Mengapa Kerap terjadi Bencana


Oleh: Santi Villoresi 


Bencana kerap terjadi di negeri ini. Banjir bandang di pesisir pantai menyebabkan banyak yang menjadi korban.

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatra Barat, menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir bandang selama 14 hari.

Melansir Antara, tanggap darurat banjir Pesisir Selatan ini ditetapkan mulai 8 Maret 2024.


Sekretaris Daerah (Sekda) Pesisir Selatan Mawardi Roska mengatakan masa tanggap darurat selama 14 hari ditetapkan karena banjir bandang yang melanda Pessel terdampak terhadap puluhan ribu warga di 11 kecamatan.


"Ada 46 ribu jiwa warga dengan 10 ribu KK yang menjadi korban banjir bandang. Saat ini beberapa korban banjir bandang sudah ada yang kembali ke rumah. Sebelumnya mereka bertahan di lokasi-lokasi aman untuk mengungsi," katanya, Minggu (10/3).

Berdasarkan data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban tewas imbas bencana ini mencapai 19 orang, dengan 7 lainnya masih dalam pencarian.


Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan banjir bandang menyebabkan kerusakan jalan hingga longsor dari perbukitan di pinggir jalan dan menimbun rumah warga,serta mengimbau seluruh camat, untuk segera mendata dan sekaligus mendorong alat-alat berat bisa masuk.


Bencana banjir tidak hanya terjadi di pesisir Selatan Sumatra Barat,masih ada di wilayah lain yang mempunyai nasib yang sama.


Banjir juga terjadi di Cirebon ,meluas di 9 Kecamatan, 20 Ribu Rumah Terdampak.

Banjir melanda 36 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Cirebon yang terjadi sejak Selasa (5/3/2024) malam hingga hari ini, berdasar data dari BPBD Cirebon. Akibatnya, setidaknya 20 ribu unit rumah terdampak banjir dan dua orang meninggal dunia.


Kepala BPBD Kabupaten Cirebon Deni Nurcahya menyebut akibat dari banjir ini, ada dua orang warga di Desa Ambit dan Karangsari yang meninggal dunia. “Satu orang dari Desa Ambit kebetulan sedang melakukan evakuasi di Desa Ciuyah di saudaranya, kemudian terpeleset dan jatuh. Satu lagi warga meninggal dunia karena tersengat listrik saat banjir terjadi,” ujar Deni Rabu (6/3/2024). Ia menambahkan, sejumlah petugas BPBD bersama tim gabungan dari unsur TNI-Polri dan relawan, berhasil mengevakuasi ratusan warga ke lokasi lebih aman.


Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat melakukan evakuasi dan penanganan peristiwa banjir yang awalnya melanda tujuh kecamatan di kabupaten itu sejak Selasa (5/3/2024) malam hingga meluas ke 9 kecamatan hari ini. tujuh kecamatan yang terdampak banjir tersebut adalah Kecamatan Waled, Ciledug, Pasaleman, Pangenan, Karangwareng, Babakan, dan Kecamatan Pabedilan. Untuk Kecamatan Waled, pihaknya menerjunkan sejumlah personel yang dibantu tim gabungan dari berbagai instansi terkait guna mengevakuasi warga. 


Penyebab dan Dampak Banjir Cirebon Kepala BPBD Kabupaten Cirebon Deni Nurcahya di Cirebon, Rabu (6/3/2024), mengatakan bencana banjir tersebut disebabkan meluapnya debit air di sejumlah sungai, sehingga merendam pemukiman warga dengan ketinggian sekitar 20 sentimeter sampai 2,5 meter. “Hujan deras dengan durasi yang lama di wilayah Cirebon mengakibatkan Sungai Ciberes, Cisanggarung, Cimanis, dan Singaraja meluap, sehingga merendam rumah warga,” katanya.


Banjir kerap terjadi akibat curah hujan yang tinggi. Seharusnya Upaya mitigasi berjalan dengan baik dan dapat mengantisipasi dampak yang besar. Kebijakan Pembangunan yang tidak tepat akan mengakibatkan berbagai kerusakan  dalam tata kelola tanah dan lingkungan serta penataan ruang hidup yang tepat. 


Keuntungan materi seringkali mengabaikan resiko dan bahaya yang terjadi pada rakyat dan lingkungan.


Curah hujan tinggi saat musim hujan adalah faktor risiko yang sudah pasti terjadi. Namun, antisipasi dan mitigasi yang baik adalah faktor lain yang bisa diupayakan agar dampak curah hujan maupun debit air tinggi saat musim hujan, tidak meluas hingga menyebabkan dampak yang lebih besar bagi masyarakat.


