Pegiat Dakwah
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Ungkapan tersebut sangat tepat disematkan untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini. Di tengah mahalnya harga beras yang semakin melambung tinggi, kini dikabarkan bahwa akan ada kenaikan tarif listrik. Tentu saja hal tersebut membuat rakyat panik dan semakin merasa tercekik.
Setelah wacana kenaikan muncul ke permukaan dan ramai diperbincangkan, akhirnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengumumkan bahwa tarif listrik tidak akan naik untuk bulan Maret 2024. Hal tersebut ditetapkan bersamaan dengan pengumuman kenaikan pada triwulan pertama, Januari-Maret.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P Hutajulu mengatakan bahwa terkait hal ini pemerintah memiliki pertimbangan untuk daya saing para pelaku usaha, guna menjaga daya beli masyarakat, serta tingkat inflasi melalui sektor kelistrikan.
Kebijakan untuk tidak mengubah tarif pada Maret 2024 berlaku bagi 13 pelanggan nonsubsidi, dan 25 golongan bersubsidi. Penetapan ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Kelima Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan PLN. Disampaikan pula bahwa keputusan tersebut untuk menjaga daya saing pelaku usaha, daya beli, dan tingkat inflasi di tengah masyarakat. (Kompas.com, 23-20-2024)
Jika mengacu pada Peraturan Menteri ESDM yang menetapkan perubahan pada triwulan terkait penyesuaian tarif, maka masyarakat jangan merasa bergembira dulu. Karena tidak ada jaminan untuk bulan-bulan berikutnya. Jadi rakyat harus bersiap-siap ketika ada perubahan tarif TDL. Dengan berbagai kenaikan harga kebutuhan pokok saja, rakyat sudah merasakan beban hidup yang makin berat, maka bagaimana jika ditambah dengan kenaikan listrik? Ini jelas membuat rakyat semakin sengsara.
Andaikan dikelola pemerintah, listrik seharusnya diberikan dengan harga murah atau gratis, tapi nyatanya terus mengalami perubahan harga. Meskipun negara ini kaya dengan sumber daya alam, akan tetapi aturan yang diterapkan adalah ekonomi Kapitalisme yang melegalkan penguasaan terhadap sumber daya alam diserahkan kepada swasta terlebih asing. Alhasil kekayaan negeri ini sampai kapanpun tidak akan memberi dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Intervensi pihak lain itu sangat nyata. Hal ini terbukti di balik perusahaan pengelolaan sumber-sumber listrik, di sana tertancap bendera asing, sehingga negara tidak berdaulat atas kekayaan negeri. PLN begitu bergantung pada pasokan swasta. Penyesuaian harga pun ditetapkan secara berkala, tergantung pada nilai mata uang dollar AS terhadap rupiah (kurs).
Demikianlah sistem Kapitalisme sekular yang diberlakukan di negeri ini, menjadikan sosok penguasa yang ada di dalamnya tidak berperan sebagai pengayom yang mengurusi urusan rakyatnya, tetapi hanya sebatas regulator yang condong kepada para kapital atau pemodal. Rakyat harus berjuang sendiri dalam mencukupi segala kebutuhannya. Kalaupun ada subsidi, solusi tersebut hanya sekedar tambal sulam, tidak menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat.
Kesempitan hidup seperti ini seharusnya mampu menyadarkan masyarakat bahwa kondisi yang dirasakan adalah akibat diterapkannya sistem Kapitalisme sekular. Sebuah aturan yang mencampakkan aturan dari Sang Maha Pencipta, Allah Swt.
Padahal jika kembali pada aturan Islam sebagai ideologi, tentu kesusahan hidup ini akan terurai. Karena Allah telah memerintahkan bahwa pemimpin adalah raa'in terhadap rakyatnya. Berarti di dalamnya ada hak dan kewajiban. Maka pelayanan yang diberikan tak akan pernah ada unsur untung atau rugi. Menyediakan sumber energi listrik yang murah bahkan gratis, adalah kewajiban negara dan hak bagi masyarakat. Maka inilah efek dari pengaturan hidup manusia yang menghadirkan peran Rabb Semesta.
Sistem Islam juga memiliki mekanisme yang wajib ditaati oleh semua kalangan. Sebagaimana diketahui bahwa tenaga listrik merupakan upaya pemanfaatan potensi alam berupa minyak, batubara, sinar matahari, angin, air, dll; untuk dikonversikan menjadi energi. Semua potensi tersebut adalah sumber daya alam.
Dalam Islam, jika jumlah SDA tidak terbatas, maka kakayaan tersebut adalah milik umat dan haram dikuasai baik oleh individu ataupun korporasi, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Kaum muslim berserikat dalam 3 hal; air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah)
Inilah konsep Islam dalam mengelola SDA. Adapun pihak yang bertanggung jawab akan hal itu adalah negara. Dengan begitu, pengelolaan semua sumber energi listrik akan ada di bawahnya. Dari mulai eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, hingga menjadi barang siap pakai yang didistribusikan kepada masyarakat. Ada yang secara langsung diberikan berupa subsidi kepada rakyat/rumah tangga secara gratis agar tidak perlu merasakan beban hidup akibat kenaikan listrik. Ada pula yang diberikan secara tidak langsung, yaitu dijual dengan harga murah, hasilnya disimpan di pos kepemilikan umum Baitul Mal. Selanjutnya digunakan untuk membiayai fasiltas umum dan kebutuhan dasar publik berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang semua itu diberikan secara cuma-cuma.
Demikian pula halnya dengan jalan raya, jembatan, tol, masjid dan lain sebagainya yang akan dibangun dengan kualitas terbaik sehingga masyarakat bisa menggunakannya dengan nyaman.
Demikianlah ketika Islam diterapkan dalam mengatur urusan rakyatnya terutama dalam mengelola sumber listrik. Dengan mekanisme ini, umat akan mudah memperoleh kebutuhan pokok komunalnya berupa energi listrik. Semua ini akan terwujud nyata jika hukum Allah diterapkan secara menyeluruh dalam naungan sebuah sistem kepemimpinan.
Wallahu a'lam bishShawwab
Post a Comment