Pangan Tak Aman Menjelang Ramadhan, Apa Kabar Khusyuk?


Oleh : Yuni Yartina
 (Aktivis Muslimah)


Seolah menjadi siklus, menjelang bulan Ramadhan harga berbagai pangan selalu merangkak naik. Di Kaltim sendiri, beras menjadi komoditi yang dikeluhkan kenaikan harganya. Bagaimana tidak, di Kota Balikpapan beras menyentuh angka Rp 18.000 per kilogram untuk beras kualitas baik. 


Sementara, Ramadhan adalah bulan mulia yang kita nantikan. Kesempatan untuk meraih amal pahala dengan mengkhusyukan diri. Umat tentu merindukan suasana beribadah dengan fokus dan tenang. Sayangnya, kita harus kembali dihadapkan beban-beban hidup yang tak kunjung teratasi disetiap tahunnya. Ditengah lonjakan harga yang naik, kita tetap harus memenuhi kebutuhan pangan di dapur. Rakyat kecil mengeluh, lantas bagaimana keluhan ini mampu didengar? 


Meski demikian, Kepala Cabang Bulog Samarinda menjamin stok beras aman untuk mencukupi kebutuhan beras masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah sudah sering melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal ini, dengan operasi pasar misalnya. Namun fakta di lapangan tak demikian, kejadian terus berulang setiap tahun. 


Ketika masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan pangannya, maka ada 2 kemungkinan, yakni antara tak mampu membeli atau tak mendapatkan komoditinya. Disinilah menjadi cerminan gagalnya sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip kapitalistik. Sistem ekonomi yang saat ini kita jalankan, memisahkan agama jauh dari aturan ekonomi. Tidak dilibatkannya Allah dalam setiap aktivitas ekonomi, memungkinkan banyak terjadi kecurangan salah satunya adalah aktivitas penimbunan barang. Penimbunan yang dimaksud, ketika barang ditahan untuk tidak dijual atau disimpan hingga muncul spekulasi bahwa barang telah langka, ketika spekulasi telah terbentuk di masyarakat, barang akan dikeluarkan dan dijual dengan harga yang tinggi. Sehingga, oknum mafia mendapatkan keuntungan besar dari hasil penjualan tinggi tersebut. Hal demikian tentu sangat menyulitkan masyarakat. 


Lantas, bagaimana Islam mengatur agar kebutuhan pangan terpenuhi dengan baik serta terjangkau harganya oleh masyarakat? 


Dalam pandangan Islam, aktivitas penimbunan adalah haram dan zalim. Termasuk didalamnya memonopoli perdagangan dan terlibat dalam aktivitas mafia. Sahabat Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa menimbun barang yang dibutuhkan orang Muslim, dengan niat membuatnya mahal (paceklik), maka dia orang yang bersalah (pendosa). Maka, penguasa dalam aturan Islam tidak akan membiarkan masyarakat tertindas karena adanya aktivitas mafia. 


Selain itu, pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi. Sebab, dari pertaniane bahan-bahan pangan akan terproduksi. Sehingga jika pertanian melemah, akan mengganggu stabilitas negara yang membuatnya akan bergantung dengan negara lain. Islam tidak akan membiarkan negara bergantung dan menjadikan negara didominasi kebijakannya oleh segelintir orang-orang yang berkepentingan. Karena yang terpenting diatas kebijakan adalah ketaatan pada hukum Allah dan terpenuhinya hak-hak rakyat baik secara jamaah maupun individu.

Untuk menjaga lahan tetap produktif dengan aktivitas pertaniannya, negara memberikan kebebasan penggunaan lahan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk mengelola. Tanpa harus membeli ataupun menyewa lahan tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat yang bersumber dari ucapan Umar bin Khatab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Karena itu siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu untuk dirinya (menjadi miliknya) dan tidak ada hak untuk orang yang memagari setelah tiga tahun.”

Dalam hadist tersebut dimaksudkan bahwa siapa saja boleh memanfaatkan lahan pertanian. Ketika lahan tersebut kosong selama tiga tahun, statusnya menjadi tanah mati dan dikembalikan kepada negara untuk kemudian diserahkan kepada yang mampu mengelola. Dengan demikian, lahan akan terus berproduksi. Tentu saja, penguasa wajib memperhatikan bagaimana kondisi petani yakni akan memfasilitasi hal-hal yang menunjang pertanian. 


Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab, pernah terjadi krisis pangan akibat kemarau panjang. Hingga selama paceklik, Umar bin Khattab memiliki suatu kebiasaan baru, yaitu setelah selesai mengimami salat isya beliau langsung pulang dan melakukan salat malam sampai menjelang subuh. Kemudian Khalifah Umar keluar menelusuri lorong-lorong jalan untuk mengontrol apakah ada rakyatnya yang kelaparan.


Kemudian Khalifah Umar mengirim surat ke beberapa Gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa’ad bin Abi waqqash di Irak.


Hal ini juga menunjukkan sekaligus memberikan contoh bahwa pemimpin dan negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Memastikan tiap individunya tumbuh menjadi SDM unggul dan bertakwa.

Dengan demikian, Ramadhan bisa dijalani dengan fokus dan khusyuk.


Dan terakhir, dalam Islam aktivitas ekonomi adalah sektor riil yang mendasarkan setiap transaksi kepada akad-akad muamalah yang sesuai syariah demi menjaga harta negara dan umat dari harta yang haram. Semua tentunya hanya akan terwujud dengan aturan yang pasti benar dari Allah SWT. Wallahu’alam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post