Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Miris dirundung kesulitan ekonomi, rakyat malah dipersulit lagi. Ungkapan ini menyirat akan nasib malangnya rakyat. Sudah sulit memenuhi kebutuhan hidup malah diperparah dengan adanya berbagai hal kesulitan yang dibuat oleh sistem ini. Sudah menjadi kebiasaan ketika menjelang hari besar semua kebutuhan bahan pokok melonjak naik seperti Beras, telur, gula, minyak sayur dll.
Sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatera Selatan Ruzuan Effendi mengatakan, momen kenaikan harga jelang Ramadan selalu terjadi setiap tahun. Tidak hanya terjadi pada tahun ini saja.
"Permintaan untuk menghadapi puasa memang tinggi, biasanya masyarakat melaksanakan ruwahan sebelum puasa. Kondisi itu yang membuat harga kebutuhan pokok melonjak," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (27/2/2024).
Selain telur, ada beberapa bahan pokok yang mengalami lonjakan harga. Daging ayam saat ini berkisar Rp 33 ribu per kg dan minyak goreng kemasan Rp 17 ribu per liter. Komoditas tersebut mengalami kenaikan harga karena permintaan yang tinggi. Sebelumnya, telur berkisar di harga Rp 23 ribu per kg, minyak goreng Rp 16 ribu dan ayam Rp 28 ribu per kg. Sementara sejumlah harga bahan pangan lain yang terpantau masih tinggi adalah beras premium yang dijual Rp 15.600 per kg, beras medium Rp 13 ribu per kg, cabai merah keriting Rp 70 ribu per kg, cabai rawit merah Rp 75 ribu per kg dan gula Rp 17 ribu.(Detiksumbagsel 27/3/2024).
Mahalnya harga pangan menunjukkan gagalnya negara menyediakan pangan yang murah bagi rakyat. Negara harusnya mengantisipasi kenaikan harga. Sayangnya hal ini mustahil terwujud karena peran negara saat ini hanya sebagai regulator atau pengatur kebijakan bukan pengurus rakyat. Inilah tabiat negara kapitalis. Dalam sistem kapitalisme kendali negara ada di tangan para korporat dan oligarki. Prinsip kapitalisme adalah membatasi gerak negara dan memberi ruang sebebas-bebasnya bagi para pemilik modal untuk menguasai segala sektor termasuk sektor pangan dan pertanian.
Hal inilah yang menyebabkan kekacauan produksi, distribusi, hingga ketersediaan bahan pangan di pasaran akibat permainan kartel dan mafia pangan. Namun negara menunjukkan ketidakberdayaan atas keberadaan kartel dan mafia bahan pangan ini.
Dalam penerapan sistem kapitalisme sekuler menganut paham kebebasan. Sistem kapitalisme sekuler memang lebih mengagungkan kebebasan individu. Sehingga negara lepas tangan dan melepas tanggung jawab secara penuh dalam urusan rakyat, termasuk para pelaku usaha. Ingin memiliki sesuatu maka jaminannya adalah kekuatan riilnya materi. Jadi terjadinya mafia baik di pasar maupun dalam perdagangan diserahkan pada masing-masing individu untuk menyelesaikannya.
Apalagi sistem ini justru membuka selebar-lebarnya pasar bebas, dari situlah muncul adanya permainan harga yang dapat merugikan pihak konsumen akibat dari sifat rakusnya manusia yang tidak akan puas. Karena manusia didorong hanya untuk bebas dalam mencari nilai materi dan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memandang cara halal dan haram.
Karena negara tidak memiliki wewenang sepenuhnya yang semuanya ditekan oleh korporasi dan swasta. Sistem ekonomi kapitalisme sekuler memihak kepada kepentingan pelaku usaha, khususnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing yang dimana para pengelola yang ditunjuk oleh negara bisa bermain dan mendapat pasokan, meskipun di dalam negeri telah ada lembaga-lembaga seperti Badan Umum Logistik, Badan Pangan Nasional, Badan Penjaga Pangan atau lainnya. Tidak ada artinya jika kenyataan terjadi di lapangan semrawutnya tata kelola dan pengaturannya amburadul. Bukannya bisa teratasi kenaikan dan sulitnya mendapatkan bahan pangan, justru banyak kecurangan yang terjadi. Hal ini menunjukkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler gagal dalam mewujudkan kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan rakyat.
