278)
Ketiga, negara akan menempuh beberapa cara untuk meringankan beban pembayaran utang. Misalnya saja melobi pihak kreditur agar bersedia memberikan cut off (pemutihan) , atau bisa juga dengan meminta rescheduling (penjadwalan utang yang lebih leluasa waktunya).
Keempat, utang yang ada sebelumnya akan dibayar dari hasil mengambil seluruh harta kekayaan yang dimiliki secara tidak sah oleh rezim sebelumnya beserta kroni-kroninya. Deposito mereka yang melimpah di bank luar negeri akan dijadikan jaminan oleh negara bagi pembayaran sisa utang luar negeri.
Kelima, utang yang dilakukan oleh swasta dikembalikan kepada mereka dalam pembayarannya. Misalnya, dengan menyita dan menjual aset perusahaan yang mereka miliki. Jika jumlahnya masih kurang, negara akan menyita harta kekayaan dan deposito para pemilik perusahaan sebagai garansi pembayaran utang luar negeri mereka.
Penyelesaian secara menyeluruh ini akan melepaskan cengkeraman negara-negara kapitalis atas negeri Islam. Sekaligus memutus ketergantungan kronis yang membahayakan eksistensi negeri Islam. Hasilnya, kepercayaan diri kaum muslimin akan terpancar dan mereka sadar dengan kemampuan dan kekayaan yang dimiliki negerinya amatlah besar. Namun, semua ini hanya bisa dilakukan tatkala sistem Islam telah diterapkan dan juga kesejahteraan yang sesungguhnya hanya akan diperaoleh ketika Negara menerapkan sistem ekonomi Islam secara Kaffah (sempurna) di bawah naungan Institusi Negara Islam yang menerapkan hukum-hukum Allah dalam bingkai syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh. [Wallahu’alam]
Post a Comment