Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga
Kasus korupsi kembali terjadi. Kali ini, lembaga negara yakni PT Taspen (Persero) pun tak luput dari tindak kecurangan korupsi. Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyidikan dalam dugaan kasus korupsi di PT Taspen tersebut. Di KPK, ketika penanganan kasus naik ke tahap penyidikan, ini artinya telah ditetapkan pula para tersangka. Menurut juru bicara KPK Ali Fikri, pihaknya kini tengah melakukan proses pengumpulan alat bukti terkait dugaan korupsi dalam kegiatan investasi fiktif Tahun Anggaran 2019 yang melibatkan perusahaan lain. Tak tanggung-tanggung, penyidik menduga korupsi tersebut merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah, meskipun ini masih tahap proses perhitungan riilnya. (CNBC Indonesia.com, 8/3/2024)
Tim penyidik KPK telah menggeledah tujuh lokasi berbeda dalam penyidikannya yang diduga berada di wilayah DKI Jakarta. Lima lokasi digeledah pada 7 Maret 2024, yang meliputi dua rumah di Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur; satu rumah di Menteng, Jakarta Pusat; satu rumah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; dan satu unit apartemen di Belleza Apartemen, Jakarta Selatan.
Buntut dari kasus dugaan korupsi bermodus investasi fiktif ini, Menteri BUMN, Erick Thohir menonaktifkan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih dan digantikan oleh Direktur Investasi Biaya Taspen Rony Hanityo Aprianto sebagai pelaksana tugas plt. Ia juga menyampaikan komitmennya untuk bersikap profesional dan transparan serta menghormati proses hukum yang sedang dihadapi PT Taspen. (Tempo.co, 16/3/2024)
Kasus korupsi dengan modus investasi fiktif, menambah daftar panjang kasus penyelewengan dana asuransi oleh perusahaan milik negara hingga swasta di Indonesia. Pertanyaannya, mengapa kasus korupsi di lembaga negara terus saja terjadi? Apakah buruknya integritas SDM menjadi salah satu penyebabnya? Apakah ada yang salah dalam sistem pendidikan hari ini?
Gagalnya Sistem Pendidikan Sekuler
Berbicara masalah integritas SDM (sumber daya manusia) tentu tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan. Sistem pendidikan saat ini berasaskan sekularisme kapitalisme. Sekularisme adalah sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sementara kapitalisme adalah paham yang menjadikan peraihan materi atau keuntungan sebagai tujuan utamanya. Sehingga generasi tidak paham tentang standar hidup yang mengharuskan tunduk pada aturan agama. Namun, yang ada justru menjadikan kekayaan materi sebagai tolok ukur kesenangan dan keberhasilan. Pemahaman seperti inilah yang akan menjadi bibit tindak korupsi.
Ditambah lagi sistem demokrasi yang juga memiliki celah mengantarkan pada kerusakan perilaku. Karena legalitas kekuasaan diraih dengan modal yang besar untuk membeli kursi dan suara rakyat. Alhasil, suasana politik lebih terlihat sebagai ajang memperkaya diri untuk mengembalikan modal sewaktu mencalonkan diri.
Maka tak heran jika kerap kita dapati seseorang yang berpendidikan tinggi, akan tetapi minim akhlak, akhlaknya jauh dari tuntunan agama. Bahkan perilaku korup seolah menjadi hal yang wajar terjadi dan dianggap sebagai jalan yang benar untuk mendapatkan materi. Nilai akademik yang tinggi nyatanya tidak mampu untuk menahan setiap kecurangan yang sistemik.
Di sisi lain, individu-individu kerap bersikap abai terhadap apa yang terjadi di lingkungannya, tempat kerjanya, atau di mana pun. Bahkan tak segan untuk mendukung tindak kecurangan jika dinilai ada keuntungan yang didapat, meski harus merugikan orang lain bahkan negara.
Inilah hasil dari sistem pendidikan hari ini yang melahirkan manusia sekuler sekaligus gagal membentuk manusia yang beradab, yang setiap perilakunya dituntun oleh agama. Maka dapat dilihat hingga saat ini, kasus korupsi dan kecurangan lainnya bukannya berkurang, malah makin bertambah.
Sistem Islam Mencegah Korupsi
Korupsi dalam pandangan Islam terkategori perbuatan khianat yang haram dilakukan. Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizamul Uqubat halaman 31, korupsi dikatakan sebagai perbuatan khianat, karena termasuk perbuatan penggelapan uang yang telah dipercayakan atau diamanahkan seseorang. Agar perbuatan haram ini tidak terjadi, Islam memiliki konsep tersendiri untuk mencegah korupsi atau kecurangan terhadap harta negara. Yakni sistem politik Islam yang akan menjaga individu agar tetap dalam kejujuran dalam menjaga amanahnya.
Politik dalam pandangan Islam diartikan sebagai ri'ayah syu'unil ummah (mengurusi urusan umat) yang kelak akan diminta pertanggungjawaban di dunia maupun akhirat.
Rasulullah saw. telah bersabda: "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Adapun mekanisme untuk mencegah tindak korupsi, sistem politik Islam memiliki berbagai cara, di antaranya: pertama, menerapkan penggajian yang layak. Dengan gaji yang layak maka akan tercegah dari tidak korupsi. Selain itu, Islam juga menjamin kehidupan yang sejahtera bagi para pejabat negara dan keluarganya.
Kedua, larangan Islam terhadap suap dan hadiah. Islam menjaga individu untuk tetap dalam kejujuran, amanah dalam menjalankan pekerjaanya. Nabi saw. bersabda:, "Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap." (HR. Abu Dawud).
Terkait hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi saw. bersabda: "Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur." (HR. Imam Ahmad)
Ketiga, perhitungan kekayaan. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar ra. yang menghitung kekayaan pejabat pada awal dan akhir masa jabatannya. Jika terdapat kenaikan kekayaan yang tidak wajar, bukan jaksa atau orang lain, akan diminta membuktikan bahwa kekayaan tersebut diperoleh dengan cara yang halal. Apabila terdapat harta lebih, akan tetapi tidak dapat membuktikan dari mana asalnya, maka kelebihan harta tersebut akan diserahkan ke baitulmal atau membagi dua harta tersebut. Separuh untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara. Istilah ini dikenal dengan pembuktian terbalik.
Keempat, sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak SDM beriman dan bertakwa. Darinya akan lahir generasi yang kuat keimanannya dan pemikiran Islamnya. Mereka senantiasa terikat dengan hukum Allah Swt.. Dampaknya adalah tegaknya amar makruf nahi mungkar dan tersebarnya dakwah dan jihad di seluruh penjuru dunia.
Kelima, adanya sanksi bagi pelaku kejahatan dan kecurangan. Koruptor akan dikenai sanksi takzir berupa tasyhir atau pewartaan (diarak keliling kota, ditayangkan di media), penyitaan harta, hukuman kurungan, hingga hukuman mati. Sistem sanksi yang tegas akan dapat mencegah pelanggaran terhadap aturan dan hukum syarak.
Dengan sistem politik Islam niscaya akan terwujud individu yang takwa dan amanah termasuk para pejabat negara yang jujur dan takut akan pelanggaran hukum syarak. Sehingga negara aman dari para koruptor yang merugikan negara dan rakyat. Dan sistem politik Islam ini tidak akan terwujud jika kita masih bernaung di bawah sistem kapitalisme sekuler. Karena sistem tersebut hanya akan terlaksana jika aturan Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) di setiap aspek kehidupan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Post a Comment