Usaha normalisasi maupun peremajaan kawasan sungai, sejatinya efektif untuk membantu mengurangi risiko banjir. Meskipun begitu,kita tidak bisa menampik bahwa salah satu penyebab banjir adalah kerusakan lingkungan. 

Juga proses alih fungsi lahan yang bersamaan dengan pembangunan ugal-ugalan tetapi abai terhadap AMDAL, juga berpeluang besar menyebabkan banjir bahkan tanah longsor.


Mengambil contoh kasus banjir di Sumbar tadi,  informasi, pada 2024 ini Pemprov Sumbar fokus pada sejumlah program prioritas pembangunan. Di antaranya menyasar peningkatan nilai tambah produktivitas pertanian dan pembangunan infrastruktur berkeadilan. APBD 2024 Sumbar senilai Rp6,7 triliun, dengan target Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp44 Triliun. Alokasi APBD Sumbar 2024 pun diklaim tersebar di sejumlah OPD (organisasi perangkat daerah) untuk mencapai optimalisasi pembangunan Sumbar di seluruh sektor.


Mengapa Kerap terjadi bencana.


Dapat kita lihat indikator-indikator pembangunan yang digunakan nyatanya berupa pertumbuhan ekonomi yang sejatinya angka-angka fantasi. Apalagi jika pada akhirnya justru bencana banjir yang datang, tidakkah kebijakan pembangunan tersebut bisa kita katakan gagal .Untuk itu, hendaklah hal ini bisa menjadi pelajaran bagi daerah-daerah lainnya .Keuntungan materi yang berasaskan sekuler Kapitalisme inilah penyebab seringkali terjadi bencana, mengabaikan resiko dan bahaya yang terjadi pada rakyat dan lingkungan


Allah Taala berfirman, “Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.” (QS Al-A’raf [7]: 57).


Juga dalam ayat, “Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu, Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.” (QS Al-Mukminun [23]: 18).


Juga ayat, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Ruum [30]: 41).


Hujan adalah rahmat. Sedemikian teliti Allah menggambarkan proses terjadinya hujan. Kita pun dianjurkan membaca doa “allahumma shayyiban naafi’aa” saat turun hujan agar hujan tersebut menjadi hujan yang bermanfaat.


Dengan begitu, pasti seimbang pula fungsi ekologis hujan tersebut bagi suatu kawasan. Jika kerusakan lingkungan terjadi akibat ulah manusia, tidak pelak hujan yang semestinya menjadi rahmat justru berubah menjadi bencana. Na’udzubillah.


Untuk itu, solusinya tidak lain adalah dengan kembali kepada aturan Allah sebagai pedoman dalam kehidupan, termasuk dalam pengambilan berbagai kebijakan politik oleh penguasa. Semua itu semestinya tecermin dari pembangunan dan pengelolaan bumi yang tidak melulu demi reputasi, alih-alih kapitalisasi dan angka-angka semu pertumbuhan ekonomi.


Penguasa semestinya malu jika ada julukan “banjir tahunan” atau “bencana alam langganan”. Hal itu malah menunjukkan sikap abai terhadap mitigasi bencana, alih-alih mengantisipasinya. Sudah semestinya penguasa kembali pada hakikat kekuasaan yang dimilikinya, yakni semata demi menegakkan aturan Allah Taala dan meneladan Rasulullah saw. dalam rangka mengurus urusan umat.


Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).


Islam bukan anti pembangunan. Banyaknya pembangunan di dalam sejarah peradaban Islam justru telah terbukti riil berfungsi untuk urusan umat. Tidak hanya itu, pembangunan dalam Islam juga mengandung visi ibadah, bahwa pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan kepada Allah Taala. Untuk itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terzalimi nya hamba Allah, pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.


Begitu pula perihal tata guna lahan. Penguasa sudah semestinya memiliki inventarisasi akan fungsi dari masing-masing jenis lahan. Lahan yang subur dan efektif untuk pertanian, sebaiknya jangan dipaksa untuk dialihfungsikan menjadi permukiman maupun kawasan industri. 


Juga lahan pesisir, semestinya difungsikan menurut potensi ekologisnya, yakni mencegah abrasi air laut terhadap daratan. Sedangkan kawasan hutan hendaklah dilestarikan sebagai area konservasi agar dapat menahan/mengikat air hujan sehingga tidak mudah menimbulkan tanah longsor, sekaligus menjaga siklus air.


Allah Taala berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96). Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post