Tak Lagi Menjadi Khoyro Ummah


Oleh; Naimatul-Jannah, 
Aktivis Muslimah Asal Ledokombo Jember



Allah SWT berfirman, 


كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتابِ لَكانَ خَيْراً لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفاسِقُونَ


“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran: 110)


Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir menjelaskan dalam tafsir Al-Qur’an Al-Azhim bahwa, Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammad saw. bahwa mereka adalah sebaik-baik umat. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Sufyan ibnu Maisarah, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah ra. sehubungan dengan firman-Nya: Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110), Abu Hurairah ra. mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebaik-baik manusia untuk umat manusia, kalian datang membawa mereka dalam keadaan terbelenggu pada lehernya dengan rantai, selanjutnya mereka masuk Islam.



Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Atiyyah Al-Aufi, Ikrimah, Ata, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas. Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110), yakni umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling bermanfaat buat umat manusia.


Terkait dengan ayat ini mengandung makna umum mencakup semua umat ini dalam setiap generasinya, dan sebaik-baik generasi mereka ialah orang-orang yang Rasulullah saw. diutus di kalangan mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka.




Hilangnya Perisai Umat



Namun predikat menjadi umat yang terbaik tak lagi diraih sejak kepemimpinan islam dihancurkan. Tepat pada bulan ini genap 100 tahun kaum muslim di seluruh dunia hidup tanpa perisai. Pada tanggal 3 Maret 1924/28 Rajab 1342 H, Inggris melalui anteknya, Mustafa Kemal Ataturk, berhasil menghasut sebagian rakyat dan tokoh Turki untuk mengabolisi persatuan islam.


Disaat itu kaum muslim sudah mengalami kemerosotan dalam pemikiran Islam. Mereka sudah dipecah-belah dengan paham nasionalisme. Kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah kala itu pun sudah lemah. Akibatnya, Khilafah tidak sanggup menghadang makar Mustafa Kemal Ataturk. Akhirnya, Majelis Agung Nasional Turki resmi membubarkan Kekhalifahan Utsmani. Mereka bahkan mengusir khalifah terakhir, Sultan Abdul Hamid 2.Tak cukup antek Inggris ini lalu melakukan perusakan umat melalui program westernisasi, antara lain menghapus syariat Islam; memberlakukan undang-undang sekuler; membebaskan peredaran minuman keras dan pesta dansa pria-wanita; melarang jilbab bagi muslimah; melarang penggunaan bahasa Arab; serta bertindak represif terhadap para ulama yang tetap istikamah dalam keislaman. Kebijakan ini dipuji-puji oleh Barat dan para pengikutnya sebagai modernisasi Turki. Padahal, semua itu hakikatnya adalah penghancuran peradaban Islam.



Sehingga ada sejumlah derita besar yang dialami umat pasca hilangnya perisai tersebut. Pertama, persatuan umat muslim tercabik-cabik oleh paham nasionalisme dan negara-bangsa (nation state) yang dipromosikan Barat, terutama Inggris. Kaum muslim yang semula hidup dalam persatuan di bawah naungan islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara-bangsa. Paham nasionalisme ini menambah derita umat. Umat menjadi tidak saling peduli satu sama lain. Nasionalisme bahkan sering memicu konflik dan perang antar sesama Muslim. Ada Perang Irak-Iran (1980—1988). Ada agresi Irak ke Kuwait (1990), Ada Perang Arab Saudi-Yaman (2015 sampai sekarang). Semua itu adalah sebagian konflik yang dipicu oleh paham nasionalisme. Padahal mereka semuanya adalah bersaudara. Karena paham nasionalisme ini juga, para pemimpin dunia Islam merasa tidak punya tanggung jawab terhadap kondisi Palestina, Myanmar, Uighur, dsb..


Kedua, penjajahan di dunia Islam merajalela. Keruntuhan Islam menyebabkan negara-negara Barat leluasa menjajah negeri-negeri muslim. Mereka bak kawanan anjing hutan yang mencabik-cabik hewan ternak yang kehilangan penjaganya. Negara-negara Barat, seperti Inggris, Prancis, Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat meluaskan wilayah jarahan mereka mulai dari Timur Tengah, Asia hingga Afrika. Mereka merampok harta kekayaan alam negeri jajahannya. Mereka juga bertindak kejam terhadap kaum muslim. Prancis, misalnya, membantai lebih dari 45 ribu muslim Aljazair, termasuk anak-anak dan perempuan, hanya dalam sehari pada 8 Agustus 1945.


Ketiga, tanah Palestina dikuasai oleh Zion*s Yahudi. Ketika Kepemimpinan Islam masih tegak, tidak ada keberanian kaum Zion*s maupun Inggris untuk merebut tanah Palestina. Namun, sejak kekuasaan islam runtuh hingga hari ini, umat menyaksikan agresi militer Zion*s, yang dibantu oleh negara-negara Barat, melakukan penggusuran dan pembunuhan terhadap warga Palestina. Ironinya, negeri-negeri Arab yang menjadi tetangga Palestina membatasi bantuan hanya logistik. Mesir malah meninggikan pagar tembok pembatas negerinya dengan Rafah untuk mencegah warga Palestina mengungsi ke wilayahnya. Persekutuan dengan Yahudi juga dilakukan oleh Turki di bawah Erdogan, termasuk sejumlah negeri Arab lain.