Demikianlah kenaikan harga pangan yang terus menerus menunjukkan betapa abainya penguasa dalam sistem kapitalisme. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Rasulullah saw menegaskan dalam sabdanya “Imam adalah Ra’in (pengurus) bagi rakyatnya dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad dan Bukhari).
Dari hadis ini, umat mestinya sadar bahwa keberadaan pemimpin dalam sistem Islam adalah sejatinya sebagai pengurus rakyatnya. Istimewanya dalam sistem Islam pemenuhan kebutuhan rakyat bukan dihitung secara kolektif. Melainkan secara individu per individu. Sehingga tanggung jawab untuk mengurus setiap individu rakyat sudah menjadi tupoksi bagi penguasa. Mereka, para penguasa ini harus berupaya dengan segenap cara untuk meriayah rakyatnya jika tidak maka mereka sudah berbuat dzalim.
Islam memiliki mekanisme agar harga pangan dapat stabil dan terjangkau. Konsep ini tertuang di dalam sistem ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam.
Terkait fakta harga maka harus kita ketahui bahwa harga adalah hasil pertukaran uang dengan barang. Harga ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand). Sehingga jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah namun permintaannya sedikit maka harga akan turun. Sebaliknya jika barang yang ditawarkan sedikit sedangkan permintaannya banyak maka harga akan naik. Dengan demikian harga akan mengikuti hukum pasar. Sementara hukum pasar ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Maka cara yang logis agar harga di pasar stabil adalah dengan memastikan penawaran dan permintaan barang seimbang. Bukan dengan mematok harga sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa kapitalis saat ini. Memang dalam beberapa saat pematokan harga akan membuat harga barang stabil, namun hal ini akan mendorong masyarakat mengurangi daya beli mata uang.
Islam telah melarang negara melakukan pematokan harga. Apalagi pematokan harga ini dapat menyebabkan inflasi.
Dalil dilarangnya pematokan harga adalah af’al (tindakan) dan qoul (sabda) rasulullah. Ketika itu harga barang-barang naik dan para sahabat datang kepada Rasulullah meminta agar harga barang ditetapkan (dipatok) agar masyarakat bisa membelinya. Namun permintaan para sahabat ditolak Rasulullah dan beliau bersabda “Allah-lah Dzat yang Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan Rezeki, Memberi Rezeki dan mematok harga” (HR. Ahmad dari Anas).
Sehingga jelas bahwa dalil syariat melarang bagi penguasa untuk mematok harga. Maka langkah yang tepat adalah membiarkan harga mengikuti mekanisme pasar.
Berikut beberapa kebijakan penguasa dalam Sistem Islam untuk membuat harga stabil antara lain;
1. Bila penawaran dan permintaan barang berkurang sehingga mengakibatkan harga- harga naik maka ketersediaan barang dan jasa diseimbangkan kembali oleh negara dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain. Kebijakan ini pernah dilakukan khalifah Umar Bin Khattab saat Madinah mengalami musim paceklik. Beliau mengirim surat kepada beberapa gubernurnya disekitar Madinah seperti Basyrah dan Mesir memerintahkan mereka untuk mengirimkan logistiknya ke Madinah.
2. Jika ketersediaan di dalam negeri tidak mencukupi maka dibolehkan impor barang dengan syarat dilakukan secara temporer sampai harga barang stabil, tidak boleh dengan negara kafir harbi fi’lan (Amerika, Inggris dan sekutunya) serta bukan komoditas haram.
3. Jika terungkap bahwa ketersediaan barang karena adanya penimbunan dan kartel barang maka dapat dijatuhkan sanksi ta’zir dan mewajibkan para penimbun melepaskan barangnya kembali ke pasar.
4. Jika kenaikan harga barang terjadi karena penipuan maka negara dapat menjatuhkan sanksi ta’zir dan menjatuhkan hak khiyar yaitu memilih antara melanjutkan akad atau membatalkan jual beli.
5. Adanya penjagaan standar mata uang yaitu dengan emas dan perak dan negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar karena dapat menyebabkan nilai nominal mata uang yang sudah ada jatuh. Dengan demikian tidak akan terjadi inflasi yang menyebabkan harga barang naik seperti saat ini.
Demikianlah, seluruh upaya yang dilakukan negara dalam sistem Islam ini akan memudahkan rakyat menjangkau kebutuhan hidupnya. Maka sudah saatnya umat melihat penerapan Islam secara sistemik sebagai satu-satunya solusi logis dan solusi tuntas untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul akibat diterapkannya kapitalisme global hari ini.[LM/UD]
Wallahu alam bishowab
Post a Comment