Pegiat Dakwah
Kelangkaan dan mahalnya harga beras tidak hanya dialami wilayah Jakarta saja, tapi di beberapa daerah lain pun mengalaminya, termasuk Kabupaten Bandung. Diduga kelangkaan tersebut karena musim kampanye Pilpres dan Pileg yang memborong beras untuk bantuan sosial (bansos). Selain untuk kampanye, Rizal yang merupakan salah satu agen beras di daerah Banjaran Kabupaten Bandung tersebut mendatangkan beras dari para petani beras di Garut, Jawa Barat. Ia mengungkapkan ada beberapa faktor sehingga hal tersebut bisa terjadi. Salah satunya jumlah pasokan dari produsen yang berkurang karena disebabkan musim kemarau yang panjang. Menurut informasi, kenaikan harga juga dikarenakan pihak penggilingan sudah mematok harganya lebih tinggi dari biasanya. (IDXChannel,com 19/02/2024)
Mahalnya harga pangan saat ini terutama beras bukanlah hal yang baru, artinya persoalan itu terus berulang dan seakan sulit untuk dikendalikan, jika sudah naik tidak bisa untuk turun ke harga semula. Meski ada berbagai alasan tetap saja ini membuktikan ketidak sigapan pemerintah mengatasi semua persoalan.
Harusnya tanggung jawab pemerintahlah menstbilkan harga bahan pokok masyarakat seperti beras agar tercukupi dengan harga yang ekonomis dan mudah dijangkau oleh masyarakat bawah. Sungguh hal tersebut hanya ilusi, alih-alih menyejahterakan justru rakyat semakin terbebani dengan kebutuhan pokok yang semakin meroket.
Negeri yang menerapkan sistem kapitalisme, tidak memiliki solusi yang komprehensif terhadap kebutuhan hidup rakyat. Di mana seharusnya kebutuhan pokok tersedia dan itu merupakan tanggung jawab negara untuk memfasilitasi dengan baik dan mudah dijangkau. Negara harus menetapkan kebijakan yang strategis, bukan sebaliknya kebutuhan rakyat dipolitisasi seperti pembagian beras bansos. Bansos dalam sistem kapitalisme hanya ajang pencitraan untuk mendulang suara di pilpres atau pilkada.
Seperti itulah negeri penganut sistem kapitalisme. Selain negara abai atas kebutuhan umat, negara juga minim solusi atas permasalahan yang muncul. Pun dengan kebijakan yang dikeluarkan tak murni berpihak pada rakyat secara umum melainkan pro pada sekelompok kapital.
Tentunya berbeda dengan mekanisme Islam ketika diterapkan di tengah masyarakat. Islam akan mengatur sedemikian rupa distribusi pangan agar terjangkau masyarakat. Negara dalam Islam memahami bahwa kehadirannya adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Swt.
Seperti contoh masa kepemimpinan Umar bin Khattab ra. Beliau sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat termasuk pengendalian harga kebutuhan pokok. Di saat harga gandum di pasar melonjak naik dan banyak masyarakat tidak mampu membeli bahan pokok tersebut, Umar pun segera bertindak. Khalifah Umar ra. segera pergi ke Mesir untuk memborong gandum. Selanjutnya beliau mendistribusikan gandum itu ke pasar hingga tak berapa lama harga bahan pokok itu pun menjadi turun karena stok yang tadinya sedikit menjadi melimpah.
Selain Umar ra. memantau mekanisme pasar, ia juga melakukan perluasan wilayah secara masif seperti ke Syam, Mesir, dan Irak. Dari wilayah-wilayah yang berada dalam naungannya, Umar senantiasa mengusahakan subsidi barang-barang kebutuhan pokok dari daerah yang makmur ke daerah yang kekurangan. Dengan mengirim surat kepada semua gubernur di wilayah provinsi-provinsi lainnya untuk mengirimkan bahan makanan sebagai bentuk subsidi silang, yang saat itu Madinah mengalami paceklik kebutuhan pokok.
Pada kondisi krisis tersebut, bahan makanan di Madinah benar-benar langka dan jikapun ada, harganya sangat mahal. Kejelian Khalifah Umar tampak dalam pengelolaan bantuan pangan dari para gubernurnya itu. Untuk penduduk yang tidak mampu, Beliau memberikan bahan pangan kiriman dari Mesir, Syria dan daerah lain yang surplus sebagai bansos dengan cara dibagikan secara gratis. Tindakan ini merupakan tanggung jawab yang diperintahkan syarak, bukan karena pencitraan apalagi motif profit. Penerimanya didaftar dengan teliti oleh petugas khusus yang jujur. Selain itu seorang pemimpin akan senantiasa mendoakan rakyatnya agar berkecukupan dan sejahtera di bawah kepemimpinannya.
Rasulullah saw. bersabda: "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya". (HR. Ahmad Bukhari)
Maka tujuan dari kebijakan yang diberlakukan pemimpin akan mengutamakan kepentingan rakyat, bukan untuk meraih suara rakyat, apalagi menyenangkan para konglomerat yang sudah mengusungnya menjadi pejabat.
Seorang pemimpin dalam Islam akan menerapkan kebijakan pangan agar petani maupun konsumen tidak merugi, dan apa yang menjadi hajatnya mudah dijangkau dengan harga yang ekonomis, seperti beras.
Pertama, negara akan memperhitungkan kebutuhan pangan dalam negeri, dan melihat luasnya area pertanian untuk memproduksi bahan pangan. Jika dirasa mampu dipenuhi oleh produksi para petani dalam negeri, negara tidak akan melakukan kebijakan impor. Namun jika ternyata produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pangan mnya, maka negara boleh mengeluarkan kebijakan impor yang langsung bisa dilakukan oleh produsen dalam negeri tanpa melalui kartel.
Kemudian untuk para petani akan didukung dengan pemberian subsidi. Hal ini diwujudkan dengan pemberian modal ataupun subsidi peralatan, pupuk, obat-obatan dan benih. Tidak hanya itu, negara Islam juga akan mendorong para ahli untuk melakukan riset sehingga ditemukan teknologi terkini di bidang pertanian, teknologi budidaya, pemasaran, informasi untuk menunjang peningkatan produksi. Dalam hal ini negara akan berperan dan menjadi garda terdepan.
Pemimpin pelaksanaan syariat (negara) akan membangun fasilitas untuk mempermudah perindistribusian bahan pangan. Sehingga membantu para petani menekan biaya produksi, yang pada sistem saat ini para petani sering merugi karena mahalnya biaya produksi daripada harga jual. Belum lagi jika faktor alam yang bisa menjadi ancaman penurunan produksi.
Oleh kareba itu dak akan ditemui dalam sistem Islam kebutuhan pangan dipolitisasi, karena itu termasuk suap menyuap yang merupakan bentuk keharaman. Sungguh sudah saatnya umat memahami dan kembali berhukum kepada ajaran Islam, terutama dalam setiap bidang kehidupan agar tidak ada lagi rakyat yang terzalimi akibat salah riayah oleh pemimpin dan sistem yang salah.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Post a Comment