Ramadan dan Nestapa Tanpa Junnah


Oleh: Nurul Aryani
 (Aktivis Dakwah dan Tenaga Pendidik)


Ramadan 1445 H telah sampai pada pertengahan. Bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Sudah lebih dari 100 kali ramadan, kaum muslimin hidup dibawah penjajahan ideologi kapitalisme yang menyeret ummat ini kedalam nestapa dan duka berkepanjangan.


Duka terberat yang kita lihat dialami oleh kaum muslimin Palestina. Dilansir dari Middle East Monitor sebanyak 2000 tenaga kesehatan disana memulai hari pertama puasa tanpa sahur dan berbuka, sebab mereka bekerja tanpa kenal waktu dan tidak adanya makanan berbuka. Pada bulan suci ramadan ini kaum muslimin Palestina terus diteror dan digenosida oleh zionis yahudi laknatullah serta harus bergelut dengan kelaparan akut yang telah merenggut nyawa lebih dari 15 anak Gaza pada awal Maret ini. 


Sebanyak 200 juta kaum muslimin di India juga terus digentayangi oleh islamophobia akut di negara mereka. Rezim Modi telah menunjukkan sikap anti islam dengan mulai menerapkan undang-undang kewarganegaraan yang mengecualikan agama islam. Kaum muslimin terancam diusir dari wilayah mereka tinggal atau menghadapi diskriminasi yang semakin parah dengan status “illegal” mereka. Kaum muslimin India telah mengalami persekusi dan perlakuan yang parah, para muslimah diperkosa, bisnis kaum muslim di tutup, masjid di robohkan dan dibangun kuil, siswa muslim dilarang mengenakan hijab dan banyak nestapa lain terus mereka alami dibawah pemerintahan yang anti islam. (CNBC. 13/03/24)


Kaum muslimin yang menjadi minoritas di tempat mereka tinggal juga menerima duka yang mendalam. Rohingya misalnya, hingga kini terlunta-lunta sebab wilayah mereka dibumi hanguskan, kaum muslimin Rohingya diusir oleh junta militer Myanmar, mereka memencar mencari tempat aman dan kini menjalani ramadan di pengungsian dengan berbagai keterbatasan. Kaum muslimin Uyghur di Cina hingga kaum muslimin di Filipina Selatan juga terus mengalami diskriminasi sepanjang waktu. 


Inilah nestapa kaum muslimin ketika mereka ada dibawah bendera nation state. Ketika mereka mayoritas mereka diminta untuk toleransi yang kebablasan namun jika mereka minoritas mereka menjadi mangsa empuk dan bulan-bulanan kaum kuffar. Jumlah yang banyak hanya bagai buih dilautan, terombang-ambing tanpa kekuatan. 


Karena Ketiadaan Junnah


Jauh-jauh hari sebelum khilafah dihapuskan secara resmi pada 3 Maret 1924, kaum kuffar barat telah membuat strategi jitu untuk melemahkan negara islam. Mereka “merekayasa” perang dunia pertama dan menyeret kekhilafahan utsmaniyyah didalamnya yang bahkan ketika perang belum di mulaipun barat telah yakin dan percaya bahwa kekhilafahan islam akan keluar sebagai pihak yang kalah.


Sebuah perjanjian rahasia dibuat pada tanggal 16 Mei 1916 oleh Britania Raya, Prancis, Inggris, Rusia dan sekutu lainnya semisal Italia. Dengan pensil dan penggaris mereka membagi wilayah-wilayah daulah islam menjadi negeri-negeri kecil dibawah kekuasaan mereka. Misalnya wilayah Lebanon, Suriah, Turki Tenggara dibawah kendali Prancis, sedangkan wilayah Yordania, Palestina dan Iraki dibawah kekuasaan Inggris. Rusia juga mendapat jatah Armenia, sebagian wilayah Kurdistan dan akses ke Laut Tengah dari Laut Hitam melalui Selat Dardanella dan dikuti pembagian wilayah lainnya. Ini dikukuhkan oleh Liga Bangsa-bangsa yang menjadi cikal bakal PBB. Pada 3 Maret 1924 secara resmi Turki berganti status meninggalkan kemuliaan islam menjadi negara sekuler dan mengemban nasionalisme.


Sejak saat itu, ummat kehilangan “ibu” mereka dan justru memilih mempercayai musuh yakni negara barat yang tangannya masih berlumuran darah ibu mereka. Kaum muslimin telah terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara kecil yang mudah terjajah. Berada dalam negara sekuler kapitalisme serta negara sosialis komunis telah menjadikan kaum muslimin terus dihinakan dan direndahkan. Maka telah terbuktilah sabda Rasul saw yang mulia: 


“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] junnah (perisai). Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim)


Ketiadaan junnah/perisai kaum muslimin telah membuat mereka dikuasai oleh musuh-musuh islam akibatnya kaum muslimin dengan nudah diperangi, digenosida, direnggut kemuliaan mereka.. Imam Nawawi menjelaskan makna al-Imâm Junnat[un] (imam/khalifah itu laksana perisai) dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim, ”Sabda Rasulullah saw.: (الإمام جنة), yakni seperti al-sitr (pelindung). Ini karena imam (khalifah) mencegah musuh dari perbuatan mencelakai kaum muslim dan mencegah sesama manusia (melakukan kezaliman-pen.), memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya, dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.” (Muslimah News, 16/03/23)


Menegakkan Kembali Khilafah


Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin yang menyebarkan dakwah dan menerapkan syariah islam. Khilafah adalah rumah besar bagi kaum muslimin, pelindung dan penjaga kaum muslimin dari musuh. Ketika kekhilafahan islam masih eksis penguasa negara islam yakni khalifah tidak akan membiarkan musuh islam menguasai kaum muslimin. 


Misalnya dalam sejarah tertaklukkannya Sind. Pada tahun 90 hijriyah, pada tahun itu, Dahir penguasa as-Sind menyerang kapal yang didalamnya terdapat para muslimah, mengambil dan menawan mereka. Khalifah saat itu dengan cepat mengirim perintah kepada walinya untuk membalas perlakuan zalim penguasa sind. Maka pergilah Muhammad bin al-Qasim memimpin pasukan dan menyelamatkan para muslimah, menuntut balas atas penguasa sind bahkan hingga menaklukkan negeri as-Sind. Begitu juga dengan Khalifah al Mu’tashim dan pasukan kaum muslimin yang berhasil mengalahkan romawi dan menaklukkan kota terbesar mereka yakni Amuria ketika mendengar adanya wanita muslimah yang meminta tolong sebab telah wilayah mereka telah diserang oleh romawi. Penjagaan semacam ini hanya akan didapati ketika khilafah itu ada.


Kaum muslimin sudah seharusnya menjadikan persatuan dalam naungan negara khilafah sebagai solusi atas nestapa yang dialami ummat, bergabung bersama jamaah dakwah dan ikut serta mendakwahkah dan membangun kesadaran islam ditengah-tengah kaum muslimin. Dengan demikian akan semakin mendekatkan kaum muslimin dengan pertolongan Allah dan semakin dekat hari pembebasan dari musuh-musuh islam. 


Melalui lisan Rasul saw yang mulia, Allah telah memberikan kabar gembira kepada kaum muslimin:


“........Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).


Janji yang Allah sampaikan pasti akan terealisasi, maka pastikan kita berdiri sebagai penolong agama Allah, sebagai pejuang bukan penentang. InsyaAllah, nestapa dan duka kaum muslimin kelak akan sirna dengan tegaknya izzul islam wal muslimin. Wallahu’alam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post