Pengamat Kebijakan Publik
J, anak bawah umur, terpidana kasus pembunuhan satu keluarga di Dusun Lima, RT 018, Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), yang divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Penajam Kelas II pada sidang putusan Rabu (13/3)
Vonis 20 tahun itu semula tidak bisa diterima oleh keluarga korban yang sejak awal menyuarakan tuntutan pidana mati atau hukuman seumur hidup untuk siswa kelas 3 sebuah SMK di PPU itu. Keluarga korban melalui kuasa hukumnya mendesak jaksa untuk melakukan upaya banding.
Namun, belakangan, seperti diwartakan media ini Kamis (14/3), setelah mempertimbangkan berbagai hal, keluarga korban akhirnya memutuskan untuk tidak mengajukan banding.
“Setelah kami musyawarahkan dengan keluarga, kami memutuskan untuk tidak banding,” kata Bayu Mega Malela, salah satu kuasa hukum keluarga korban, Kamis (14/3). (prokal.co, 17/03/2024)
Keluarga korban yang awalnya tidak menerima putusan hakim akhirnya terpaksa menerima dan batal naik banding. Padahal di pengadilan sebelumnya keluarga korban telah membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Mahkamah Agung (MA), Komnas HAM, Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dewan Perancang dan Pembuat UU, Dewan Adat, media, dan seluruh rakyat Indonesia, agar turut mengawal kasus ini.
Standar Vonis Hakim Adalah HAM
Inilah sanksi dalam sistem Kapitalisme sekuler yang berlaku di negeri ini. Berdalih melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) dan anak di bawah umur, sanksi pun terkesan tidak adil. Wajar kejahatan semakin subur dalam sistem saat ini.
HAM selalu menjadi dalih bagi hukum sekuler dalam memberikan sanksi kepada pelaku kriminal. Dengan alasan HAM juga, pelaku kriminal semakin subur dan tidak terkendali. Termasuk pelakunya adalah remaja di bawah umur.
HAM menjadi standar perilaku orang-orang termasuk umat Islam dalam menjalankan kehidupannya. Bukan lagi hukum syariat Islam, sangat disayangkan.
Standar Hukum Yang Adil Adalah Islam
Islam sebagai agama dan sistem kehidupan yang sempurna memiliki sistem hukum yang adil bagi pelaku maupun korban. Sanksi dlm Islam bersifat jawabir dan zawajir.
Jawabir adalah penebus dosa atas kemaksiatan yang telah dilakukan oleh pelaku maksiat. Hukum Islam yang diterapkan oleh negara nanti akan bersifat jawabir bagi pelaku. Sehingga di akhirat nanti Allah akan mengampuni kemaksiatannya dan tidak akan disiksa di neraka.
Sedangkan zawajir adalah pencegahan kepada setiap individu masyarakat yang menyaksikan sanksi tersebut diterapkan agar tidak meniru kemaksiatan yang serupa. Sehingga akan melenyapkan kejahatan itu dengan sendirinya.
Dalam kasus ini pelaku J yang berusia 17 tahun sudah terkategori mukallaf dalam pandangan Islam, sehingga wajib dijatuhi hukuman. Sanksi yang dijatuhkan pun berlapis. Karena ada 4 aksi maksiat yang telah dilakukan.
Awalnya pelaku meminum miras (khamr) sampai mabuk kemudian melakukan pembunuhan dan pemerkosaan (zina), lalu terakhir mencuri harta korbannya. Sehingga jika diterapkan hukum syariat Islam kepada J, hukumannya adalah:
Pertama, hudud bagi pelaku peminum minuman keras (khamr). Hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali tanpa belas kasih dan disaksikan oleh seluruh anggota masyarakat.
Kedua, hudud bagi pezina yang belum menikah adalah hukuman cambuk sebanyak 100x dan diasingkan selama setahun. Aksi rudapaksa terhadap korban adalah bentuk perzinaan yang terkena sanksi ini.
Ketiga, hudud bagi pencuri adalah potong tangan. Harta korban yang dicuri telah melebihi nishabnya yaitu tiga dirham atau seperempat dinar atau sekitar Rp. 1.264.375 (1 gram seharga Rp 1.190.000) maka berlaku potong tangan bagian kanannya.
Keempat, hudud bagi pembunuhan yang disengaja adalah qishas, yaitu hukuman mati tanpa pengampunan dari keluarga korban dan tanpa diyat. Hukumannya adalah dieksekusi tanpa belas kasih dan disaksikan oleh seluruh anggota masyarakat.
Sanksi hukum tersebut sudah pernah diterapkan dalam peradaban Islam di masa lalu. Hasilnya adalah terwujudnya kemuliaan akhlak dan keadilan di masyarakat.
Perlu diperhatikan bahwa seluruh sanksi hudud ini bisa diterapkan secara praktis hanya dalam sistem Islam saja. Akan menjadi janggal dan aneh jika diterapkan dalam sistem Kapitalisme sekuler seperti sekarang, dimana masyarakat diberikan kebebasan atas nama HAM. Wallahu alam bi ash showab.
Post a Comment