Oleh Lafifah
Aktivis
Muslimah
Belum
lama ini masyarakat sedikit teralihkan beban kehidupannya, dengan adanya euforia
Pemilu 2024 yang penuh dengan candaan dan bagi-bagi makanan dari Paslon Capres
dan Cawapres serta Caleg. Namun, masih di bulan yang sama masyarakat dikejutkan
dengan kado terindah "wacana kenaikan tarif listrik."
Meskipun
hanya wacana kenaikan tarif listrik pada Maret telah berhasil membuat syok masyarakat dan mengemuka, hal ini berhasil
membuat pemerintah menangguhkan dan menegaskan tidak akan ada kenaikan tarif
dasar listrik (TDL) dan BBM hingga Juni 2024. Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan, hal tersebut dilakukan sebagai
upaya pemerintah untuk menjaga daya saing para pelaku usaha guna menjaga daya
beli masyarakat, serta menjaga tingkat inflasi melalui sektor
ketenagalistrikan.
Sebagaimana
ketentuan Permen ESDM No. 28/2016 jo. Permen ESDM No. 8/2023, penyesuaian tarif
tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap tiga bulan, mengacu
pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni kurs,
Indonesian crude price (ICP), inflasi, serta harga batu bara acuan (HBA).
Menko
Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, keputusan tidak menaikkan TDL
menjadi salah satu faktor penyebab melebarnya target defisit fiskal APBN 2024
yang tercatat sebesar 2,29% terhadap PDB. Ini karena subsidi untuk menahan
kenaikan harga listrik dan BBM membutuhkan anggaran lebih besar untuk PT
Pertamina maupun PT PLN.
Tarif
Listrik Murah, Mungkinkah?
Mengacu
pada Peraturan Menteri ESDM yang menyebutkan setiap tiga bulan selalu ada
penyesuaian TDL, maka rakyat jangan senang dahulu jika TDL tidak naik. Apalagi
pemerintah tidak menjamin setelah Juni 2024 akan melanjutkan kebijakan
menaikkan TDL atau tidak.
Selama
ini, jika ada kenaikan TDL, belum ada ceritanya setelah naik, tarif listrik
mengalami penurunan harga. Apalagi jika dikaitkan dengan defisit APBN yang
disinggung Menko Perekonomian. Pernyataan itu seolah menyiratkan, jika tidak
menaikkan TDL, APBN akan terbebani sehingga masyarakat harus mengerti andai
kata pemerintah memutuskan menaikkan TDL yang katanya demi mengurangi defisit
APBN.
Inilah
di antara dampak sumber energi listrik, seperti batu bara diprivatisasi dan
dikapitalisasi. Akibatnya, perusahaan negara yang dalam hal ini PLN harus ngoyo
membeli bahan bakar listrik tersebut kepada swasta. Si “emas hitam” yang
dikeruk dari perut bumi Indonesia ini merupakan bahan bakar sumber daya listrik
yang sangat penting. Pada 2023 saja, kebutuhan batu bara mencapai 161,2 juta
ton, terdiri dari 83 juta ton untuk kebutuhan PLTU milik PLN dan 78,2 juta ton
untuk PLTU milik swasta (Independent Power Producer/IPP) di seluruh
Indonesia.
Kita
punya sumber energi listrik, tetapi malah dikuasai swasta. Pada akhirnya,
negara harus membeli batu bara yang sudah menjadi milik swasta untuk memenuhi
pasokan listrik dalam negeri. Jika seperti ini, mustahil tarif listrik bisa
murah.
Dalam
sistem kapitalis, SDA yang melimpah bisa dimiliki satu individu asalkan
memiliki modal. Kekayaan milik rakyat diperjualbelikan, rakyat pun terkena
imbasnya. Listrik harus bayar, BBM juga berbayar. Kalaupun ada subsidi, malah
disangka membebani APBN.
Sudah
jatuh tertimpa tangga. Di tengah mahal nya harga beras dan kebutuhan pokok
lainnya kini wacana kenaikan tarif listrik akan makin menambah beban yang
mencekik rakyat, dampak kelaparan terjadi dimana-mana, beginilah nasib rakyat
yang hidup di sistem kapitalis, rakyat hanya gigit jari, berharap yang berkuasa
akan bisa mengelola negeri ini, justru yang ada sumber daya alam yang melimpah
hanya menjadi ‘Bancakan’ para penguasa dan pengusaha.
Dalam
Islam, listrik merupakan harta kepemilikan umum. Rasulullah ï·º bersabda, “Kaum
muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air, dan api.” (HR
Abu Dawud dan Ahmad). Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) yang dapat
menyalakan barang elektronik. Dalam hal ini, listrik termasuk kategori “api”
yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Batu
bara yang merupakan bahan pembangkit listrik, termasuk dalam barang tambang
yang jumlahnya sangat besar. Atas barang tambang yang depositnya banyak, haram
hukumnya dikelola oleh individu atau swasta.
Dengan
demikian pengelolaan listrik seharusnya dikelola berdasarkan syariat Islam,
sehingga rakyat dapat merasakan kekayaan alam yang mereka miliki untuk memenuhi
kebutuhan listrik dalam kehidupan sehari-hari. Listrik murah bukan sesuatu yang
mustahil terwujud.
Wallahualam
bissawab
Post a Comment