Sampah Selalu Menjadi Masalah, Siapa yang Salah?

 



Oleh Yuni Irawati 

Aktivis Muslimah


Permasalahan sampah kerap kali menimbulkan permasalahan baru dan permasalahan sampah ini menjadi PR besar bagi pemerintah pusat maupun wilayah, tak terkecuali wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang dikenal dengan kota kembangnya, tetapi realitasnya menjadi kota lautan sampah. Semua itu terjadi sebab minimnya pengelolaan sampah juga terbatasnya tempat pembuangan akhir sampah.


Ada dua fokus yang menjadi sorotan permasalahan sampah di kabupaten Bandung diantaranya adalah masalah sampah yang ada wilayah perkotaan atau pemukiman dan sampah yang berada di kawasan ber pengelola yakni area wisata, mall hingga pasar. Seperti halnya kawasan Bandung Selatan yang memiliki begitu banyak area wisata seperti Pangalengan, Ciwidey atau Rancabuaya yang area wisata tersebut tidak memiliki Tempat Penampungan Sampah (TPS). Tentu hal itu menjadi permasalahan bagi pihak pengelola dan juga pemerintah setempat yang harus diperhatikan.


Permasalahan sampah memang belum sepenuhnya mampu ditangani oleh pemerintah ataupun masyarakat. Walaupun sejumlah gagasan dirumuskan oleh LSM ataupun gerakan sosial yang fokus pada masalah lingkungan. Namun sayang upaya apapun itu tak membuahkan hasil yang maksimal bahkan permasalahan sampah itu seakan tiada akhir.


Seharusnya, pengelolaan sampah difokuskan dari hulu atau produsen dengan mewajibkan produsen mengubah desain kemasan, sehingga kemasan tersebut bisa diproses untuk didaur ulang. Adapun dari sisi hilir atau konsumen mesti diberlakukan sanksi tegas bagi mereka yang tidak memilih dan memilah sampah.  Konsumen juga perlu difasilitasi untuk mendaur ulang sampahnya. Namun, semua upaya itu tidak cukup untuk bisa keluar dari permasalahan sampah, sebab masalah lingkungan bukanlah masalah yang berdiri sendiri, kerusakan lingkungan yang berdampak pada krisis iklim ini bersifat holistik. 

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan holistik sehingga mampu menuntaskan masalah sampah ini hingga ke akar-akarnya. Dari tataran individu, masyarakat hingga negara.


Namun, faktanya hari ini masyarakat sulit untuk memahami mana kebutuhan mana keinginan. Karena masyarakat hari ini berpandangan bahwa apa pun yang dibutuhkan harus dipenuhi tanpa kecuali. Dan tentunya perilaku seperti itu akan berakibat pada peningkatan volume sampah. Begitupun dalam tata kelola lingkungan dibutuhkan kajian yang sistemis sehingga lingkungan ber pengelola memahami kewajiban-kewajiban nya dalam menjaga lingkungan.


Semua permasalahan ini sejatinya adalah disebabkan oleh paradigma kapitalisme yang mengutamakan kepentingan korporasi. Hasratnya dalam meraih keuntungan yang sebesar-besarnya telah meniadakan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan. Manusia-manusia kapitalistik yang tidak mampu memilah kebutuhannya bertemu dengan hasrat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari para korporat. 


Islam sangat memperhatikan kelestarian lingkungan yang merupakan poin penting dalam pembangunan. Oleh sebab itu manusia wajib menjaga lingkungan dan menghindari aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan. Dan semua itu diawali dari tataran individu dengan memilih dan memilah antara kebutuhan dan keinginan maka dengan sendirinya menjadikan masyarakat mampu memahami apa yang lebih mereka butuhkan.


Sementara itu pemimpin dalam Islam senantiasa menggalakan edukasi mengenai hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan guna merawat dan memperhatikan lingkungan dengan dilandasi keimanan. Oleh karenanya tentu, penanganan sampah tidak akan selesai jika hanya fokus pada individu saja, butuh peran negara dalam membangun paradigma keimanan. Maka, hanya dengan sistem Islam lah semua itu dapat diwujudkan. 


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post