PPN Naik Rakyat Semakin Tercekik


Oleh Ari Wiwin

Ibu Rumah Tangga


Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah tersebut sangat tepat dirasakan masyarakat Indonesia saat ini. Di tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil, harga sembako yang terus merangkak naik, negara justru mengabarkan akan menaikan PPN pada awal tahun 2025. 

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025. Beliau membeberkan hal tersebut karena kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang akan dilanjutkan oleh presiden selanjutnya. Bahkan berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHP), tarif PPN yang sebelumnya 10 persen akan diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022. Dan akan kembali dinaikkan sebesar 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.(tirto.id 18-3-2024) 


Kebijakan tersebut dinilai terlalu terburu-buru di tengah harga-harga bahan pokok naik, tentunya berimbas pada daya beli masyarakat yang semakin menurun. Dan akibatnya semakin banyak masyarakat miskin yang tidak mampu membeli bahan pokok. Alhasil, rakyat semakin menderita, karena kenaikan PPN adalah hal yang pasti. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis kebijakan pendapatan negara memang diambil dari pajak. Mirisnya pendapatan negara dari sektor pajak ini juga rawan dikorupsi. Sehingga pendapatan negara dari sektor pajak tidak mencapai target, sehingga solusinya dengan menaikkan pajak yang dibebankan pada rakyat. Padahal negara bisa mengambil pendapatan negara selain dari pajak. 

Contohnya bisa di ambil dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri ini. Negara juga bisa mengambil dari sektor lain misalnya perdagangan, pertanian, pariwisata, dan sebagainya. Namun, sumber daya alam yang melimpah itu seolah tidak berarti karena oleh negara sudah diserahkan atau dikelola pihak swasta atau asing. Dimana negara memberi wewenang kepada pihak investor atau para kapitalis untuk mengeruk sebanyak-banyakanya demi keuntungan pribadi. Inilah akibat dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Negara seolah seperti penjual dan pembeli tidak peduli kepada rakyat yang sudah terhimpit karena beban hidup yang semakin sulit. 

Akibat penerapan sistem kapitalis oleh negara, kondisi masyarakat terus didera berbagai kesempitan hidup dan bermacam-macam jenis kemaksiatan. Mulai dari kemiskinan, pengangguran, kriminal, bencana alam, pergaulan bebas, perdagangan manusia, prostitusi, dan sebagainya. Yang lebih banyak disebabkan kebijakan negara yang berlandaskan kapitalisme. Alih-alih mengatasi kesempitan hidup dan kemaksiatan, negara justru mewacanakan program zalimnya seperti menaikkan pajak. 


Seandainya negara dan seluruh kaum muslim mau menerapkan Islam dan menjadikannya ideologi negara tentu saja kesempitan dan kesulitan hidup akan teratasi. Karena persoalan mendasar dari kesempitan itu berpangkal pada diterapkannya sistem kufur kapitalis. Sesuai firman Allah Swt. yang berbunyi : 


"Dan barang siapa berpaling dari peringatan Allah, maka sesungguhnya dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS Thaha ayat 124)


Dalam Islam seorang pemimpin menanggung beban amanah yang besar, untuk itulah  Allah Swt. telah memerintahkan penguasa bersikap adil karena keberadaan penguasa adalah raa'in yaitu sebagai pengurus bagi umatnya. Sesuai hadis Rasulullah saw. yang berbunyi : 


"Imam (khalifah)  adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya." (HR. al Bukhari) 


Sebagai institusi pelaksana syariat, negara (penguasa) akan mengambil pendapatan negara dari sumber daya alam (SDA) yang berupa bahan tambang seperti minyak bumi, nikel, emas, dan juga hasil pertanian, perdagangan, dsb. yang semuanya akan dikelola oleh negara dan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat demi kesejahteraan mereka. Negara tidak akan mengambil pajak apalagi menaikkanya karena hal ini dilarang dalam Islam. Karena dalam Islam negara mempunyai kas negara yang disebut Baitulmal yang pendapatannya diperoleh dari tiga pos harta seperti dari zakat, usyr', fai, ghanimah, kharaj serta pengelolaan alam. Sehingga negara tidak akan mengandalkan pajak sebagaimana negara yang mengemban sistem kapitalis. 


Dalam Islam, pajak disebut dharibah yang artinya kewajiban yang harus dikeluarkan seorang muslim selain zakat. Dharibah digunakan untuk kemaslahatan umat muslim saja dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan yang melibatkan orang-orang selain muslim. Karena dalam Islam pajak yang mirip dengan dharibah disebut jizyah dan kharaj yang ini diwajibkan bagi orang-orang selain Islam. Ini digunakan untuk menjamin keselamatan jiwa serta kesejahteraan mereka sama seperti umat muslim. 


Kebijakan dharibah akan dikeluarkan oleh negara jika kondisi Baitulmal dalam keadaan kosong sedangkan hajat publik harus segera ditunaikan. Maka negara akan meminta pajak pada muslim agniya sesuai dana yang dibutuhkan dan bersifat insidental serta temporal (sementara). Kondisi ini diberlakukan dalam keadaan darurat saja. Sangat berbeda jauh dengan pajak dalam sistem ekonomi kapitalis, setiap warga negara baik itu kaya mupun miskin wajib membayar pajak. Dan dalam penggunaanya tidak sesuai dengan syariat Islam. 


Keberkahan diterapkannya aturan Allah dapat berbuah kesejahteraan. Salah satunya kisah pada masa pemerintahaan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Pada masa itu tidak ada pungutan pajak sama sekali. Bahkan pada masa itu tidak ditemukan rakyat yang miskin. Beliau berhasil mengatasi kemiskinan dengan adanya wakaf dan juga pengumpulan zakat yang sangat luar biasa di dalam baitulmal. Sampai Kahalifah Umar bin Abdul Azis bingung menyalurkan zakat yang diterima karena masyarakat sudah hidup dalam kondisi berkecukupan. Tidak hanya itu, beliau juga membuat kebijakan membebaskan masyarakat selain Islam dalam membayar jizyah  dan kharaj. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang penguasa dalam Islam betul-betul memperhatikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya bukan membebankan pajak kepada rakyatnya. 


Tentunya kesejahteraan ini akan terwujud jika umat Islam mau menerapkan hukum Islam karena hanyalah Islam saja yang mampu menyelesaikan masalah kehidupan termasuk pajak, karena hanya aturan Islam lah yang paling sempurna yang bersumber dari Allah Swt. 


Wallahu a'lam bi shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post