Bagaikan penyakit menahun yang tak pernah terobati, setiap tahun terulang setiap moments hari besar agama juga terulang. Ya, apalagi kalau bukan harga pokok pangan yang naik. Hampir kita temui 100% wilayah di Indonesia, jika mendekati hari besar keagamaan, harga-harga pokok pangan mengalami kenaikan dari segala lini. Mulai dari beras, telur, minyak dan kebutuhan pokok dapur mengalami kenaikan.
Salah satu wilayah yang terimbas kenaikan harga pokok pangan adalah Purwakarta, Jawa Barat. Masyarakat Purwakarta mengeluhkan harga bahan pokok pangan terus mengalami kenaikan, kenaikannya pun tidak sedikit. Beras, telur mengalami kenaikan yang cukup tajam.
Beras premium di pasar rebo, Purwakarta mencapai Rp. 17.000/Kg padahal sebelumnya Rp. 12.000/Kg. Menurut pedagang, naiknya harga beras ini sudah terjadi sejak dua bulan terakhir dengan kenaikannya secara bertahap. Namun, satu pekan terakhir ini kenaikan harga beras cukup signifikan. Ia mengimbuhkan salah satu yang menyebabkan harga beras terus meroket adalah jumlah yang sedikit dipasar. Menurut Menteri Perdagangan, salah satu yang dapat menstabilkan harga adalah dengan masuknya beras import (TribunJabar.id, 20/02/2024).
Melihat permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, pemerintah tidak berdiam diri atas kenaikan harga pokok. Pemerintah berupaya mengatasi kenaikan harga bahan pokok dengan berbagai cara, salah satunya melalui Bantuan Sosial (Bansos), BLT (Bantuan Langsung Tunai). Hal ini dilakukan guna meningkatkan daya beli sekaligus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
Jika ditelaah lagi, sejatinya bantuan pangan dan bantuan sosial bukanlah solusi utama guna menciptakan kestabilan harga dan inflasi ditengah-tengah masyarakat. Hal itu hanya akan menjadi solusi pragmatis, tidak bisa menyelesaikan hingga akar. Yang ada permasalahan seperti ini akan berulang.
Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menyatakan bahwa pemerintah harus mempunyai terobosan kebijakan guna menjadi solusi jangka panjang mengurai masalah inflasi, harga pokok yang melangit juga kemiskinan. Pemerintah juga harus mengendalikan inflasi melalui ketersediaan suplai pangan yang memadai sekaligus memastikan kelancaran distribusinya (Antara.com, 2/2/24).
Indonesia yang notabene negara agraris seharusnya mampu swasembada beras dengan mudah, swasembada daging karena memiliki lahan gembalaan cukup luas, dan swasembada bahan pokok lainnya. Namun hal itu tidak juga terwujud, pernah sekali Indonesia mencapai swasembada beras itupun tahun 1984. Menjadi pertanyaan beras bagi kita negara agraris namun untuk memenuhi kebutuhan perut rakyatnya masih sangat susah. Orde kepemimpinan sudah berulang kali, janji-janji manis demi mengentaskan kemiskinan, mencapai swasembada tiap pemilihan selalu ditebar. Setelah berhasil berkuasa, ternyata nasib rakyat tidak juga berubah. Ya sama, sama-sama masih berkubang dipermasalahan inflasi, kemiskinan, dan yang serupa.
Lantas apa yang menjadi penyebab utama permasalahan ini tidak bisa terurai? Apakah kita sudah kehilangan sawah guna menanam padi? Apakah kita sudah kehilangan lahan untuk berternak ayam petelur?Apakah kita sudah tidak memiliki ladang gembalaan? Ataukah ada yang lain? Rupanya Masalah ini tidak lain karena Indonesia masuk dalam jeratan kapitalisme, yang mengharuskan pemilik modal menguasai dan mengendalikan pasar sesuka hati. Para kapitalis termasuk para penimbun bahan pokok bekerjasama guna melangkakan barang dipasar sehingga dengan begitu mereka dapat mengendalikan harga sesuka hati. Jadi permasalahan inflasi, kelangkaan barang terjadi bukan karena produksi yang tidak mencukupi, namun masalahnya ada pada distribusi yang tidak lancar. Maka yang harusnya diselesaikan adalah bagaimana membangun sistem yang sehat, sistem yang melahirkan kesejahteraan masyarakat tercapai, distribusi barang lancar, produksi barang juga melimpah.
Dalam pandangan Islam, berkaitan ketersediaan barang dan kestabilan harga sangat diatur. Bahkan didalam pasar ada seorang Qadhi (hakim) yang bertugas mengawasi berjalannya transaksi dengan sehat. Tidak boleh ada kecurangan sedikitpun. Berkaitan ketersediaan barang dipasar dengan harga yang dapat dibeli oleh masyarakat, Islam memastikan beberapa hal:
Pertama, Produksi. Negara wajib memastikan produksi barang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dengan melibatkan para ilmuan, pakar ahli diterjunkan supaya produksi untuk rakyat terpenuhi. Kalaupun misal ada bencana alam yang mengakibatkan proses produksi terhambat, maka negara dapat mengimport barang dari negara lain dengan catatan negara pengimpor tidak mengendalikan/ mengintervensi kebutuhan dan harga didalam negara.
Kedua, Distribusi. Distribusi tidak kalah pentingnya dengan produksi. Pasalnya jika produksi melimpah dalam suatu daerah namun tidak didistribusikan secara merata dalam sebuah negara, yang akan terjadi perbedaan harga barang yang sangat signifikan. Di daerah yang memproduksi barang bisa saja harganya sangat murah, di daerah lain bisa juga sangat mahal dan susah mendapatkan barang tersebut. Maka disinilah negara berperan dalam proses pendistribusian barang secara merata, menghilangkan kedzaliman- kedzaliman atas langkanya barang. Untuk memperlancar proses pendistribusian barang, maka dibutuhkan transportasi yang memadai, maka negara akan memfasilitasi secara total supaya barang terdistribusi kepada seluruh lapisan masyarakat dalam negara
Disini kita melihat perbedaan Islam dengan kapitalisme dalam menangani masalah harga yang meroket dan kelangkaan barang. Kapitalisme memandang masalah kelangkaan barang ada pada produksi, sedang Islam memandang masalah kelangkaan barang dan harga yang meroket karena tidak meratanya pendistribusian barang. Maka sudah seharusnya kita beralih kepada sistem Islam, karena Islam adalah solusi yang Allah SWT. berikan kepada hambanya guna mengurangi masalah dan menyelesaikannya.
Wallahu a'lam
Post a Comment