Keempat, umat muslim terancam genosida. Dunia menjadi saksi atas bisunya para pemimpin dunia Islam terhadap pembantaian di Srebrenica pada 1995 oleh militer Kristen Ortodoks Serbia-Bosnia. Korban muslim yang tewas diperkirakan lebih dari 50 ribu jiwa. Aksi genosida dilakukan tidak mencapai satu bulan. Hari ini para pemimpin muslim juga diam atas genosida muslim Rohingya dan muslim Uighur, juga Gaza dan Rafah.


Kelima, perampokan sumber daya alam milik kaum muslim oleh berbagai korporat negara-negara Barat. Hilangnya perisai menjadikan banyak perusahaan asing dari Barat bebas merampok berbagai sumber daya alam di tanah kaum muslim, seperti aneka mineral, minyak, dan gas bumi dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Hal itu dilakukan baik secara ilegal maupun legal lewat undang-undang yang mereka rancang untuk kemudian diberlakukan para penguasa boneka. Tragisnya, banyak penduduk setempat yang tetap dalam kemiskinan, sedangkan kekayaan alam mereka dikeruk pihak asing. Perusahaan Freeport di Papua, misalnya, pada 2023 menghasilkan 1,9 juta ons emas, sedangkan Papua sendiri adalah provinsi termiskin di Indonesia menurut data BPS.


Keenam, gerakan pemurtadan dan perang pemikiran oleh Barat makin merebak. Kaum misionaris menyebar di negeri-negeri muslim untuk memurtadkan umat. Kehadiran mereka disokong oleh negara-negara Barat sebagai bagian dari imperialisme dengan prinsip gold, gospel and glory.


Ketiadaan kepemimpinan islam sebagai pelindung umat juga memudahkan Barat melakukan perang pemikiran (al-ghazw al-fikri) terhadap umat. Paham sekularisme, pluralisme, liberalisme, dan sinkretisme bertebaran di tengah umat. Demikian pula paham demokrasi dan HAM yang memuja kebebasan. Keduanya bahkan sudah dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam. Salah satu dampaknya adalah merebak perzinaan, L687, penistaan agama, bahkan kemurtadan dengan dalih HAM dan kebebasan. Tragisnya lagi, sebagian dari perbuatan tersebut mendapatkan payung hukum di sejumlah negeri muslim.


Perang pemikiran ini juga berhasil menciptakan islamofobia di tengah umat muslim. Banyak muslim yang takut dan benci terhadap ajaran agamanya sendiri. Mereka menentang hukum-hukum Islam dan kewajiban penegakan Khilafah. Sebagian tokoh umat dengan lancang menyebut hukum-hukum Islam akan membawa mereka menuju kemunduran dan keterbelakangan.



Perubahan Menuju Islam


Al-Quran mengingatkan bahwa nasib suatu kaum ditentukan oleh kemauan kaum itu sendiri untuk berubah. Allah Swt. berfirman,


إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ


“Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (TQS Ar-Ra’du [13]: 11).


Akan tetapi, banyak pihak yang menggunakan ayat ini sebagai dasar untuk melakukan perubahan tanpa menyertakan upaya yang harus dilakukan. Padahal yang dimaksud adalah perubahan menuju kebaikan dan keberlimpahan hidup sebagai buah dari keimanan dan ketaatan. Imam As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan, “Sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum”, yakni berupa kenikmatan, curahan kebaikan, dan kehidupan yang enak. “Hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, yakni dengan beralih dari keimanan menuju kekufuran; dari taat menuju maksiat; atau dari sikap mensyukuri nikmat-nikmat Allah ke sikap mengingkari nikmat-nikmat-Nya tersebut.


Oleh karena itu, Allah mencabut semua kenikmatan itu dari mereka. Begitu pula sebaliknya. Jika para hamba Allah mengubah kondisi mereka dari maksiat menuju taat kepada Allah, niscaya Allah akan mengubah kondisi kesengsaraan yang menyelimuti mereka sebelumnya menuju kebaikan, kebahagiaan dan ghibthah (semangat iri dalam kebaikan), serta rahmat.” (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm al-Manân fî Tafsîr Al-Qur’ân, 4/724—725).


Jelaslah tidak akan pernah ada perubahan, meskipun figur pemimpinnya sudah bergonta-ganti, selama umat belum meninggalkan aturan-aturan dan ideologi selain Islam. Kehidupan yang lebih baik dan penuh berkah, baru akan terjadi manakala umat ini berubah menuju iman dan takwa dengan menerapkan syariat Islam.


Meruyaknya kerusakan di tengah manusia seperti kemiskinan, kerusakan moral, kriminalitas adalah akibat dari kemaksiatan dan kemungkaran manusia yang berlari dari syariat Islam. Allah Swt. berfirman,


ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ


“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan-Nya).” (TQS Ar-Rum [30]: 41).


Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ”karena perbuatan tangan manusia” dengan mengutip pernyataan Abu Aliyah, yakni ”Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di bumi, maka ia telah merusak bumi. Ini karena memperbaiki langit dan bumi adalah dengan ketaatan (kepada Allah).” (Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur’ân al-’Azhîm, 6/287).


Selamanya kehidupan umat manusia akan rusak jika diisi dengan kemaksiatan dan kemungkaran. Kemaksiatan dan kemungkaran terbesar adalah mencampakkan hukum-hukum Allah dan memilih selain hukum-hukum-Nya. Inilah masalah yang sesungguhnya terjadi saat ini, khususnya di negeri ini. Tidak akan pernah ada kebaikan selama tidak menerapkan syariat-Nya secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.



Waallahu A'lam Bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post