Guru Madrasah
Penderita diabetes di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. World Health Organization memperkirakan jumlah pasien diabetes di Indonesia khususnya tipe 2 akan meningkat signifikan hingga 16,7 juta pada tahun 2045. Oleh karena itu Pemerintah akan mulai menerapkan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024 mendatang, minuman berpemanis yang kena cukai ini dikenakan terhadap minuman produk yang mengandung gula pemanis alami ataupun pemanis buatan melalui Peraturan Presiden Nomor 76 tahun 2023, target penerimaan Cukai tersebut sebesar Rp4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024, hal ini bermula pada 2022 lalu organisasi kesehatan dunia (WHO) resmi merekomendasikan negara-negara anggota untuk menerapkan fiskal terhadap minuman berpemanis, hingga saat ini ada sekitar 85 negara yang sudah menerapkan kebijakan itu di wilayahnya.
Pengamat pajak Center for Indonesia Texation Analysis Cita Fajri Akbar menyatakan bahwa fungsi Cukai MBDK adalah sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi seperti pada kasus minuman berpemanis. Tujuannya adalah untuk menekan salah satu faktor resiko dari banyaknya penyakit tidak menular yang terjadi di masyarakat seperti diabetes. (cnnindonedia.com 2/8/2023)
Solusi untuk mencegah diabetes tentu saja membutuhkan upaya mendasar dan menyeluruh. Penetapan cukai pada minuman kemasan tidak serta merta menghalangi masyarakat mengurangi konsumsi minuman berpemanis apalagi dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan, literasi kesehatan dan keamanan pangan, justru membuka celah minuman manis yang tidak terkontrol di tengah masyarakat. Di sisi lain penetapan ini menjadi cara negara kapitalisme mendapatkan sumber pendapatan negara yang tentu sangat menjanjikan meskipun pada faktanya masih banyak persoalan terkait dengan kepatuhan dan besarnya peluang penyelewengan pajak, dengan demikian makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mengendalikan penyakit diabetes di tengah masyarakat.
Sistem kapitalisme yang diterapkan memang hanya menjadikan negara fokus mengejar keuntungan tanpa mempedulikan risiko kesehatan rakyatnya, jika negara memang serius ingin mengendalikan penyakit diabetes maka harus bisa membuat standar mutu makanan yang boleh beredar di pasaran termasuk kandungan gulanya kemudian memberikan sanksi tegas jika terjadi pelanggaran. Namun tampaknya negara kapitalis tidak akan melakukan hal tersebut sebab keberadaan industri minuman pemanis mampu memberikan keuntungan besar. Tak heran industri makanan dan minuman yang tidak mempertimbangkan halal dan tayib terhadap hasil produksinya masih banyak ditemukan, sementara negara sendiri semakin menunjukkan jati dirinya bukan sebagai pelayan rakyat tetapi pembantu para korporasi atau pemilik modal.
Berbeda dengan Islam, jelas aturan yang diterapkan berasal dari Allah Swt. semata yakni syariat Islam. Negara wajib menjaga kesehatan rakyatnya. Oleh karena itu berbagai upaya menyeluruh dan mendasar akan dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang prima sebab negara adalah junnah (pelindung) bagi rakyatnya, yang berkewajiban menjamin perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan halal dan tayib. Sebagaimana hadis Rasulullah saw:
"Imam/Khalifah adalah perisai (orang-orang berperang) di belakang dia dan berlindung kepada dirinya" (HR Muslim)
Dalam upaya menghindarkan masyarakat dari berbagai penyakit akibat pola makan yang salah, maka akan dipastikan setiap individu bisa memenuhi kebutuhan pangannya dengan makanan halal dan bergizi melalui mekanisme yang diatur dalam sistem ekonomi Islam.
Allah Swt. berfirman: "dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya" (QS Al-Maidah ayat 88)
Selain itu negara akan membuat aturan bagi indstri makanan dan minuman untuk menggunakan bahan baku yang halal dan tayib memberi sanksi takzir kepada industri yang melanggar, menyediakan sarana kesehatan yang memadai, meningkatkan edukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh terkait pola hidup sehat. Di sisi lain negara dalam Islam tidak menjadikan penarikan pajak sebagai sumber pendapatan negara dan cara dalam mengatur distribusi barang dalam negeri.
Sumber pemasukan yang dimiliki negara diatur dalam Baitul Mal salah satunya adalah berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah, bukan mengandalkan pajak yang membebani rakyat sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sungguh hanya dengan penerapan aturan Islam saja akan mampu menjamin kesehatan dan pangan yang aman bagi rakyatnya.
Wallahu'alam Bissawab
Post a Comment