Mental Lemah Caleg dalam Kapitalisme, Rawan Gangguan Jiwa

 



Oleh Nita Nuraeni, AM.d

Aktivis Muslimah

 

Pesta demokrasi telah usai beberapa minggu yang lalu, tinggal menunggu hasil keputusan siapa yang akan maju menuju kursi nomor satu di Indonesia. Namun, hasil voting di beberapa wilayah daerah melalui hasil quick count sudah menentukan siapa yang unggul dalam pemilu ini. Pun dengan para calon anggota legislatifnya (caleg) banyak yang berharap mereka bisa duduk di parlemen periode ini.


Namun, bagi mereka yang kalah saing dalam pemilu, tentu akan menyisakan banyak permasalahan, terutama mental para caleg. Mulai dari depresi, stress sampai bunuh diri. Karena pemilu dalam sistem demokrasi membutuhkan biaya yang cukup besar, sudah menjadi rahasia umum bila menjadi caleg harus mempunyai modal besar untuk mendaftarkan diri menjadi caleg dan berbagai kebutuhan kampanye sampai tim sukses.


Dilansir dari mediaindonesia.com, Seorang tim sukses calon anggota legislative (caleg) WG alias Wagino alias Gundul, 56, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya, sekitar pukul 11.00 WIB, Kamis (15/2) lalu.


Kapolres Pelalawan Ajun Komisaris Besar (AKB) Suwinto membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya WG diduga depresi lantaran caleg yang diusungnya tidak mendapatkan suara sesuai harapan atau kalah.


Kejadian ini menandakan bahwa mereka para caleg dan tim suksesnya lemah dalam sisi mental sehingga tidak bisa menerima kekalahan. Mereka merasa bahwa kekalahan adalah akhir dari segalanya.


Banyak Rumah Sakit di Indonesia menyediakan ruang inap khusus bagi para caleg yang gagal beserta psikiater. Hal ini di maksudkan agar mereka yang gagal maju ke parlemen bisa menerima kekalahan.


Sistem sekuler yang diemban negara telah gagal melahirkan generasi yang tangguh. Akibatnya, mental para caleg dan tim suksesnya tidak sanggup menghadapi persoalan hidupnya. Padahal, untuk bisa menjadi seorang pemimpin, harus mempunyai mental yang tangguh.


Tetapi, dalam sistem sekuler justru banyak generasi yang bermental lemah. Karena dalam sekularisme agama dijauhkan dari kehidupan, yang mengakibatkan mereka tidak bisa mengendalikan hidupnya sesuai fitrahnya.


Mindset generasi hanya di fokuskan pada perolehan materi dan kekuasaan jabatan. Menganggap bahwa dengan jabatan dan kekuasaan akan memakmurkan hidupnya meskipun dengan jalan yang salah. Ambisi yang kuat denga harapan bisa menaikan taraf hidup sosial dalam ekonomi. Meski tidak semua caleg seperti itu, tetapi tetap saja apabila masuk ke dalam pusaran kapitalisme, semua akan terbawa perlahan-lahan. Karena mereka akan dipaksa melanggengkan sistem demokrasi itu sendiri.


Hal ini berbeda dengan Islam yang memandang jabatan adalah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. kelak di akhirat. Dalam Islam, pemilu merupakan salah satu uslub atau cara untuk mencari pemimpin (majelis ummah) yang dilakukan denga cara yang sederhana saja, tidak seperti sekarang yang harus mengeluarkan biaya yang besar.


Para calon pemimpin pun adalah orang-orang yang terpilih karena akhlak mereka yang islami dan hanya mengharap rida Allah semata, tanpa mengharapkan keuntungan.


Wallahualam bissawab

 

Post a Comment

Previous Post Next Post