Meniti Jalan Panjang Menuju Eliminasi TBC

 



Oleh Wida Ummu Azzam

Muslimah Peduli Umat


Kasus TBC  masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kedua penderita tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia. Mengutip laman media online Liputan6 (17/02/2024) Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus tuberkulosis atau (TB) terbanyak. Hal ini disampaikan dokter spesialis paru Erlina Burhan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Sabtu, 17 Februari 2024. “Ada tragedi di depan mata yang kita enggak sadar. 1.060.000 kasus (TB) per tahun. Kematian 140.700 yang kalau kita bagi 16 orang per jam meninggal akibat tuberkulosis,” kata Erlina saat ditemui di FKUI, Jakarta Pusat.


Dibutuhkan agar target eliminasi tuberkulosis pada 2030 bisa dicapai. ”Obat (tuberkulosis) sudah ada. Kumannya diketahui. Obat-obatannya juga ampuh. Alat diagnostik ada, dari yang sederhana sampai yang canggih. Cara DOTS (terapi dengan obat jangka pendek) juga sudah dikenal. Akan tetapi, kenapa kasus TB (tuberkulosis) terus meningkat?” ujar Erlina Burhan.


Erlina Burhan mengutarakan hal itu dalam pidato ilmiah terkait pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Jakarta, Sabtu (17/2/2024).


Faktor Penyebab

Faktor yang berpengaruh terhadap penularan penyakit TBC, di antaranya adalah kemiskinan dengan segala dampaknya seperti rumah tidak sehat, gizi buruk, dan sanitasi yang buruk. Mengutip laman Alodokter (10/06/2022), ada beberapa kelompok berisiko tinggi tertular TBC, salah satunya ialah orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh; orang lanjut usia dan anak-anak; orang yang mengalami kekurangan gizi; orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah seperti penderita HIV, kanker dan sebagainya.


Mengutip laman TEMPO.CO (29/06/2022), seperti yang disebut dalam artikel dalam Jurnal Nature edisi Mei lalu yang dibagikan eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, Senin 27 Juni 2022. Artikel menyampaikan data WHO dengan keterangan bahwa di dunia, tuberkulosis berjalan bersama-sama dengan kemiskinan.


Di negara miskin dan yang berpenghasilan menengah, jika terjadi kerumunan orang akan mempermudah penularan seperti tuberkulosis. Selain itu,  pengobatan yang memadai tidak selalu tersedia sehingga tidak heran tuberkulosis membunuh lebih dari satu juta orang setiap tahunnya. 


Ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Karena Kondisi ekonomi yang buruk atau kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap kasus TBC. Terbatasnya akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat yang miskin menjadikan penularan TBC tidak dapat dicegah atau bahkan terlambat ditangani. Karena fakta di lapangan ditemukan warga miskin yang kesulitan mengakses layanan kesehatan secara optimal. Juga rendahnya pendidikan dan pemahaman masyarakat yang akhirnya tidak bisa mengakses pendidikan secara layak karena kemiskinan.


Solusi Islam

Terwujudnya masyarakat sehat adalah tanggung jawab negara, termasuk eliminasi TBC. Negara wajib mengupayakan secara serius pencegahan dan eliminasi TBC secara komprehensif dan efektif.  Nabi saw. bersabda, “Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari)


Islam mewajibkan negara untuk  menjamin kesejahteraan rakyat termasuk penyediaan rumah sehat bagi rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya.” (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi)


Negara wajib mengupayakan berbagai hal untuk mencegah dan memberantas penyakit TBC, termasuk mendukung riset untuk menemukan pencegahan dan pengobatan yang efektif. Juga mengedukasi  masyarakat tentang bahaya penyakit dan upaya mencegahnya.


Tidak terpenuhi dan tidak terjaminnya kesehatan masyarakat, akan mendatangkan dharar bagi masyarakat itu sendiri,sedangkan dharar atau kemudaratan wajib dihilangkan, negara wajib mencegah terjadinya dharar atau kemudaratan bagi rakyatnya.


Dengan cara membuat kebijakan terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif. Seperti tata kota dan perencanaan ruang yang akan dilaksanakan senantiasa memperhatikan aspek kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian kota, dan lain sebagainya. Dan hal itu sudah diisyaratkan dalam hadis Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan, Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (HR at-Tirmidzi dan Abu Ya’la)


Hadis ini dengan jelas mengisyaratkan terkait bagaimana tata kelola drainase dan sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan dan menciptakan suasana lingkungan yang sehat, nyaman dan asri. Tentu saja itu hanya bisa direalisasikan melalui kebijakan negara. Sejarah membuktikan tata kota, sistem drainase dan sanitasi seperti Baghdad, Samara, Kordoba dan sebagainya itu adalah kota milik masyarakat muslim, di mana sistem drainase dan sanitasi begitu baik dan bahkan menjadi model tata kota seperti London, kota-kota di Perancis dan kota-kota lain di Eropa.


Begitu pun pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis oleh negara kepada rakyat baik kaya atau miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit, dan sebagainya. Pembiayaan untuk semua itu diambil dari kas baitulmal, baik dari pos harta milik negara ataupun harta milik umum. Alhasil, kesehatan bagi rakyat di sistem Islam kafah begitu terjamin. Jika demikian sudah saatnya bagi kita umat Islam untuk kembali kepada sistem Islam bukan kapitalisme yang menyengsarakan.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post